Kartini, K.H. Soleh Darat dan Terjemahan al-Qur’an Bahasa Jawa

kartini-kh-soleh-darat-dan-terjemahan-al-quran-bahasa-jawa

JAS HIJAU – Setelah perang Jawa di bawah komando Pangeran Diponegoro berakhir tahun 1830, Belanda menemukan rahasia al-Qur’an. Ternyata sumber perlawanan heroik rakyat Jawa adalah pengetahuan mereka akan kandungan al-Qur’an melalui para kiai.

Belanda tahu bahwa kiai dan keturunannya serta para santri yang tersebar di seantero Jawa, hampir keseluruhan adalah para pengikut Pangeran Diponegoro. Oleh karena itu, dibuatlah aturan yakni al-Qur’an hanya boleh dibaca, tapi tidak boleh diterjemahkan, atau dikajikan secara terbuka.

Sehingga hanya santri-santri tertentu saja yang akhirnya sembunyi-sembunyi belajar kandungan al-Qur’an. Hingga pada generasi guru mulia K.H. Soleh Darat, Semarang pun mengalami hal yang sama. Beliau adalah ulama besar yang sangat santun dan mumpuni sehingga membuat Belanda segan.

K.H. Soleh Darat inilah yang dengan santai melanggar aturan Belanda dengan mengkajikan al-Qur’an beserta kandungannya di depan umum. Hingga suatu saat, beliau membawakan kandungan Surat al-Fatihah di Pendopo Kabupaten Demak. Bertepatan dengan RA Kartini ada di sana.

Sang puteri pun terkesima. Selama ini beliau yang luar biasa cerdasnya ini selalu mempertanyakan: “Adalah sebuah hal yang gila jika kita disuruh menghafal sesuatu tapi tidak boleh tahu maknanya.” Begitulah kira-kira pemberontakan hatinya.

Pertemuan RA Kartini dengan K.H. Soleh Darat
Selesai acara tersebut, beliau merengek-rengek kepada pamannya, Pangeran Ario Hadiningrat. Akhirnya dipertemukanlah RA Kartini dengan Kiai Soleh Darat.

Hal pertama yang ditanyakan beliau sangat mengejutkan dan membuat Kiai Soleh Darat terpesona, sama sekali tidak menyangka: “Punten ndalem sewu Romo Kiai (mohon maaf Pak Kiai), apa hukumnya orang berilmu yang menyembunyikan ilmunya?”

Baca juga: Petualangan Nyai Shinto’ Nabilah Asrori, Menghafal Al-Qur’an di Masa Tua


K.H. Soleh Darat terperanjat, lalu balik bertanya: “Apa gerangan yang menyebabkan Raden Ajeng bertanya hal tersebut?”

RA Kartini menjawab: “Romo Kiai, seumur hidup saya mengaji al-Qur’an. Baru kali ini saya berkesempatan untuk mengetahui apa makna yang terkandung di dalamnya, dalam Surat al-Fatihah sebagai induknya al-Qur’an. Sungguh membuat saya terpesona, sangat terkesima.”

“Bukan buatan rasa gembira ini ketika mengetahui kandungannya. Namun, mengapa para ulama melarang al-Qur’an diterjemahkan dan dikaji dalam bahasa Jawa. Bukankah al-Qur’an adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?” RA Kartini melanjutkan.

K.H. Soleh Darat hanya bisa tertunduk sambil berucap: “Subhanallah… Subhanallah… Subhanallah….” Ada kekaguman yang luar biasa kepada wanita masa depan ini.

Itulah yang mengilhami K.H. Soleh Darat menerjemahkan al-Qur’an dalam bahasa Jawa untuk pertama kali di Nusantara. Ditulis dengan huruf Arab Pegon, supaya tidak dicurigai penjajah.

Agen Perubahan Para Perempuan
Pada jilid I diterjemahkan sebanyak 13 juz, dari al-Fatihah hingga Surat Ibrahim, dijadikan sebagai hadiah pernikahan untuk RA Kartini. Kelanjutannya tidak bisa dilakukan karena K.H. Soleh Darat wafat.

Inilah yang membawa transformasi besar sehingga mengubah pandangan RA Kartini, dan beliau menolak peradaban Barat. Beliau ingin bangkit membela agama Islam dari fitnah yang terjadi selama ini karena ketidaktahuan yang ada.

Baca juga: Kartini dan Perjumpaannya dengan Mahaguru Ulama Jawa


RA Kartini, wanita luar biasa, yang berhasil menembus sekat penjajah, menjadi agen perubahan bagi wanita Indonesia. Menghadirkan kembali Islam dan al-Qur’an sebagai serat agung gegemaning para jalma. [DR]


2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *