JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Belajar Empati kepada Banser
Home » Belajar Empati kepada Banser

JAS HIJAU – Suatu hari, saya lupa hari apa dan tanggal berapa. Ketika itu saya sedang berada di rumah orang tua, di Hulu, Sungai Tengah.
Dari balik kaca rumah, saya lihat ayah menuntun motornya. Mungkin kehabisan bensin. Memang motornya sudah tua. Indikator bensinnya sudah tidak berfungsi. Motor itu biasa ayah gunakan hanya di kampung. Untuk jarak dekat. Entah ke masjid, atau pun ke kios kelontong. Jarak yang agak jauh, ayah lebih sering mengendarai mobil. Maklum, sudah tidak begitu mampu lagi berhadapan dengan angin.
Tiba-tiba, ada tiga anak muda mengenakan seragam Banser, menghentikan motor yang mereka kendarai di dekat ayah. Ada dua motor saya lihat. Satu orang naik motor sendiri, sementara dua temannya berboncengan.
Baca juga: Mengenang Riyanto, Banser NU Pemeluk Bom yang Gugur di Malam Misa Natal
Saya lihat mereka berbincang dengan ayah sebentar, kemudian ayah menunjuk rumahnya. Tiga anak muda itu pun berlalu, melanjutkan perjalanannya.
Sesampai di halaman rumah, saya sambangi dan tanya ayah, ada apa dengan tiga anak muda berpakaian Banser tersebut. Rupanya mereka menawarkan bantuan, kasihan melihat ayah yang berjalan kaki mendorong motornya. Namun, tawaran tersebut ayah tolak secara halus, seraya mengatakan bahwa rumahnya ada di seberang jalan.
Tiga Banser tersebut tidak kenal dengan ayah. Ayah pun tidak kenal siapa mereka. Mereka tidak tahu bahwa ayah adalah tokoh masyarakat di kampung. Mereka juga tidak tahu bahwa dari balik kaca rumah, ada seorang Wakil Ketua Tanfidzyiah Nahdlatul Ulama tingkat cabang yang sedang memperhatikan.
Namun, tidak saling mengenal bukan alasan bagi mereka untuk berempati, peduli terhadap orang lain.
Baca juga: Jokes Gus Dur; Banser Lebih Hebat dari Tentara Amerika dan Jepang
Hari ini, rasa empati sudah mulai langka kita temukan. Banyak orang yang hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri. Sibuk dengan urusan pribadinya saja. Tidak peduli apa yang terjadi pada orang lain. Nafsi-nafsi.
Tiga personel Banser tadi memberikan teladan dan juga nasihat. Mereka sedang sibuk. Sedang menuju sebuah acara. Bahkan mungkin sedang tergesa. Karena saya lihat mereka mengendarai motor dengan kecepatan lumayan. Namun, rupanya hal itu tidak mengurangi rasa empati yang ada dalam hatinya.
Entah, mereka sudah ikut pengakaderan sampai tingkat mana, namun akhlak mereka patut untuk kita teladani. Bahwa sesibuk apa pun kita, empati dan kepedulian harus selalu ada. Akhlak mulia yang merupakan warisan dari Baginda Nabi Saw.
Baca juga: Kitab-kitab Klasik Peninggalan Banser NU
Mereka bukan kiai, bukan ustaz. Tapi mereka telah memberi pelajaran berharga kepada kita semua. Siapa pun kita, layak meneladani apa yang telah mereka lakukan.
Diam-diam, saya mendoakan mereka semoga senantiasa mendapatkan perlindungan Allah dan keberkahan dalam hidupnya. Aamiin. [DR]

One comment
[…] Baca juga: Belajar Empati kepada Banser […]