Belajar Ketawadhuan Imam Syafi’i kepada Muridnya

Ketawadhuan Imam Syafi’i yang Mencari Berkah dari Air Sisa Basuhan Baju Muridnya

JAS HIJAU – Walau tak kasat mata, keberkahan itu nyata dan ada. Dalam keseharian, keberkahan itu terasa sekali dan beragam bentuknya. Keberkahannlah yang acap kali membuat sesuatu yang nampak receh tak lagi remeh. Keberkahan ini pulalah yang mengubah nasib seseorang yang mulanya bukan siapa-siapa lantas menjadi apa-apa.

Itulah sebabnya, beragam laku dilakukan seseorang agar diraihnya keberkahan dalam hidup. Bagi seorang murid, keberkahan bisa diraihnya dengan berkhidmat kepada gurunya. Pun juga sebaliknya, guru juga bisa meraih keberkahan dari muridnya.

Elok budi inilah yang coba dilakukan oleh Imam Syafi’I kepada muridnya yang bernama Imam Ahmad bin Hambal, ia tabarrukan (mencari berkah). Sang guru tabarrukan dengan air bekas basuhan baju milik Imam Ahmad bin Hambal yang tidak lain adalah muridnya sendiri.

Suatu hari, Imam Syafi’i berkirim surat kepada Imam Ahmad bin Hambal melalui Rabi’ bin Sulaiman. Singkat cerita, Rabi’ bertemu Imam Ahmad bin Hambal di kediamannya sesaat setelah salat Subuh. Bergegas ia menyampaikan amah dari Imam Syafi’i.

Baca juga: Ketawadhuan Gus Mus dan Habib Quraish Shihab

Tidak lama berselang, Imam Ahmad membuka surat tersebut dan membacanya. Sebagai ungakapan terima kasihnya kepada Rabi’, Imam Ahmad mencopot baju gamis yang menempel di tubuhnya dan diberikan kepada Rabi’.

Rupanya, surat yang ditulis Imam Syafi’i adalah perintah dari Nabi dan Baginda Nabi menitip salam untuk Imam Ahmad bin Hambal.

اكْتُبْ إِلى أَبي عَبْدِ اللهِ وَاقرأ عَلَيْهِ السَّلامَ وَقُلْ لَهُ إِنَّكَ سَتُمْتَحَنُ فَلا تُجِبْهُمْ فَيَرْفَعُ اللهُ لَكَ عَلَمًا إِلى يَوْمَ الْقِيامَةِ

“Kirimkan surat kepada Abu Abdillah (Imam Ahmad bin Hambal) dan bacakan salamku kepadanya. Kemudian katakan padanya: Sesungguhnya engkau akan mendapat cobaan besar. Ketika itu jangan engkau turuti mereka maka Allah akan mengangkat namamu hingga hari kiamat.”

Setelah urusan selesai, Rabi’ kembali pulang ke Mesir. Ia segera menemui Imam Syafi’i dan memberikan surat balasan dari Imam Ahmad.

Baca juga: Ketawadhuan Habib Munzir al-Musawa dan Kiai Idris Marzuki Lirboyo

Setelah itu Imam Syafi’i bertanya: “Apa yang diberikannya padamu?”

Rabi’ menjawab: “Ia memberikan baju gamisnya.”

Imam Syafi’i melihat kegembiraan yang terpancar dari Rabi’ karena menerima baju tersebut. Kemudian Imam Syafii berkata, لَيْسَ نَفْجَعُكَ بِهِ وَلَكِنْ بُلَّهُ وادْفَعْ إِليّ الْمَاءَ لأَتَبَرَّكَ بِهِ.

“Kami bukan hendak menyusahkanmu dengan (memintamu memberikan baju itu padaku), namun basuhlah baju itu kemudian berikan air basuhannya padaku agar aku bisa bertabarruk dengannya.”

Iya, Imamuma al-Syafi’i tabarrukan dengan air basuhan baju milik muridnya. Cara tabarrukan yang anti mainstream. Saya peribadi belum bisa menirunya.Walau begitu, spiritnya bisa dicopas. Intinya, kerendahan hati. Selama masih ada kalimat, “aku gurumu” dan “kamu muridku” maka itu artinya kita masih tinggi hati. [DR]


Baca juga artikel-artikel tentang ULAMA dan tulisan-tulisan dari DONI EKASAPUTRA lainnya di Jas Hijau (jashijau.com).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *