JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Biografi K.H. Syuhud Zayyadi, Pendiri Pesantren Al-Khoirot Karangsuko Malang
Home » Biografi K.H. Syuhud Zayyadi, Pendiri Pesantren Al-Khoirot Karangsuko Malang

JAS HIJAU – K.H. Syuhud Zayyadi pendiri sekaligus pengasuh pertama Pondok Pesantren Al-Khoirot Karangsuko, Gondanglegi, Malang. K.H. Syuhud Zayyadi lahir pada tahun 1930 di Madukawan, Pamekasan, Madura dari pasangan ayah bernama Kiai Zayyadi dan ibu beranama Nyai Salma.
Saat kecil, K.H. Syuhud Zayyadi belajar ilmu agama pada orang tuanya yang juga pengasuh Pondok Pesantren Madukawan, Pamekasan, Madura. Setelah remaja beliau belajar di Pondok Pesantren Bata-bata yang diasuh oleh pamannya sendiri, K.H. Abdul Majid bin Abdul Hamid bin Itsbat. Setelah itu meneruskan nyantri ke Pondok Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan yang saat itu diasuh oleh K.H. Imron Kholil, sebelum kemudian meneruskan mengaji ke Makkah al-Mukarramah. Di Makkah, beliau berguru pada beberapa masyayikh ternama yang terutama adalah Sayyid Amin al-Kutbi dan Sayyid Alwi al-Maliki ayah dari Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki.
Lima tahun berada di Makkah, K.H. Syuhud Zayyadi pulang dan menikah dengan Nyai Hj. Masluhah Muzakki Gondanglegi, Malang pada tahun 1957. Tidak lama kemudian pada 1963 beliau pindah ke desa Karangsuko, Gondanglegi dan mendirikan pesantren yang diberi nama Pondok Pesantren Al-Khoirot.
Pada 1993, K.H. Syuhud Zayyadi meninggal dunia dan pimpinan pesantren diteruskan oleh menantunya yaitu K.H. Zainal Ali Suyuthi yang masih ada hubungan keponakan misan. Ayah K.H. Zainal Ali Suyuthi ada hubungan kerabat sepupu (Jawa: misanan) dengan K.H. Syuhud Zayyadi.
Filosofi dan Metode Dakwah K.H. Syuhud Zayyadi
K.H. Syuhud Zayyadi memiliki pandangan yang diwarisi dari para masyayikh-nya terkait cara dakwah sebagai berikut:
- Dakwah amar makruf nahi munkar adalah kewajiban setiap Muslim sebagai perintah langsung dari al-Qur’an dan sunah.
- Cara berdakwah harus dilakukan sebisa mungkin dengan tanpa kekerasan dan tanpa kekasaran. Melainkan dengan cara yang lembut terutama karena dakwah yang dilakukan pada sesama Muslim. (QS. Al-Fath/48:29)
- Dakwah paling ideal adalah melalui lembaga pendidikan agama seperti pesantren dan madrasah. Karena cara ini adalah cara paling halus, lembut dan paling sedikit goncangan sosialnya serta paling terlihat hasilnya.
- Dakwah di luar jalur pendidikan dilakukan dengan langkah persuasif dan akhlak mulia. Dakwah ini dilakukan dengan tanpa sikap yang frontal pada kalangan Abangan atas perilaku yang kurang syar’i. Melainkan dengan sikap mengayomi dan membimbing mereka pada saat yang tepat. Cara dakwah seperti ini merebut hati dan pikiran umat terutama di desa Karangsuko. Sehingga, jalan di sebelah Barat pesantren diberi nama dengan Jalan Kiai Syuhud Zayyadi (walaupun dengan ejaan yang salah: Jalan Kyai Zuhud Jayadi).
Muhibbin (Pecinta) Para Habaib
K.H. Syuhud Zayyadi dikenal di kawasan Malang sebagai ulama dermawan yang mencintai habaib, para dzurriyah (keturunan) Rasulullah saw. Pintu rumah terbuka 24 jam untuk mereka. Bantuan apa pun yang diminta akan berusaha dikabulkan.
Padahal K.H. Syuhud Zayyadi bukanlah orang kaya. Kehidupan ekonominya bisa dianggap pas-pasan. Namun itu tidak menghalanginya untuk membantu para habib yang datang meminta bantuan.
Empat Golongan Habib dan Sikap K.H. Syuhud Zayyadi
Walaupun K.H. Syuhud Zayyadi adalah seorang muhibbin sejati terhadap para habaib, namun beliau memiliki cara yang berbeda dalam menyikapi perilaku para habaib sesuai dengan sikap mereka.
