JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Kartini dan Perjumpaannya dengan Mahaguru Ulama Jawa
Home » Kartini dan Perjumpaannya dengan Mahaguru Ulama Jawa

JAS HIJAU – Hari ini kita merayakan Hari Kartini. Bagi saya, selain kemauan belajarnya yang kuat serta isi surat-suratnya yang bagus, Kartini memiliki relasi spesial dengan mahaguru ulama Jawa yang bernama K.H. Soleh Darat. Ulama ini menjadi guru dua pendiri ormas terbesar di Tanah Air, K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. M. Hasyim Asy’ari, serta ulama kelahiran Pacitan yang menjadi guru besar di Masjidil Haram, Syekh Mahfudz at-Tarmasy. Bisa dibilang, sanad keilmuan mayoritas ulama Jawa melalui jalur Kiai Soleh Darat.
Di era Kartini hidup, hanya sedikit umat Islam yang memahami makna al-Qur’an, sebab Belanda dengan ketat melarang penerjemahan kitab suci ini dalam bahasa lokal. Hal ini terungkap dalam surat Kartini kepada Stella Zihandelaar bertanggal 6 November 1899:
“Al-Qur’an terlalu suci; tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun, agar bisa dipahami setiap Muslim. Di sini tidak ada orang yang mengerti bahasa Arab. Di sini, orang belajar al-Qur’an tapi tidak memahami apa yang dibaca.”
Karena itu, manakala Kartini mengikuti pengajian al-Qur’an yang disampaikan Kiai Soleh Darat, di pendopo kabupaten Demak, dia begitu terpukau oleh penjelasan sang kiai mengenai makna Surat al-Fatihah.
Kemudian Kartini secara khusus meminta Kiai Sholeh agar menulis tafsir al-Qur’an. Sang kiai mengabulkannya. Untuk menghindari kecurigaan Belanda, tafsir ini ditulis menggunakan aksara Arab Pegon dan diberi judul Faidh ar-Rahman. Secara khusus Kiai Soleh Darat menghadiahkan tafsir ini kepada Kartini di hari pernikahannya dengan RM Joyoningrat, Bupati Rembang. Tafsir berbahasa Jawa ini hanya sampai pada juz 13, pada Surat Ibrahim, karena Kiai Soleh Darat keburu wafat. Namun, pengaruh tafsir ini jelas. Kartini mendapatkan pencerahan.
Dalam surat ke Ny. Abendanon, bertanggal 1 Agustus 1903, Kartini bahkan menulis: “Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu Hamba Allah swt.”
Tafsir al-Qur’an berbahasa Jawa ini pernah diterbitkan di Singapura dan dikenal sebagai tafsir pertama kali yang ditulis menggunakan bahasa Jawa.
Baca juga: Kartini, Kiai Soleh Darat dan Terjemahan al-Qur’an Bahasa Jawa
Bagi saya persinggungan keilmuan antara Kartini dengan Kiai Soleh Darat turut membentuk karakternya sebagai seorang Muslimah yang haus ilmu pengetahuan dan pencerahan reliji. Pandangan Kartini soal Islam, yang sebelumnya penuh pesimisme, berubah lebih optimis manakala berguru kepada Kiai Sholeh. Hal ini bisa kita baca dalam beberapa surat Kartini kepada Ny. Abendanon yang sudah diterbitkan dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang, sebuah kalimat energik yang diulang-ulang oleh Kartini dalam beberapa suratnya. Sebuah kalimat yang terinspirasi dari QS. al-Baqarah: 257, Minadz Dzulumati Ilan Nur.
Dengan caranya yang khas, Kiai Soleh Darat turut menempa pribadi Kartini sebagaimana beliau mempengaruhi karakter dua muridnya yang lain, K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. M. Hasyim Asy’ari.
Selamat Hari Kartini. [DR]

One comment
[…] Baca juga: Kartini dan Perjumpaannya dengan Mahaguru Ulama Jawa […]