Identitas Arab itu Ilusi, Sebuah Tanggapan

identitas-arab-itu-ilusi-sebuah-tanggapan

JAS HIJAU – Secara logis, istilah “identitas” bermakna kesamaan/atau keberlekatan penuh secara substansial apa yang dianggap identitas dengan siapa yang dianggap mempunyai identitas tersebut, dan bukan sekadar tampilan yang bersifat aksidental.

Buku Identitas Arab itu Ilusi berbicara tentang hakikat identitas, yang substansial (wujudi) ini, bukan yang aksidental dan dipaksakan berdasar kesepakatan manusia secara superfisial, termasuk kesamaan wilayah tinggal, atau kemiripan fisiologi/morfologi tubuh dan sebagainya.

Karena jika itu dasarnya, orang Sunda bisa disebut Jawa karena tinggal di Pulau Jawa dan seterusnya, meski bahasanya dan budayanya berbeda-beda. Orang Mauritania dan Arab bisa sama-sama disebut Arab, karena adanya kemiripan fisiologi tubuh, meski bahasa dan budayanya berbeda.

Ya, mungkin aspek budaya inilah yang paling kuat untuk dirujuk sebagai referensi identitas yang dekat kepada makna identitas yang substansial-eksistensial tersebut.

Baca juga: Jelaskan Islam Nusantara, Kiai Said: Budaya Kita Lebih Bermartabat dari Bangsa Arab

Tapi, dalam kasus budaya Arab, ada hal yang lebih subtil yang perlu dicermati lebih jauh. Ya, dalam kasus identitas Arab, identitas budaya itu masih harus dipilah-pilah lagi ke dalam sub-subbudaya.

Ada Arab ‘Arabiy, ada pula Arab A’raby. Dan faktor paling mendasar yang menentukan pengelompokan ini adalah kefasihan bahasa tutur yang dipakai. Yakni bahasa Arab fush-hah. Jadi tak ada identitas tunggal Arab, bahkan dalam kesamaan–setidaknya, sebagian aspek—budayanya.

Sudah tentu bisa saja, untuk keperluan praktis—yang bersikap netral nilai, yakni untuk klasifikasi, statistik, dan sebagainya–orang-orang yang berasal dari negeri Arab atau memiliki fisiologi Arab itu bisa dikelompokkan jadi satu bagian.

Maka, harus dibedakan penggunaan istilah “identitas” oleh penulis dalam buku “Identitas Arab itu Ilusi” dalam maknanya yang hakiki-substansial dengan yang aksidental-superfisial.

Bahkan terkadang tak mudah juga untuk menggunakan klasifikasi identitas Arab ini. Sebagai ilustrasi, bahkan dalam sensus Amerika Serikat, orang yang secara gampang disebut dan menyebut diri beridentitas Arab mengalami kesulitan memilih etnisitas. Alasannya tidak ada pilihan etnik Arab. Mereka akhirnya terkadang memilih menjawab Asia Timur, Asia Barat, “Caucasian” atau “Afrika Utara”.

Baca juga: Arab Digarap, Barat Diruwat, Jowo Digowo

Artinya, bisa jadi para pakar di balik pembuatan sensus sudah berkesimpulan bahwa Arab memang bukan etnisitas yang bisa didefinisikan dengan tegas dan baku.

Ilustrasi praktis yang lain adalah, Liga Arab yang terdiri dari 22 negara berbeda-beda wilayah dan budaya memutuskan bahwa bahasa Arab dan aspirasi Arab—yang tak lain adalah kemerdekaan dari penjajahan dan (setidaknya pada mulanya dulu) dan perlawanan terhadap penjajahan Israel, sebagai unsur pemersatu mereka.

Bahkan, kalau saja orang mau sedikit berselancar di internet dan mencari agak serius arti kata “Arab” itu sendiri dalam kamus-kamus bahasa Arab, pasti dia akan menemukan beragam definisi yang hampir semuanya bermuara pada bahasa, sementara unsur-unsur wilayah geografis, etnisitas, budaya, dan sebagainya hanyalah aksiden yang dapat berubah-ubah.

Nah, yang diwacanakan oleh buku ini adalah; tak ada itu identitas given (yang alami/tak bisa diubah), apalagi yang datang dari Allah, yang benar-benar bisa dimaknai sebagai identitas Arab secara hakiki dan substansial.

Baca juga: Habib Lutfhi bin Yahya: Saya Bukan Bangsa Arab, Saya Orang Indonesia

Maka, adalah ilusi jika apa yang disebut sebagai “identitas Arab” kemudian dikaitkan dengan upaya pengunggulannya—baik secara ras maupun terkait dengan nilai keislaman—di atas identitas-identitas lain.

Demikianlah kira-kira tesis buku ini. Yang pasti, sebagaimana secara eksplisit dinyatakan di dalam buku ini, tesis dan isi buku ini secara keseluruhan bukanlah untuk menyuburkan sikap anti-Arab, melainkan justru juga untuk mengingatkan orang-orang yang memiliki Arabphobia agar tak melakukan generalisasi yang rancu dan menyesatkan.

Terima kasih, dan mohon maaf atas kekurangan-kekurangan yang ada. [DR]

Tulisan diambil dari utas yang dibuat oleh Bakr Smith yang diunggah melalui akun Twitternya @BakarSmith pada 17 Mei 2022.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *