JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Guru, Melayani dan Menghadirkan Manfaat
Home » Guru, Melayani dan Menghadirkan Manfaat

JAS HIJAU – Naiknya pemberitaan mengenai kekerasan seksual yang terjadi di lembaga pendidikan agama, termasuk berbasis pesantren, di antaranya yang terjadi di Bandung beberapa waktu lalu, tentu sangat memprihatinkan kita semua. Seorang guru atau ustaz dan atau pengasuh atau keluarga pengasuh pesantren justru menjadikan santri menjadi objek seksual mereka, bahkan ada yang menjadikannya sebagai aset untuk mendapatkan keuntungan ekonomi.
Saya teringat apa yang pernah disampaikan oleh Syekh saya, Syekh Mustafa Mas’ud dalam suatu kesempatan sekitar 4 atau 5 yang lalu. Kurang lebih beliau pernah ‘ngendikan’ begini:
“Saya ini hanyalah pelayan Syekhku (Syekh Nadzim). Tanpa beliau saya bukan siapa-siapa. Saya ditugaskan Syekh Nadzim untuk melayani kalian semua (para murid)… untuk menyentuh hati kalian semua… karena itu, manfaatkanlah saya, selagi saya bisa (memberikan manfaat bagi kalian)… dan seterusnya,” kurang lebih seperti itu.
Tentu saja beliau adalah pembimbing, teladan dan pelita dalam kegelapan kami. Namun, saya ingin menyampaikan ini untuk mengingatkan diri sendiri dan mungkin juga yang lain. Sikap ini, saya kira sangatlah penting jadi pegangan para guru dan kita semua, terutama para pendidik, termasuk orang tua, bahwa kita ini hanyalah pelayan dari guru-guru kita dan gurunya guru-guru kita yang tersambung hingga Rasulullah.
Rasulullah Saw adalah Maha Guru dari kita semua yang ditunjuk langsung Allah untuk melayani umat manusia yang ‘dzaluman jahula’ dengan menyentuh hati mereka (termasuk kita semua) agar hatinya selalu kembali dan terpaut pada Allah dan Rasulullah.
Para ulama dan juga guru (dalam konteks pendidikan Islam) adalah pewaris Rasulullah Saw. Posisi mereka dan kita semua bukan hanya fasilitasi transmisi pengetahuan, sikap dan perilaku, tapi juga mentransmisikan sikap batin dan ruhaniahnya. Karena itu posisi guru sangatlah penting sebagai pembawa transmisi ini.
Pendidikan mustilah berorientasi pada pertumbuhan diri dan ruhani ini. Karena, menurut saya, tidak ada gunanya pengetahuan dan teknologi yang dikuasi oleh orang yang hatinya tidak bersih atau kotor. Bahkan al-Qur’an yang suci sekali pun bisa jadi masalah jika berada di hatinya orang-orang yang tidak bersih. Ia hanya akan jadi alat dari sifat-sifat buruknya itu.
Begitulah, menurut pemahaman saya tugas seorang guru. Ia mustilah memiliki jiwa melayani dan membimbing secara ruhani. karena itu hatinya juga harus ‘dibersihkan’. Seorang guru juga mustilah dapat menghadirkan manfaat bagi para murid-muridnya. Terjadinya kasus-kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan agama dan pesantren, saya kira merupakan pertanda terjadinya degradasi nilai-nilai dan pergesesan orientasi pendidikan. Bagaimana menurut Anda? [DR]
