K.H. Anwar Nur Bululawang, Kiai Ahli Mujahadah dan Pemerhati Ilmu

kh-anwar-nur-bululawang-kiai-ahli-mujahadah-dan-pemerhati-ilmu

JAS HIJAU – Suatu ketika K.H. Hasyim Muzadi pernah mengatakan dalam salah satu ceramahnya, ada dua orang yang sangat berpengaruh bagi dirinya. Pertama, K.H. Abdullah Faqih, pengasuh Pondok Pesantren Langitan, Tuban. Kedua, K.H. Anwar Nur, pengasuh Pondok Pesantren An-Nur Bululawang, Malang.

K.H. Hasyim Muzadi mengatakan, ketika beliau diajak bepergian oleh K.H. Anwar Nur sampailah di sebuah daerah persawahan di Blimbing (sekarang Jalan Cengger Ayam). K.H. Anwar Nur berkata kepadanya: “Di sini nanti tempat kamu mendirikan pesantren.”

K.H. Hasyim Muzadi bertanya-tanya, bukankah ini tanah orang? Tapi, beberapa tahun kemudian, ternyata perkataan K.H. Anwar Nur itu terbukti. Atas takdir dan karunia Allah, di tanah tersebut berdiri Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam yang dirintis dan diasuh olehnya.

Masih banyak lagi karamah K.H. Anwar Nur yang tidak diketahui oleh K.H. Hasyim  Muzadi dan hanya diketahui oleh santri yang lain.

Menurut beberapa sumber, asal-usul keluarga K.H. Anwar Nur berasal dari Madura, tepatnya di Toket, Pamekasan. Penduduk daerah tersebut termasuk golongan para kiai yang mengasuh pondok pesantren. Tapi, beliau sendiri dilahirkan di Probolinggo, tidak diketahui secara pasti tanggal dan tahun kelahirannya. Ayahnya bernama Nur, dan nama ibunya tidak sempat diketahui oleh cucu-cucunya.

K.H. Anwar Nur termasuk sosok yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Seluruh waktunya digunakan untuk memperdalam ilmu agama Islam. Beliau tidak hanya berguru kepada seorang kiai dan satu pesantren saja. Tetapi berpindah-pindah dari satu pesantren ke pesantren lain. Seperti di Pondok Pesantren Siwalan Panji (Sidoarjo), Pondok Pesantren Sidogiri (Pasuruan) dan beberapa pesantren lain.

K.H. Anwar Nur mendirikan pesantren di Bululawang berkat petunjuk dari guru beliau ketika masih belajar di salah satu pesantren. Berdasarkan petunjuk tersebut, kemudian beliau berjalan ke arah Selatan, dan sampailah di Bululawang. Satu hal yang selalu dipegangnya dari petunjuk gurunya adalah mengajarkan ilmu agama kepada masyarakat dalam keadaan apa pun.

Karena itu seluruh waktunya digunakan untuk mengajarkan ilmu agama. Di sela-sela mengajar, beliau meracik dan menjual jamu tradisional ke desa-desa sekitar. Selain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, juga untuk bisa berhubungan dengan masyarakat.

Di desa itu, beliau diambil menantu oleh keluarga kaya. Setelah mempersunting gadis Bululawang yang bernama Marwiyah, dengan bantuan orang tua dan masyarakat di sekitarnya yang dengan rela mewakafkan tanahnya untuk kepentingan Islam, maka dibangunlah sebuah musala di belakang rumahnya, dan beberapa kamar untuk tempat tinggal beberapa santri nantinya. Untuk kebutuhan harian disediakan lahan pertanian seluas 2 hektar.

Secara resmi pesantren itu didirikan pada tahun 1942, dan diberi nama An Nur, yang merupakan kepanjangan dari Anwar Nur, sesuai nama pendirinya. Dari pernikahan beliau, dikaruniai empat orang putera dan tiga orang puteri. Dari ketujuh putera itu, semuanya mendirikan pesantren yang tersebar di Malang, Pasuruan dan Lumajang.

Pada mulanya pesantren ini hanya mendidik santri putera yang dipimpin langsung K.H. Anwar Nur. Baru pada 1960 mendidik santri puteri, setelah puterinya kembali dari belajarnya di salah satu pesantren di Jombang.

Dalam usaha mengembangkan lembaga pendidikan Islam ini dibentuklah Yayasan Pendidikan An-Nur. Selain sistem pendidikan pesantren terus dikembangkan, Yayasan An-Nur juga mendirikan sistem pendidikan formal mulai Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah, SMP, SMU An-Nur. Karenanya pada 1973, An-Nur ditetapkan Pemda Kabupaten Malang sebagai pesantren percontohan “Pilot Proyek Pondok Pesantren”.

Semasa hidupnya perhatian K.H. Anwar Nur lebih banyak dicurahkan kepada pesantrennya. Namun demikian, ia tidak melepaskan diri dari tanggung jawabnya sebagai pemimpin masyarakat. K.H. Anwar Nur pernah menjabat sebagai Mustasyar Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Malang.

Keberadaan orang yang memiliki kharisma tinggi di kalangan masyarakat tidak dapat dipisahkan dengan tingkat pengetahuan yang dimilikinya. Wibawa kiai di mata santri dan masyarakat sering dikaitkan dengan tingkat kealimannya. Demikian pula dengan K.H. Anwar Nur.

Di akhir hayatnya tidak ada waktu untuk tidak digunakan untuk zikir dan membaca al-Qur’an. Lisannya tidak bernah berhenti untuk dua hal tersebut. K.H. Badruddin, salah seorang putera K.H. Anwar Nur menceritakan, ia kadang tidak tahu kapan waktu tidur K.H. Anwar Nur. Ibu Marwiyah mengatakan kepadanya: “Lihatlah ayahmu, dalam keadaan tidur beliau masih berguman membaca surat Yasin.”

Selain bidang pendidikan, K.H. Anwar Nur adalah kiai yang ahli mujahadah. Di masa pemberontakan PKI tahun 1965, ia menjadi tempat orang mencari ilmu kanuragan. Namun, pendidikan lah yang lebih diperhatikannya. Begitu besarnya perhatiannya pada pendidikan, sampai kebiasaannya mengajar santri barbeda dengan yang lain.

Umumnya mengaji adalah guru membacakan kitab, sedangkan santri-santri mendengar dan ngesahi kitabnya. Namun K.H. Anwar Nur berbeda. Satu orang santri ngesahi kitab, sedangkan K.H. Anwar Nur di hadapan satu orang santri membaca kitab yang ada di tangan santri itu. Ya, beliau membaca kitab milik santri dalam keadaan terbalik.

Sosok kiai yang dikenal low profile ini wafat pada tahun 1992 dan dimakamkan di Komplek Pesantren An-Nur Bululawang. Selama hayatnya, telah banyak memberikan manfaat bagi masyarakat dengan peninggalannya berupa pesantren dan lembaga pendidikan formal. Teruntuk K.H. Anwar Nur, lahu al-Fatihah. [DR]


One comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *