JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Kebangkitan Para Mufassir Indonesia
Home » Kebangkitan Para Mufassir Indonesia

JAS HIJAU – Dulu pada tahun 2008-2013 saat awal mencecap pendidikan S1-S2 di UIN Sunan Ampel bidang tafsir hadis, saya hanya berbekal sedikit pengalaman belajar tafsir juz ‘amma kelas Ibtidaiyah dan ngaji kitab tafsir Jalalain dari Ploso, plus sedikit tafsir Thobari langsung kepada Mbah Dimyati di Pandeglang, Banten.
Kelas akselerasi tafsir hadis ini kebetulan diampu beberapa dosen yang expert dan legendaris, sebut saja alm. Prof. Roem Rowi (alumni Gontor dan Al-Azhar), alm. Prof. Jamaluddin Miri (alumni Tebuireng dan Ummul Quro, santri Syekh Ali Assobuni), Prof. Abd Kholid (Pondok Pesantren Tambak beras), alm. Prof. Maksum (alumni pesantren Gresik), alm. Prof. Zainul Arifin (ahli hadis alumni Universitas Islamiyah Madinah), Prof. Said Agil Munawar (mantan Menag RI, ahli tafsir, santri Syekh Yasin Padang), dan K.H. Hasyim Abbas (Tebuireng).
Pengenalan tentang seluk beluk tafsir dan hadis 100% saya dapatkan dari kampus yang didirikan oleh para kiai ini. Bagaimana tidak, di bidang tafsir saya harus membaca karya Syekh Manna’ al-Qaththan, Syekh Badruddin az-Zarkasyi, Syekh Ali Assobuni, hingga beberapa tafsir nusantara seperti tafsir Annur karya Hasbi Assiddiqie hingga tafsir Al-Misbah karya Prof. Quraish SHihab.
Tidak cukup di situ, saya juga ngefans pada kitab Mu’jam Mufahras li al-Fadzil Qur’an karya Muhammad Fuad Abd. Baqi. Bahkan kitab Madzahib tafsirnya Ignaz Goldziher orientalis juga tak luput dari sasaran bacaan.
Belum lagi di bidang hadis, saya konsentrasikan pada pemahaman, pemaknaan, kaidah kesahihan sanad matan, jarh ta’dil, konsep ‘adalah, tarikh ruwat, hingga mengulik kitab kutubuttis’ah, dan membuka beberapa kitab sejarah misalnya Tarikh Baghdad, Hayatussohabat.
Kembali membincangkan tafsir al-Qur’an. Pada suatu kesempatan saya pernah menanyakan kepada (seingat saya Prof. Jamaludin) mengapa tafsir Jalalain lebih sering digemari ketimbang yang lain? Beliau menjawab sebab ciri khas tafsir Jalalain itu ijmaliy (global dan ringkas) sesuai dengan karakter masyarakat di Indonesia.
Baca juga: K.H. R. Asnawi Sepuh Kudus, Ujung Sanad Kajian Tafsir Jalalain di Nusantara
Corak tafsir al-Qur’an maupun penafsiran hadis di Indonesia cenderung terbawa ke ranah syarah hukum fikihnya, sehingga pendalaman fan ulumul Qur’an dan penafsirannya, ulumul hadits beserta kaidahnya dirasa masih kurang.Over all, kesemua fan yang saya pelajari ternyata masih berada di “tepian pantai”, setelah melihat karya Gus Awis (K.H. Afifuddin Dimyathi) dan para kiai yang pakar di bidang al-Qur’an dan tafsirnya. Semoga Panjenengan sedoyo mendapat berkah al-Qur’an dan memberikan kontribusi keilmuan di bidang tafsir al-Qur’an di Indonesia layaknya para masyayikh Nusantara dulu kala, seperti Syekh Nawawi Banten, K.H. Soleh Darat, dan Syaikhona Kholil Bangkalan. [DR]

One comment
[…] Baca juga: Kebangkitan Para Mufassir Indonesia […]