JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Gus Baha dan Sikap Alami Tanpa Pencitraannya Para Ulama
Home » Gus Baha dan Sikap Alami Tanpa Pencitraannya Para Ulama

JAS HIJAU – Yang aku suka dari Gus Baha itu adalah sikap beliau sebagai ulama itu alami, di mana sikapnya itu memang sangat alami dan tidak terkesan dibuat-buat, dan itu hampir di setiap lini kehidupannya. Zahirnya sebagaimana batinnya. Sangat natural dalam segala hal.
Mulai pakaiannya alami, candaannya alami, gojlokan-nya natural, tidak terkesan dibuat-buat agar lucu. Mengajarnya juga sesuai kebutuhan, mulai dari cara bicaranya yang simpel, gaya ngajinya tidak banyak polesan, isi kajiannya tetap sesuai turats, tapi juga maju, dan kemajuan berfikirnya juga terlihat tidak karena ingin dipandang berfikir maju, tapi memang faktanya demikian
Cara beliau bertasawuf juga tidak banyak pencitraan, apalagi ngomong yang aneh-aneh, sesuai maqam dan kebutuhan saja. Doa dan zikir tidak banyak polesan, apalagi dengan gaya ingin buat orang tersentuh dan menangis, tidak ada kesan itu, kalau memang tersentuh, ya alami tersentuh, bahkan potongan ceramah beliau yang menyentuh tersebar, ya, tersebar aja secara alami, tidak ada teknik marketing tertentu dari beliau pribadi
Begitu juga gaya ritual ibadah tidak terkesan memaksa atau berlebihan. Bahkan gaya toleransinya tidak terkesan memaksa, biar terlihat bisa masuk ke mana-mana, tidak kayak orang udik yang memoles diri jadi orang metropolitan, tapi toleransi alami, sesuai arahan aja, jadi memang penghormatan pada orang tidak dibuat-buat, apalagi hanya sekadar dibuat untuk fyp (for your page).
Intinya natural dan tidak perlu banyak pencitraan. Seperti itulah sirah ulama, aulia dan para Nabi, Nabi saw becanda bukan karena ingin terlihat seru, tapi memang serunya alami. Nabi saw dalam mengajar bukan dibagus-bagusin bahasanya, karena memang sehari-hari alami seperti itu. Nabi saw dalam bergaul bukan sok asyik dan terkesan diterima semua, tapi memang asyik.
Tidak ada pencitraan formil berlebih, ya, beliau sama asyiknya ketika bareng Abu Bakar atau pun bareng Nuaiman. Begitu juga para ulama dan wali yang aku kenal, bahkan sebagian ulama besar yang menjadi guruku, saat mereka bertemu orang level presiden dan tukang sayur, ya, alami saja pergaulannya.
Aku jadi ingat pertama kali aku meminta ngaji kepada salah satu ulama besar Suriah, yaitu Syekh Rusydi Qalam. Aku sama sekali tidak tahu wajah beliau, aku cuma tahu kalau beliau mengajar di Jami Manjak, jadi datanglah aku ke Jami Manjak, sesampai di sana aku melihat ada seorang bapak-bapak lagi ngebersihin karpet masjid sendirian di pelataran masjid, dengan baju dalaman putih khas bapak-bapak.
Baca juga: Dari Ujung Peci Hingga Ujung Kaki, Gus Baha Ini Ilmu Semua
Semua orang yang melihat bapak itu pasti mengira kalau itu marbot masjid, begitu juga dengan aku lalu aku bertanya pada beliau: “Assalamualaikum, permisi pak, saya mencari Syekh Rusydi Qalam, di mana saya bisa menjumpai beliau,” dan bapak itu menjawab: “Walaikumsalam, iya saya Rusydi Qalam, gimana?.”
Bayangkan salting-nya aku, orang yang karena penampilannya yang sderhana sampai kukira marbot, ternyata faqih besar Mazhab Syafi’i di salah satu ibu kota ilmu. Tapi begitulah kesederhanaan yang alami dari para ulama
Pernah juga suatu kali, ketika aku lagi di rumah teman, waktu itu lagi main PS sama kawan, tiba-tiba ada nomor asing yang menelepon ke hp-ku, aku dengan santainya mengangkat telepon sambil melanjutkan main PS dengan kawanku. Aku tanya: “Hallo, Assalamualaikum, siapa ini?” Orang itu menjawab: “Walaikumsalam, saya Wahbah.” Aku tanya lagi: “Wahbah mana?,” aku masih belum ngeh. Yang menelepon itu menjawab: “Saya Wahbah Zuhaili.”
Akhirnya aku baru ngeh kalau yang menelepon salah satu ulama besar dunia Syekh Wahbah Zuhaili, hampir copot jantungku, lalu aku langsung keluar dari ruangan PS, untuk melanjutkan nelpon, sungguh tidak enak rasanya, goyang wak, jangankan awak yang waktu itu baru semestar 6 di kampus, ulama besar aja gemetar ditelepon tiba-tiba Syekh Wahbah, apalagi waktu itu lagi main PS, sungguh tidak enak perasaanku waktu itu. Tapi untung beliau selow aja, karena begitulah kesederhanaan Syekh Wahbah Zuhaili. Akhlak beliau begitu natural dan alami, tanpa polesan dan tidak juga dibuat-buat.
Pernah juga salah satu ulama besar Indonesia datang ke Suriah, saat di pasar beliau melihat Syekh Wahbah Zuhaili sedang belanja di pasar sebagaimana orang lain, beliau langsung malu dengan diri sendiri. Ulama sebesar Syekh Wahbah Zuhaili belanja sendiri ke pasar, sedangkan aku ada begitu banyak khadim. Padahal jika Syekh Wahbah mau punya khadim siapa yang tidak mau, hanya saja beliau begitu sederhana.
Tapi begitulah Syekh Wahbah Zuhaili, walaupun beliau itu salah satu ulama paling berpengaruh di dunia dalam 100 tahun terakhir, dan mungkin paling banyak mengarang kitab dalam satu abad ini, tapi dalam kehidupan sehari-hari beliau tampil begitu bersahaja secara alamiah, tanpa dibuat-buat dalam seluruh lini kehidupan. Percayalah saat kalian mengenal para ulama rabbany ini dari dekat, kalian akan merasakan hal yang sama.
Baca juga: Gus Baha di Mata Gus Ghofur; Abu Bakar di Zaman Ini
Dan memang begitulah normalnya sirah para ulama dan para Nabi, mereka hidup alami, tanpa banyak polesan atau pencitraan. Begitu sederhana. Dan aku melihat Gus Baha mempunyai kesederhanaan alami seperti yang ada dalam sirah para ulama, aulia dan Anbiya. Ya, tentu saja, beliau di-tarbiyah oleh ulama besar seperti Syekh Maimun Zabair, dan beliau sendiri juga termasuk para ulama, jadi wajar jika memiliki sifatnya para ulama. Allah yahfaz, Gus Baha. [DR]