Secara garis besar, habaib dapat dibagi ke dalam empat kategori. Pertama, habib yang berilmu, berakhlak mulia dan berdakwah dengan cara lembut. Kedua, habib yang berilmu, berakhlak mulia dan berdakwah dengan cara keras. Ketiga, habib tidak berilmu, tapi berakhlak mulia. Keempat, habib tidak berilmu dan tidak berakhlak mulia (dan bahkan pendosa).
Pada habib golongan pertama, K.H. Syuhud Zayyadi akan menghormati dan mencintai mereka seperti layaknya menghormati dan mencintai Rasulullah. Karena mereka merepresentasikan akhlak dan perilaku Rasulullah itu sendiri. Golongan ini saat ini bisa dilihat pada diri Habib Umar bin Hafidz dan Habib Ali al-Jufri Yaman. Pada zaman beliau, terdapat Sayyid Amin al-Kutbi, Sayyid Alawi al-Maliki, Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki.
Pada golongan kedua, K.H. Syuhud Zayyadi akan menghormati keilmuannya dan darah keturunannya tapi tidak akan mengikuti langkah dakwahnya. Namun semua itu beliau lakukan tanpa menghina atau merendahkannya. Salah satu contohnya, saat Habib Ali al-Habsyi berkunjung ke Al-Khoirot, beliau disambut dan dihormati sebagai habib dan ulama. Begitu juga saat meminta meminta agar pidatonya dimasukkan speaker (TOA, pengeras suara masjid) juga dipenuhinya. Namun saat pidato Habib Ali mulai berisi ujaran kebencian dan ajakan kekerasan, TOA-nya dimatikan tapi tetap membiarkan pidato Sang Habib sampai selesai.
Pada habib golongan ketiga, K.H. Syuhud Zayyadi menghormatinya sebagai dzuriyyah Rasul, membantunya apabila perlu pertolongan dan menjadikan mereka sebagai teman dekat.
Pada habib golongan keempat, K.H. Syuhud Zayyadi tetap menghormatinya dan membantunya apabila perlu. Namun akan mengingatkan mereka apabila berbuat maksiat di depannya. Sebagaimana pernah terjadi, seorang habib datang dalam keadaan mabuk dan berbicara ngawur, K.H. Syuhud Zayyadi mengingatkan dia.
Membangun Infrastruktur Pesantren dengan Biaya Sendiri
Dalam soal pembangunan infrastruktur, K.H. Syuhud Zayyadi memiliki prinsip untuk tidak meminta bantuan pada siapa pun selagi masih ada harta milik sendiri yang bisa digunakan untuk membiayai program pengembangan infrastruktur pondok.
Pesantren Untuk Dakwah, bukan Untuk Bisnis
Salah satu pesan yang sering ditanamkan pada putera-puterinya adalah bahwa pesantren bertujuan untuk dakwah melalui pendidikan. Bukan untuk bisnis. Konsekuensinya adalah:
- Pengasuh tidak digaji dari pendapatan pondok.
- Pengasuh harus memenuhi kebutuhan ekonominya dari usaha sendiri.
- Pendapatan pondok dari mana pun harus untuk kemaslahatan pesantren meliputi pengembangan infrastruktur, biaya operasional, gaji guru, peningkatan kualitas guru, dan lain-lain.
- Semua tindakan dan perilaku pengasuh harus berdasarkan pada kepentingan umat, khususnya pesantren dan santri, bukan untuk kepentingan pribadi.
- Para pengasuh antar pesantren hendaknya bersinergi untuk meningkatkan kualitas pesantren masing-masing bukan berkompetisi untuk memperebutkan kepentingan dan pengaruh pribadi. Artinya, tidak boleh saling menjelekkan apalagi memfitnah.
Karya Tulis K.H. Syuhud Zayyadi
Hampir semua karya tulis K.H. Syuhud Zayyadi ditulis dalam bentuk syair berbahasa Arab. Sebagaimana hal yang sama dilakukan oleh gurunya yaitu Sayyid Amin al-Kutbi. Syair yang ditulis mengenai sejumlah topik. Mulai dari doa, salawat pada Rasulullah, sampai sejarah Wali Songo.
Berikut syair yang sebagian ditulis oleh Kyai Syuhud sedangkan sebagian yang lain ditulis oleh guru-guru beliau di Makkah yaitu Sayyid Amin al-Kutbi dan Sayid Alawi al-Maliki (ayah dari Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki. [DR]

One comment
[…] seorang dermawan bernama Hj. Siti Ruqoyyah asal desa Bulupitu, Gondanglegi, Malang datang ke K.H. Syuhud Zayyadi yang waktu itu masih muda dan baru beberapa tahun menikah dengan Nyai Hj. Masluhah Muzakki. Maksud […]