JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Denyut Nadi Islam di Selatan Negeri Siam
Home » Denyut Nadi Islam di Selatan Negeri Siam

JAS HIJAU – Pada Jumat malam Sabtu, 27 Januari 2023 saya tiba di Pattani, Thailand bagian Selatan. Setelah menempuh perjalanan darat kurang lebih lima jam dari Selangor kemudian Perak, Malaysia.
“Ahlan wa Sahlan, selamat datang. Alhamdulillah,” sambut Syekh Muhamad Adam al-Fattani kepada rombongan kami setelah pintu imigrasi Thailand. Beliau ulama di Pattani. Dikenal dengan panggilan Babo Mad.
Sekitar pukul 22.00 saya tiba hotel PC Pattani. Negeri Pattani cukup bersahaja. Pedagang kaki lima seperti di kota-kota Indonesia hampir selalu dijumpai sepanjang kami naik kendaran.
Memang tidak semodern kota-kota di Jawa Timur. Tetapi nampaknya pembangunan sedang baru berkembang. Jalan-jalan aspal sepertinya baru.
Meskipun mayoritas penduduk Thailand beragama Buddha, namun kesan Buddha tidak nampak di Pattani. Karena mayoritas warga Pattani adalah Muslim. Status Pattani ini merupakan wilayah. Di Indonesia kita menyebutnya provinsi.
Di Thailand ada empat wilayah yang mayoritas Muslim. Pattani, Yala, Narathiwat dan Satun. Dahulu wilayah Yala, Narathiwat dan Satun ini disebut Negeri Pattani. Disatukan dalam satu negara, Kesultanan Melayu Pattani. Setelah Pattani terintegrasi dengan Siam, Pattani kemudian dibagi-bagi lagi menjadi; Pattani, Yala, Narathiwat dan Satun oleh Kerajaan Siam. Kini disebut Kerajaan Thailand.
Di jalan-jalan Pattani kita temukan kehidupan dan tradisi Islam. Para wanita berjilbab. Pakaiannya rapi sopan. Khas wanita Melayu pada umumnya. Lelaki banyak memakai sarung. Beberapa memakai gamis ketika salat.
Tidak jauh beda dengan jalanan di kota-kota kecil di Indonesia. Toko-toko yang menjual baju Muslim mudah dijumpai. Bahkan saya mendapatkan dua toko menjual kitab. Tetapi kitab-kitab yang dijual kebanyakan kitab berbahasa Melayu dengan tulisan aksara pegon. Orang sini menyebut tulisan Jawi.
Saya membeli kitab Hidayatus Salikin karya Syekh Abdus Shomad al-Falimbangi ulama agung asal Palembang yang makamnya ada di Songkla dan kitab Darsu al-Jurumiyah ditulis oleh Tuan Guru Syekh Adnan Harun, Kepala Mahad Tahfidz Al-Bi’stah Ad-Diniyyah. Saya ketemu penulis ini di madrasahnya. Kitab ini adalah terjemahan dan Syarah Jurumiyah juga berbahasa Melayu berhuruf pegon.
Baca juga: Menaklukkan Kesultanan Manila di Utara dan Melokalisir Kekuatan Islam di Selatan
Syekh Abdus Shomad al-Falimbangi di usia remaja tinggal di Pattani untuk menuntut ilmu. Sebelum ke Makkah. Beliau sendiri keturunan Yaman dan ibu dari Palembang.
Dua kitab tersebut mempresentasikan tradisi Pattani lama dan kontemporer. Ternyata tradisi Melayu Islam masih hidup. Bahkan berkembang baik saat ini.
“Sejak 20-an tahun terakhir ini, Alhamdulillah banyak kemajuan dan perkembangan baik di sini,” ujar Babo Mad.
Saya kemudian bertanya bagaimana sikap Kerajaan Thailand terhadap Muslim Pattani. “Masyaallah, kerajaan menyokong. Masjid dan madrasah dibantu. Ada empat masjid yang dibangun oleh kerajaan. Madrasah pun kita dibantu,” tegas Babo Mad.
Kami mengunjungi Masjid Jami al-Fattani. Masjid paling besar di Pattani. Dibangun tahun 1963. Dengan bantuan dana kerajaan. Salah satu dari empat masjid yang dibangun kerajaan.
Babo menceritakan soal ini dengan sangat semangat. Diselingi bahasa Arab, ketika saya tidak paham beberapa ungkapan beliau. Sepertinya logat bahasa Melayu Pattani agak sedikit berbeda dengan Malaysia.
Ketika kami sampai di sekolah Al-Bi’tsah Ad-Diniyyah pukul 10.00, kesan santri dan Melayu sangat terasa. Sekolah ini berada di wilayah Yala. Tidak jauh dari Pattani.
“Kami memperjuangkan untuk Memelayukan anak-anak kami,” terang Tuan Guru Sholahuddin, kepala sekolah Al-Bi’tsah Ad-Diniyah. Tuan Guru Sholahuddin menjelaskan bahwa sekolah ini adalah sekolah terbesar di Thailand Selatan. Jumlah muridnya enam ribu.
Bahasa Melayu dan aksara Jawi merupakan pelajaran wajib di sekolah ini. Melayu dan Islam merupakan identitas asli bangsa Pattani. Selain itu bahasa Arab sedang dikembangkan sekolah ini.
“Kami masih memperjuangkan dua bahasa, Melayu dan Arab, sebagai pelajaran utama di sekolah ini,” terang Syekh Adnan Harun.
Muslim Melayu di Thailand Selatan ini dari segi tradisi tidak jauh berbeda dengan Malaysia. Dari pakaian, ritual ibadah dan lain lain sama. Karena sejatinya bangsa Pattani ini adalah bangsa Melayu juga.
Bangsa Pattani bermazhab Syafi’i Asy’ari. Bacaan wirid yang dibaca setelah salat sama dengan bacaan yang dibaca Muslim Indonesia. Mereka juga ada tradisi baca Ratib.
Pakaian ibadah bangsa Muslim Pattani terbiasa baju gamis dan imamah jika ke Masjid. Nampak bahwa bangsa Pattani masih kuat mempertahankan tradisi.
Perkembangan ilmu dan ekonomi sejak 20 tahun terakhir memang sangat bagus.
Menurut Syekh Adnan Harun, banyak lulusan Tsnawi dari Sekolah Al-Bi’tsah Ad-Diniyyah yang melanjutkan kuliah di Indonesia, Malaysia dan Timur Tengah. Hal ini ditunjang dukungan kerajaan dan bantuan beasiswa dari lembaga negara-negara Muslim.
Baca juga: Kenapa Gagasan Islam Nusantara Kurang Diterima di Kawasan Melayu?
“Tingkat pendidikan anak muda bangsa Pattani sangat bagus sekarang. Banyak yang studi PhD. di Indonesia,” tambah Syekh Adnan.
Perkembangan ini menggembirakan. Komunikasi mufti dan ulama Pattani dengan kerajaan sangat baik. Memang diplomasi sangat penting dilakukan dengan cara yang baik.
Nafas jantung Islam bangsa Pattani nampaknya semakin baik. Tingkat pendidikan mulai maju. Ekonomi berjalan baik. Nampak berkah kehidupan masyarakatnya. Semoga kejayaan selalu menyertai. Pattani, 28 Januari 2023. [DR]

One comment
[…] Baca juga: Denyut Nadi Islam di Selatan Negeri Siam […]