Gus, Lora dan Ustaz: Antara Dakwah dan Pesona Digital

gus-lora-dan-ustaz-antara-dakwah-dan-pesona-digital

JAS HIJAU – Di tengah hiruk-pikuk dunia digital, seorang tokoh muda muncul dan mendadak menjadi idola banyak perempuan. Tebar pesona, tutur katanya memikat, dan atribut keagamaannya seolah menjadi pemanis di layar kaca. Namun, jika kita tengok lebih dalam, apa sebenarnya yang disampaikan dalam majelis-majelisnya?

Aku sering melihat video-videonya, tapi tidak pernah hadir langsung. Yang kudengar lebih banyak candaan seputar perempuan, janda, cinta, dan keromantisan. Tidak salah, memang, apalagi jika dibandingkan dengan budaya pacaran yang tidak sesuai ajaran agama. Tetapi, apakah itu cukup? Di mana pembahasan mendalam tentang kitab? Di mana kajian yang menuntun jamaah pada pemahaman ilmu yang lebih tinggi?

Aku teringat pada majelis-majelis ilmu lain, semisal yang diisi oleh Gus Kautsar. Ada candaan di sana, tapi ia menyelipkan hikmah yang membekas. Jamaah pulang membawa ilmu, bukan hanya gelak tawa. Mereka mendapat bahan renungan, bukan sekadar hiburan.

Namun, di era ini, ada tren baru. Tokoh muda yang jual tampang sering kali viral hanya karena tebar pesonanya. Video slow motion dengan backsound syahdu, gaya hidup mewah dengan mobil sport, atau sekadar unggahan penuh gaya. Para penggemarnya memuja tanpa melihat lebih jauh, dan aku bertanya-tanya: Apakah ini yang seharusnya dicari dari seorang tokoh agama?

Di balik layar, ada mereka yang tidak terkenal. Para ulama sederhana dengan baju lusuh, sandal jepit dan motor butut, yang tetap setia mengajarkan ilmu di kampung-kampung. Wajah mereka tak bersinar di media sosial, tapi hati mereka bersinar di mata Tuhan. Mereka tidak butuh sorotan kamera, karena yang mereka kejar adalah ridaNya.

Baca juga: Mengingatkan Kembali Kriteria Kiai dan Gus ala K.H. Ahmad Siddiq Jember

Aku tidak ingin menghina atau merendahkan siapa pun. Semua orang punya peran masing-masing, dan niat baik harus selalu dihargai. Namun, aku berharap lebih pada sosok-sosok muda yang viral. Semoga mereka tidak lupa bahwa tugas utama majelis ilmu adalah mendekatkan manusia kepada Tuhan, bukan sekadar menghibur. Semoga candaan yang dilempar bukan sekadar untuk mengundang tawa, tetapi juga menyelipkan hikmah yang menggugah jiwa.

Karena pada akhirnya, yang terpenting adalah perubahan moral. Majelis ilmu seharusnya menjadi jalan pulang, bukan hanya persinggahan. [DR]


2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *