JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
K.H. Badri Mashduqi: Sufi yang Cerdik, Pendekar Fikih yang Tangguh
Home » K.H. Badri Mashduqi: Sufi yang Cerdik, Pendekar Fikih yang Tangguh

JAS HIJAU – Bagi saya, K.H. Badri Mashduqi adalah di antara sekian banyak ulama yang menguasai keilmuan fikih sekaligus tasawuf secara mendalam. Sebagai seorang faqih, beliau bukan hanya dikenal sebagai pendekar bahtsul masail (sebuah forum musyawarah fikih khas pesantren dan NU untuk mencari solusi atas sebuah masalah) yang menguasi kitab klasik dengan baik, melainkan pula masyhur sebagai seorang mursyid alias muqaddam Tarekat Tijaniyah. Faqih sekaligus seorang sufi.
Namun, meski menguasai dua bidang keilmuan ini, K.H. Badri Mashduqi bisa memadukannya untuk memberikan solusi atas permasalahan kontemporer. Pada suatu kesempatan, beliau terbiasa adu penguasaan khazanah klasik berhadapan dengan ulama lain. Di lain waktu, beliau menjadi pemateri seminar yang tidak canggung beradu pendapat dengan dokter, pejabat, maupun intelektual kampus.
Di kesempatan lain, K.H. Badri Mashduqi biasa memberikan solusi praktis manakala ada umatnya yang sowan mengadukan masalahnya: sulit jodoh, rezeki seret, anak nakal, banyak utang, anak sakit, gangguan jin, dan berbagai masalah yang dialami wong cilik lain. Di situ, K.H. Badri Mashduqi benar-benar menjadi khadim al-ummah, pelayan masyarakat, yang melayani keluh kesah dan membantu umatnya.
Selain hal tersebut, di antara yang saya kagumi dari K.H. Badri Mashduqi adalah konsistensinya. Menyangkut perkara fikih, beliau akan mempertahankan argumentasinya dengan konsisten. Termasuk pandangannya mengenai pajak dan zakat, nikah mut’ah (nikah kontrak), Ahlussunnah wal Jamaah, kepemimpinan bangsa, bayi tabung, hingga KB (berbagai pandangan beliau ada di buku karya Saifullah yang berjudul K.H. Badri Mashduqi: Kiprah dan Keteladanan (Yogyakarta: LKiS, 2008). Sedangkan dalam hal mendidik santri dan masyarakat, beliau melakukannya dengan kasih sayang. Khas ulama sufi.
Kiai yang lahir pada tahun 1942 ini seringkali hadir sebagai pemateri dalam acara seminar. Selain sorban yang melilit kepalanya, di antara ciri khas lainnya adalah beliau selalu menulis makalah. Hal ini dilakukan semata-mata agar peserta seminar bisa memahami argumentasinya dengan baik.
Siasat di Hadapan Pejabat
Di zaman Orde Baru, aktifitas yang dilakukan oleh Nahdliyyin tidak sebebas sekarang. Dulu, seringkali terjadi pencekalan bagi mubaligh, khususnya dari NU. K.H. Badri Mashduqi, yang terkenal kritis terhadap kebijakan pemerintah yang tidak memihak umat, seringkali diawasi oleh intel pemerintah.
Nah, dalam sebuah kesempatan, bersama K.H. Abdul Wahid Zaini (Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton), beliau mengisi seminar yang dihadiri para kiai. Berbagai pandangan beliau kemukakan. Namun, di tengah seminar, tiba-tiba pejabat daerah masuk ke dalam forum tersebut disertai beberapa pengawalnya.
Maksudnya, tentu saja mengawasi apa yang disampaikan oleh K.H. Badri Mashduqi. Kalau dianggap “subversif”, maka langsung diciduk aparat.
Baca juga: K.H. Muhammad Ilyas, Arek Kraksaan yang Menjadi Menteri Agama
Bagaimana reaksi K.H. Badri Mashduqi melihat kedatangan pejabat ini? Dengan cerdik, beliau bersiasat. Jika sebelumnya menggunakan bahasa Indonesia, kini beliau langsung menggantinya dengan bahasa Arab. Kiai Wahid Zaini juga mengikuti langkah yang sama. Keduanya berorasi dengan lugas dan fasih. Para kiai yang hadir hanya tersenyum melihat kecerdikan keduanya.
Dengan cara ini, pejabat yang hadir mengawasi hanya bisa mlongo, tidak memahami apa yang disampaikan dua kiai ahli fikih tersebut. Sehingga jadilah ini “pengawasan” yang sia-sia.
Demikianlah. Kesimpulanya, K.H. Badri Mashduqi yang wafat pada 14 Oktober 2002 bukan hanya seorang faqih sekaligus sufi, melainkan pula seorang panutan umat yang cerdik. [DR]

One comment
[…] – Pondok Pesantren Badridduja Kraksaan, Probolinggo didirikan pada tahun 28 Januari 1967 oleh K.H. Badri Masduqi. Beliau berasal dari Desa Perenduan, Sumenep. Badridduja merupakan salah satu pesantren yang ada di […]