JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Biografi K.H. Idham Chalid: Ulama Intelektual-Politisi, Ketua Umum PBNU Terlama
Home » Biografi K.H. Idham Chalid: Ulama Intelektual-Politisi, Ketua Umum PBNU Terlama

JAS HIJAU – K.H. Idham Chalid lahir pada 27 Agustus 1922 di Setui, dekat Kecamatan Kotabaru, bagian tenggara Kalimantan Selatan. K.H. Idham Chalid adalah anak sulung dari lima bersaudara. Beliau adalah dari H. Muhammad Chalid, penghulu asal Amuntai, Hulu Sungai Tengah, sekitar 200 kilometer dari Banjarmasin.
Sejak kecil K.H. Idham Chalid dikenal sangat cerdas dan pemberani. Saat masuk Sekolah Rakyat (SR), ia langsung duduk di kelas dua dan bakat pidatonya mulai terlihat dan terasah.
Selepas SR, K.H. Idham Chalid melanjutkan pendidikannya ke Madrasah Ar-Rasyidiyyah pada tahun 1922. K.H. Idham Chalid—yang sedang tumbuh dan gandrung dengan pengetahuan—mendapatkan banyak kesempatan untuk mendalami bahasa Arab, bahasa Inggris, dan ilmu pengetahuan umum lainnya. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya ke Pondok Pesantren Gontor yang terletak di Ponorogo, Jawa Timur.
Kesempatan belajar di Pondok Pesantren Gontor juga dimanfaatkan oleh K.H. Idham Chalid untuk memperdalam bahasa Jepang, Jerman, dan Prancis. Tamat dari Gontor, 1943, ia melanjutkan pendidikan di Jakarta. Di ibu kota, kefasihannya dalam berbahasa Jepang membuat penjajah Dai-Nipon sangat kagum. Pihak Jepang juga sering memintanya menjadi penerjemah dalam beberapa pertemuan dengan alim ulama. Dalam pertemuan-pertemuan itulah dirinya mulai akrab dengan tokoh-tokoh utama NU.
K.H. Idham Chalid memulai kariernya di Nahdaltul Ulama dengan aktif di GP Ansor. Tahun 1952, ia diangkat sebagai ketua PB Ma’arif, organisasi sayap NU yang bergerak di bidang pendidikan. Pada tahun yang sama ia juga diangkat menjadi sekretaris jenderal partai, dan dua tahun kemudian menjadi wakil ketua. Selama masa kampanye Pemilu 1955, K.H. Idham Chalid memegang peran penting sebagai ketua Lajnah Pemilihan Umum NU.
Sepanjang tahun 1952-1955, K.H. Idham Chalid—yang juga duduk dalam Majelis Pertimbangan Politik PBNU—sering mendampingi Rais Aam PBNU, K.H. Abdul Wahab Hasbullah berkeliling ke seluruh Cabang NU di Nusantara.
Dalam Pemilu 1955, NU berhasil meraih peringkat ketiga setelah PNI dan Masyumi. Karena perolehan suara yang cukup besar dalam Pemilu 1955, pada pembentukan kabinet tahun berikutnya, Kabinet Ali Sastroamidjojo II, NU mendapat jatah lima menteri, termasuk satu kursi wakil perdana menteri, yang oleh PBNU diserahkan kepada K.H. Idham Chalid.
Pada Muktamar NU ke-21, K.H. Idham Chalid terpilih menjadi Ketua Umum PBNU. Saat dipercaya menjadi orang nomor satu NU ini, K.H. Idham Chalid masih berusia 34 tahun. Jabatan tersebut dijabatya hingga tahun 1984 dan menjadikannya orang terlama yang menjadi Ketua Umum PBNU selama 28 tahun.
Baca juga: Biografi K.H. Hasan Gipo, Ketua Tanfidziyah Perama Nahdlatul Ulama (NU)
K.H. Idham Chalid adalah ulama intelektual, piawai dalam politiknya yang cerdas. Selain itu, beliau juga salah satu anggota NU yang berhasil menjabat posisi tertinggi di pemerintahan, sebagai Wakil Perdana Menteri di era Presiden Soekarno pada tahun 1959. K.H. Idham Chalid kemudian ditarik menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung, dan setahun kemudian menjadi wakil ketua MPRS.
