JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Gara-gara Foto Gus Dur dan NU, Pesantren di Papua Tak Jadi Dibakar
Home » Gara-gara Foto Gus Dur dan NU, Pesantren di Papua Tak Jadi Dibakar

JAS HIJAU – Cerita berawal dari profesi saya sebagai penjual ayam, yang Alhamdulillah lumayan sukses. Banyak masyarakat Papua, baik pendatang mau pun asli sana yang jadi pelanggan ayam saya. Namun, dalam menyembelih ayam-ayam itu, mereka masih belum dikatakan sempurna secara syar’i.
Dari situ lah awal saya memberikan sedikit demi sedikit arahan soal menyembelih hewan. Alhamdulillah, banyak yang meniru. Di Papua sini komunitas Muslim sangat minoritas. Sebetulnya banyak kelompok Islam baru yang bermunculan, namun berhaluan keras. Sehingga masyarakat asli merasa terusik dan tentu tidak begitu tertarik atas kehadiran mereka.
Karena itulah ketika kami membangun Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (PPMQ) di Papua Barat, mereka mengira bahwa kami sama dengan komunitas Muslim garis keras yang tidak simpatik kepada orang Papua dan juga adat Papua. Berkat pertolongan Allah, Alhamdulillah lama kelamaan mereka mengetahui siapa kami dan bahkan mau belajar al-Qur’an kepada kami, yang hanya penjual ayam ini.
Saya tidak punya ilmu al-Qur’an sebaik dan sepandai sahabat-sahabat santri lain. Saya hanya bisa alif, ba’, ta’. Namun, semua aktifitas mengajar Qur’an kami lakukan dengan ikhlas, sesuai nasihat Romo Kiai Yusuf Masyhar, Tebuireng.
Awal berdiri, semua menolak kehadiran PPMQ Al-Qalam. Bahkan dari pihak lintas gereja pun menolak keras (maaf, saya mengetik ini sambil menangis karena ingat waktu itu). Majelis Rakyat Papua juga menolak. Kami dikepung. Tempat kami dikelilingi pelbagai macam senjata tajam, tombak, panah, parang dan lainnya, hendak mengusir kami dari bumi Papua. Mereka pun merangsek masuk ke dalam pondok, ke ruang utama. Di saat itulah mereka melihat logo NU, foto Gus Dur, kalender Tebuireng dan MQ, serta foto Mbah Hasyim dan lainnya.
Melihat semua itu, kepala suku besar berteriak ke orang-orang sudah siap dengan senjatanya di luar pondok, “Berhenti, kau punya pesantren ada hubungan apa dengan Tebuireng dan foto-foto ini?”.
Saya hanya diam tidak menjawab. Kondisi saat itu benar-benar mencekam.
Baca juga: Teladan dari Gus Dur yang Kebaikannya Tak Ingin Diketahui Orang
Ternyata setelah itu, mereka meletakkan senjata semua. Duduk dengan hormat mengikuti kepala suku besarnya. Mereka berteriak, “Gus Dur… Gus Dur… kita punya orang tua… NU kita punya saudara…”.
Ya Allah, Ya Rabb…
Lalu mereka berkata langsung ke saya: “Pak Ustaz, mulai detik ini kami yang menjaga pesantren ini, kami yang jaga.” Lalu mereka berteriak bersama-sama tanda mendukung.
Alhamdulillah, sampai detik ini pesantren kita berdiri, dengan dukungan mereka, sahabat kami semua, yang mengakui dan tunduk menghormati Gus Dur sebagai orang tua. Masyaallah.
Terima kasih kepada kepala suku, Gus Dur dan Nahdlatul Ulama (NU). [DR]
KETERANGAN:
Kisah ini ditulis oleh Ustaz Darto Syaifuddin, pengasuh Pondok Pesantren Tahfidz Madrasatul Qur’an Al-Qolam, Papua Barat, yang juga alumni Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an Tebuireng tahun 2000. Tulisan ini diambil dari akun Facebook Ustaz Darto dan diunggah ulang di sini untuk mengenang jasa Gus Dur, Hadratussyekh K.H. Hasyim Asy’ari, NU, Tebuireng dan lainnya sebagai bahan perlajaran buat kita semua.

2 Comments
[…] Baca juga: Gara-gara Foto Gus Dur dan NU, Pesantren NU di Papua Tak Jadi Dibakar […]
[…] Baca juga: Gara-gara Foto Gus Dur dan NU, Pesantren di Papua Tak Jadi Dibakar […]