JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Jejak Buya Abdul Gaffar Ismail di Semarang
Home » Jejak Buya Abdul Gaffar Ismail di Semarang

JAS HIJAU – Di Jalan Purwosari Nomor 19, Semarang, Abdul Gaffar Ismail membuka “Sekolah Terbuka” bernama Ma’had Islami atau Islamic Institute. Meski ia dibuang jauh dari kampung halamannya, dirinya tak berhenti mengajar ilmu agama, termasuk yang dilakukannya di Semarang.
Abdul Gaffar Ismail atau Buya Gaffar adalah ayahanda penyair Taufiq Ismail. Buya Gaffar lahir di Bukittinggi, 11 Agustus 1911. Ia satu almamater dengan Abdul Malik (Buya Hamka) di Sumatera Thawalib, Parebek. Sanad keilmuannya bersambung ke Syekh Khatib al-Minangkabawi, melalui Syekh Ibrahim Musa atau Inyiak Parebek. Syekh Ibrahim Musa merupakan pendiri Sumatera Thawalib di Bukittinggi.
Di usia 20-an tahun, Buya Gaffar ikut tergabung dalam Partai Muslim Indonesia (PERMI). Bagi alumnus Perguruan Sumatera Thawalib, PERMI tentu memiliki tempat, karena ia bermula dari sana lalu bertransformasi menjadi lebih terbuka secara politik. Permi memadukan semangat nasionalisme dan agama. Betapapun berusaha untuk menyebarkan gagasannya ke seluruh wilayah Hindia Belanda, tetapi jejak PERMI sebenarnya terbatas di Sumatera Barat saja. Toh demikian, kata Kevin W. Fogg (2020; 38-39), gagasan PERMI soal nasionalisme Islam tetap berdampak pada arah politik di Jawa.
Pemerintah kolonial menangkap dan mengasingkan para pimpinan PERMI. Buya Gaffar dan isterinya, Tinur Muhammad Nur juga turut dijauhkan dari Bumi Andalas. Mereka kemudian “terdampar” di Pekalongan pada 1934. Masyarakat setempat menyambut baik keduanya. Buya Gaffar muda membuka pengajian di rumahnya. Dulu namanya Jalan Bandung Nomor 60. Pemerintah Kota Pekalongan kemudian mengubah nama Jalan Bandung menjadi Jalan K.H. Abdul Gaffar Ismail.
Di Jawa, persinggungannya dengan berbagai kalangan yang bervisi sama, untuk kemerdekaan Indonesia, malah lebih intens, termasuk Soekarno. Dari Pekalongan, ia berpindah tempat ke beberapa wilayah di Jawa Tengah, termasuk Kota Semarang.
Jejak Buya Gaffar di Kota Atlas bisa dicermati, salah satunya, melalui sebuah “iklan” pada Koran Sinar Selatan 20 Agustus 1938. Buya Gaffar menginformasikan kepada publik tentang “Islamic Institute” atau Ma’had Islamiy yang telah ia buka. Di tempat itu, ia memberikan pengajaran tentang Agama Islam, Bahasa Arab, Baca Tulis Huruf Arab, Pelajaran untuk Kaum Ibu, dan Pengajian untuk umum.
Baca juga: Kiai Ridwan, Kiai Rusydi dan Kiai Tamam; Tiga Bersaudara Penggerak NU Semarang Pertama (1928)
Buya Gaffar juga tak segan memberikan masukan kepada umat Islam serta organisasi Islam di Semarang, terutama dalam menjaga kebersihan di Masjid Agung atau Masjid Kauman. Dalam surat terbuka yang dimuat di Koran Pesat edisi 16 Februari 1939, Buya Gaffar mengingatkan, selain soal kebersihan, juga keamanan bagi kendaraan para Jemaah, terutama saat melaksanakan salat Jumat. Karenanya, Buya Gaffar mengajak seluruh organisasi dan umat Islam untuk memperhatikan hal ini. [DR]
