JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
K.H. Abd. Muqsith Idris dan Jalan Kaki di Latee
Home » K.H. Abd. Muqsith Idris dan Jalan Kaki di Latee

JAS HIJAU – Dengan wafatnya Kiai Muqsith (K.H. Abd. Muqsith Idris) tadi malam, malam Jumat, 13 Februari 2025, yang bertepatan dengan malam Nisfu Sya’ban, maka generasi kedua di Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk yang tersisa hanyalah Kiai Abdul Basith AS (cucu pendiri dari jalur isteri Nyai Mariyah). Kiai Abdul Muqsith Idris adalah cucu pendiri (Kiai Muhammad as-Syarqawi) dari jalur isteri Nyai Khadijah. Saat ini, generasi kedua tersisa empat orang saja.
Kiai Muqsith adalah tipe kiai yang tidak suka merepotkan orang lain, mandiri dalam mengerjakan banyak tugas yang sebetulnya itu mungkin pantas diatasi oleh santri-santrinya, seperti mencabut rumput, memungut daun melinjo yang jatuh. Saya sering melihat beliau membereskan sampah yang berserakan di jalan yang dibuang orang, yang mungkin orang itu adalah santrinya sendiri, santri dari pondok lain, atau malah tamu.
Saya sering melihat kejadian ini karena punya jadwal ngajar di Aliyah dan saya selalu (hampir pasti) berjalan kaki saat melintas di maqbarah ke timur sampai Langgar Latee. Kalau naik sepeda kayuh, mancal baru dimulai dari pintu musala ke arah timur.
Berkat jalan kaki ini akhirnya saya lebih mengetahui secara detil hal-hal yang dikisahkan. Dan kadang pula saya diajak mampir untuk bicara hal ringan-ringan dengan beliau di patamoyan (tempat menerima tamu), di dalam. Mulai sekarang, mulailah berjalan kaki saat lewat di selatan maqbarah! Siapa tahu Anda dapat rezeki.
Kiai Muqsith juga tetap mengajar madrasah hingga beliau sepuh, Insyaallah hingga tahun 2024.
Kayaknya beliau masih mengajar. Siswa ditempatkan di serambi depan, di selatan patamoyan umum. Ada meja dan bangku di situ yang sudah disiapkan. Khidmat mengajar madrasah adalah salah satu ciri Masyayikh Annuqayah di samping mulang al-Qur’an. Ini tidak tertulis dalam AD/ART, tapi berlangsung sejak dulu sampai kini.
Kisah-kisah tentang kebiasaan Kiai Ilyas, sikap Nyai Mariyah terhadap Nyai Khadijah (sebagai “madu”), kebiasaan Kiai Husain, itikad Kiai Bukhari, serta perilaku dan akhlak sesepuh zaman dulu sering beliau tuturkan berulang-ulang. Kisah-kisah itu mungkin tidak pernah saya dengarkan kalau saya melintas di sana tidak berjalan kaki karena kemungkinan saya tidak akan dipanggil dan tidak mampir kalau saya naik sepeda motor atau mobil.
Baca juga: Sejarah dan Profil Singkat Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk, Sumenep, Madura
Sekarang Kiai Muqsith sudah wafat. Siapa yang akan memanggil Anda kalau lewat di sana untuk mengisahkan kisah-kisah dan teladan leluhur? Jangan sedih, belum terlambat, karena mereka yang wafat itu tetaplah hidup. [DR]
KETERANGAN:
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di akun Facebook penulis yang diunggahnya pada Jumat, 14 Februari 2025 (pukul 18.49 WIB) dengan judul KIAI MUQSITH DAN JALAN KAKI DI LATEE.
