JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Fikih Anekdotal
Home » Fikih Anekdotal

JAS HIJAU – Fikih adalah salah satu bagian dalam Islam yang paling dirasakan keberadaannya. Sebab ia bersentuhan langsung dengan perilaku dan tingkah laku orang mukallaf. Dalam fikih hal sederhana seperti cara masuk ke kamar mandi hingga urusan yang paling kompleks dibahas.
Abdul Wahhab Khallaf dalam bukunya Ilmu Ushul Fiqh menulis:
من المتفق عليه بين علماء المسلمين على اختلاف مذاهبهم أن كل ما يصدر عن الإنسان من أقوال وأفعال سواء أكان من العبادات أم المعاملات أم الجرائم أم الأحوال الشخصية أم من أي نوع من أنواع العقود أو التصرفات له في الشريعة الإسلامية حكم
“Termasuk kesepakatan antara ulama dari kaum Muslimin dalam ruang lingkup perbedaan mereka bahwa semua hal yang muncul dari manusia baik berupa perkataan, perbuataan, sama saja apakah ia dari ranah ibadah, transaksional, pidana atau hukum keluarga atau dari macam apa pun dari akad-akad dan jenis transaksional semuanya memiliki kaitan dalam hukum Islam.”
Secara garis besar, fikih Islam ada dua. Pertama, fikih ibadah seperti salat, zakat, puasa, haji dan lain-lain. Kedua, fikih muamalah, seperti jual-beli, sewa-menyewa, pernikahan, pidana, tata negara dan lain-lain.
Keduanya di samping memiliki banyak persamaan juga memiliki banyak perbedaan. Salah satu perbedaanya adalah, sekiranya fikih ibadah bersifat konstan, tegas dan universal maka fikih muamalah bersifat lentur, elastis dan kompatibel dengan zaman.
Bagian kedua ini makin ke sini terus mengalami perkembangan dan dinamisasi. Hari ini fikih muamalah dalam beberapa kitab modern dibagi secara terperinci menjadi tema-tema spesifik, seperti fikih ahwal syahkhsiyah, fikih jinayah, fikih madaniyah, fikih dusturiyah, fikih murafaat, fikih dawliyah, fikih iqtishadiyah.
Di Indonesia sendiri kita mendengar beberapa term fikih baru. Misal fikih sosial yang digagas Mbah Sahal Mahfudz, fikih Indonesia ala Hasbi Assiddiqi. Ma’had Aly Situbondo dulu juga pernah melakukan hal serupa. Yaitu melakukan kajian fikih dan membuat beberapa kategori fikih menjadi tema-tema tertentu, seperti fikih tanah, fikih rakyat, fikih tasawuf, fikih anggaran dan lain sebagainya.
Kategori-kategori yang lahir dan kemudian dinisbatkan kepada term fikih menunjukkan bahwa fikih ranahnya amat luas. Menurut Wahbah al-Zuhaili, fikih cakupannya amat luas sebab ia membahas tiga ranah sekaligus, yaitu relasi manusia dengan Tuhan, relasi manusia dengan sesama manusia dan yang ketiga relasi manusia dengan kehidupan sosial.
Baca juga: Kiai Sahal Mahfudz, Pendekar Tradisi Sanad dan Pesan-pesannya
Kemarin saya mendapatkan kiriman berkah, berupa kitab-kitab yang ditulis Kiai Subhan, seorang kiai yang murni lulusan pesantren Nusantara (ia menamatkan pendidikan di Pesantren Lirboyo, Kediri, pesantren yang amat kesohor dengan keilmuannya) tetapi bisa menulis karya-karya berbahasa Arab.
Di antara beberapa karyanya ada salah satu karya yang menjadi perhatian saya, yaitu berjudul Fiqh al-Hikayah yang saya memberi arti fikih anekdotal.
Jika selama ini belajar fikih dianggap sesuatu yang “serius” karena menyangkut halal-haram dan metodologi yang “kompleks” maka Kang Subhan mencoba mengumpulkan beberapa kisah dalam beberapa bahasan fikih, yang kemudian ia sebut dengan Fiqh al-Hikayah.
Dalam buku ini, penulis mengumpulkan kisah-kisah para ulama dari berbagai generasi yang berkaitan dengan tema-tema fikih. Sekadar memberi contoh: Misal yang terkait dengan ibadah puasa, ia mencantumkan kisah seorang Majusi memiliki seorang anak yang terang-terangan makan pada siang hari bulan Ramadan di hadapan kaum Muslimin. Mengetahui hal itu, ayahnya marah dan memukulnya seketika sebab ia tak menghormati ibadah puasa umat Islam.
Seminggu dari peristiwa itu, sang ayah kemudian wafat. Suatu waktu seorang ulama bermimpi bahwa ayah yang memukul anaknya itu itu sedang di surga. Ulama tersebut kaget bukan main dan ia bertanya:
“Bukankah engkau Majusi, kenapa ada di sini?”
Orang tersebut menjawab: “Betul, akan tetapi ketika menjelang kematianku, Allah memuliakan aku dengan masuk Islam sebab aku memuliakan bulan Ramadan.”
Baca juga: Apa Pentingnya Fikih Sosial?
Dan banyak lagi kisah-kisah lucu dan menarik yang terkait tema-tema fikih dalam buku ini.
Selain kitab Fiqh al-Hikayat, Pak Kiai Subhan juga menulis risalah berbahasa Arab yang dulu viral berjudul al-Sanatir, yang isinya berupa keteladanan para santri zaman dulu ketika mencari ilmu. Ia juga menulis Naylu al-Manahil yang merupakan elaborasi (syarah) atas Tahlil. Menarik sekali. [DR]

3 Comments
[…] ———————BACA JUGAMembaca Tabiat Zaman, Syair-syair Kehidupan KH Abdul Wahid HasyimGus Mus, Ulama Sastra yang MultitalentaFikih Anekdotal […]
[…] Baca juga: Fikih Anekdotal […]
[…] Baca juga: Fikih Anekdotal […]