Pertengahan tahun 1966, Orde Lama tumbang dan tampillah Orde Baru. Namun posisi K.H. Idham Chalid di pemerintahan tidak ikut tumbang. Dalam Kabinet Ampera I, Kabinet Ampera II dan Kabinet Pembangunan I yang dibentuk Soeharto, ia dipercaya menjabat Menteri Kesejahteraan Rakyat. Kemudian, di akhir tahun 1970 ia juga merangkap jabatan sebagai Menteri Sosial untuk melanjutkan tugas dari mendiang A.M. Tambunan yang telah meninggal dunia pada 12 Desember 1970 sampai dengan terpilihnya pengganti yang tetap sampai akhir masa bakti Kabinet Pembangunan I pada tahun 1973.
Nahdlatul Ulama di bawah kepemimpinan K.H. Idham Chalid kembali mengulang sukses dalam Pemilu 1971. Namun setelah itu pemerintah melebur seluruh partai menjadi hanya tiga partai: Golkar, PDI, dan PPP dan NU tergabung di dalam PPP.
K.H. Idham Chalid pun menjabat presiden PPP yang dijabatnya sampai tahun 1989. Ia juga terpilih menjadi ketua MPR/DPR RI sampai tahun 1977. Jabatan terakhir yang diemban K.H. Idham Chalid adalah Ketua Dewan Pertimbangan Agung sampai tahun 1983.
Dalam bidang pendidikan, K.H. Idham Chalid mendirikan Universitas Nahdlatul Ulama (UNNU, sekarang Universitas Islam Nusantara) pada 30 November 1950 bersama K.H. Subhan Z.E., K.H. Achsien, K.H. Habib Utsman al-Aydarus, dan lain-lain dengan K.H. E. Z. Muttaqien.
Peraih gelar Doktor Honoris Causa dari Al-Azhar University, Kairo ini seorang tokoh nasional yang mampu berperan ganda dalam satu situasi, yakni sebagai ulama dan politisi. Sebagai ulama, ia bersikap fleksibel dan akomodatif dengan tetap berpegang pada tradisi dan prinsip Islam yang diembannya.
Demikian pula sebagai politisi, K.H. Idham Chalid mampu melakukan gerakan strategis, kompromistis, bahkan pragmatis. Dengan sikap dan peran ganda demikian, termasuk kemampuan mengubah warna kulit politik dan kemampuan beradaptasi terhadap penguasa politik ketika itu.
Sesungguhnya K.H. Idham Chalid yang berlatarbelakang guru itu adalah seorang tokoh nasional (bangsa) yang visi perjuangannya dalam berbagai peran selalu berorientasi pada kebaikan serta manfaat bagi umat dan bangsa.
Baca juga: Sejarah Berdirinya Nahdlatul Ulama, Kesaksian Langsung K.H. As’ad Syamsul Arifin
Di ranah politik, K.H. Idham Chalid menganggap NU harus ikut dalam kekuasaan sebagai kekuatan penyeimbang. Cara ini menurutnya lebih tepat ketimbang berada di luar kekuasaan yang justru menyulitkannya untuk bergerak.
Dengan visi perjuangan seperti itu, itu berpandangan tak harus kaku dalam bersikap, sehingga umat selalu terjaga kesejahteraan fisik dan spiritualnya. Apalagi situasi politik di masa Demokrasi Terpimpin dan Demokrasi Pancasila, tidak jarang adanya tekanan keras dari pihak penguasa serta partai politik dan ormas radikal.
K.H. Idham Chalid wafat pada hari Ahad, 11 Juli 2010, pukul 08.00 WIB di kediamannya Komplek Pesantren Darul Ma’arif Cipete, Jakarta Selatan, karena sakit tua.
K.H. Idham Chalid diangkat menjadi Pahlawan Nasional Indonesia bersama dengan 6 tokoh lain berdasarkan Keppres Nomor 113/TK/Tahun 2011 tanggal 7 November 2011. [DR]

2 Comments
[…] Baca juga: Biografi K.H. Idham Chalid: Ulama Intelektual Sekaligus Politisi Handal, Ketua Umum Pengurus Besar N… […]
[…] Mei 1954 dengan nama Ittihad al-Ma’ahid al-Islamiyah yang dibidani oleh K.H. Achmad Syaichu dan K.H. Idham Chalid. Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) adalah lembaga Nahdlatul Ulama dengan basis utama pondok […]