JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Biografi K.H. Nachrowi Thohir Bungkuk, Duet Terakhir K.H. Hasyim Asya’ari di PBNU
Home » Biografi K.H. Nachrowi Thohir Bungkuk, Duet Terakhir K.H. Hasyim Asya’ari di PBNU

JAS HIJAU – K.H. Nachrowi Thohir lahir di Bungkuk, Singosari, Malang, Jawa Timur pada tahun 1900 Masehi atau bertepatan pada tahun 1317 Hijrian. Semasa muda, K.H. Nachrowi Thohir menghabiskan waktunya untuk belajar agama kepada ayahnya.
Setelah selesai, K.H. Nachrowi Thohir melanjutkan belajar di pesantren yang diasuh Mbah Bungkuk. Dari Mbah Bungkuk, K.H. Nachrowi Thohir mempelajari dasar-dasar agama Islam seperti membaca al-Qur’an dan mengaji kitab-kitab tauhid (Aqidatul Awam), ilmu alat seperti Jurumiyah dan Imrithi.
Setelah selesai belajar di Mbah Bungkuk, K.H. Nachrowi Thohir melanjutkan pendidikannya dengan belajar di Pondok Pesantren Al-Ihsan Jampes, Kediri yang diasuh oleh K.H. Ihsan Muhammad Dahlan Jampes.
Setelah beberapa waktu di Pondok Pesantren Jampes, K.H. Nachrowi Thohir berpamitan kepada gurunya untuk melanjutkan pengembaraan ngangsu kawaruh (menuntut ilmu) ke Pondok Pesantren Siwalan Panji, Sidoarjo yang diasuh oleh K.H. Ya’qub.
Pesantren ini (Pondok Pesantren Siwalan Panji) dikenal sebagai basis pelabuhan para ulama-ulama yang nantinya terlibat dalam pendirian Nahdlatul Ulama seperti Hadratussyekh K.H. M. Hasyim Asy’ari. K.H. Ya’qub sendiri merupakan mertua dari K.H. Hasyim Asy’ari.
Selepas belajar kepada K.H. Ya’qub, K.H. Nachrowi Thohir kemudian melanjutkan perjalanan menuntut ilmunya ke Pondok Pesantren Jamsaren, Solo yang diasuh oleh K.H. Idris (w. 1923).
Dikisahkan, ketika berada di Pondok Pesantren Jamsaren ini, K.H. Nachrowi Thohir bersama teman-teman sesama santri membentuk kelompok diskusi. Kelak, kelompok inilah nantinya yang turut membantu K.H. Nachrowi Thohir dalam mengembangkan pendidikan di Jagalan.
Dari Pondok Pesantren Jamsaren, K.H. Nachrowi Thohir kemudian ngansu kawaruh ke Pondok Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan. Pesantren inilah yang menjadi pelabuhan terakhir dalam pengembaraan keilmuan K.H. Nachrowi Thohir.
K.H. Nachrowi Thohir sendiri dikenal sebagai tokoh muda yang peduli terhadap pendidikan. Sebagai seorang yang hidup pada masa akhir pemerintahan kolonial, ia melihat banyak sekali ketimpangan dan perbedaan yang sangat mencolok antara komunitas Islam dengan masyarakat lainnya, terutama dibidang pendidikan.
Baca juga: K.H. Hasan Gipo, Ketua Tanfidziyah Nahdlatul Ulama (NU) Pertama
Sebagai langkah pertama, pada tahun 1921, K.H. Nachrowi Thohir mendirikan Madrasah Muslimin Nahdlatul Wathan. Nama Nahdlatul Wathan sendiri di-nisbat-kan dari gerakan yang dilakukan oleh para ulama Nusantara yang dimulai pada tahun 1916.
Walaupun tidak ada keterangan lebih lengkap mengenai hal ini, pe-nisbat-an nama Nahdlatul Wathan ini tentu bukan tidak beralasan, melainkan menunjukkan jejaring yang dilakukan oleh para ulama dahulu dalam melakukan gerakan untuk Tanah Air dan mengajarkan Islam secara terstruktur.
K.H. Nachrowi Thohir mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan sebagai tonggak berdirinya Madrasah Muslimin Nahdlatul Wathan (1921), Madrasah Muslimat Nahdlatul Wathan (dirintis sejak tahun 1924), dan Hollandsch Inlandsch School (HIS) Nahdlatul Oelama (1939) di daerah Sawahan.
Seiring dengan berdirinya Nahdlatul Ulama pada tahun 1926, di mana K.H. Nachrowi Thohir Thohir menjadi salah satu muassis-nya (pendirinya), maka Madrasah Muslimin Nahdlatul Wathan tersebut berubah menjadi Madrasah Muslimin Nahdlatul Ulama. Begitu pula dengan madrasah untuk anak-anak perempuan berubah menjadi Madrasah Muslimat Nahdlatul Ulama.
K.H. Nachrowi Thohir sendiri merupakan salah seorang pendiri Nahdlatul Ulama (NU) tahun 1926. Namanya tercatat sebagai A’wan Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang pertama. Kala itu usianya baru 26 tahun dan tercatat sebagai pengurus termuda di antara 26 pengurus Syuriah lainnya.
Setelah NU membuka cabang ke daerah-daerah, K.H. Nachrowi Thohir juga menjadi Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Malang yang pertama (terhitung sejak 1926 hingga 1942).
Keterlibatan K.H. Nachrowi Thohir yang aktif dalam memperjuangkan NU sejak awal pendiriannya lalu mengantarkannya pada posisi Ketua Umum Tanfidziyah PBNU ke IV sekaligus menjadi duet terakhir pimpinan PBNU dengan Rais Akbar, Hadratussyekh K.H. M. Hasyim Asy’ari pada 1944-1951.
Semangat K.H. Nachrowi Thohir dalam organisasi memang sangat tinggi. Hal ini dibuktikan ketika sedang terjadi revolusi fisik melawan Belanda dan Jepang, beliau aktif dalam barisan Hizbullah sebagai Komandan X guna mengantarkan bangsa Indonesia ke pintu kemerdekaan. Sejak tahun 1950, beliau diangkat sebagai Kepala Kementerian Agama (sekarang Kakandepag) Kabupaten Malang hingga memasuki masa pensiun tahun 1960.
Setelah pensiun, K.H. Nachrowi Thohir lebih banyak memfokuskan perjuangannya melalui dunia pendidikan, dengan mengasuh Pondok Pesantren Miftahul Falah Bungkuk, Singosari. Selain itu, beliau juga aktif sebagai penasihat Takmir Masjid Jami’ Malang sejak tahun 1950 hingga 1980.
K.H. Nachrowi Thohir wafat pada 29 Rabiul Akhir 1400 Hijriah atau 13 Maret 1980 Maret, dimakamkan di pemakaman Bungkuk, Singosari, dalam usia 80 tahun. [DR]
