Kiai Asmawi Sebelum Pergi, Sebuah Obituari

kiai-asmawi-sebelum-pergi-sebuah-obituari

JAS HIJAU – Pengajian bulanan kitab Ihya Ulumuddin al-Ghazali bulan Oktober kemarin seharusnya diliburkan lagi setelah bulan sebelumnya juga diliburkan, mengingat kesehatan Kiai Asmawi belum membaik. Pihak keluarga sudah menasihati, hanya saja Kiai Asmawi merasa tidak enak sama jamaah jika libur terus. Akhirnya pengajian tersebut tetap digelar sekalipun kondisi Kiai Asmawi belum membaik. Benar saja baru seperempat jalannya pengajian, Kiai Asmawi tak sanggup lagi melanjutkan dan mengakhiri pengajian.

Kecintaannya terhadap ilmu agama dan umat tidak diragukan dan tidak pandang bulu mengayomi masyarakat, beliau bukan sosok kiai yang adigang adigung adiguna. Ketika ada preman kampung yang jelas-jelas memanfaatkan welas asihnya untuk memeras beliau, sifat welas asihnya tidak hilang, beliau tetap memberi uang yang diminta namun tidak lupa menasihati preman tersebut dengan lemah lembut.

Kamis malam, tanggal 5 Desember 2024, Kiai Asmawi memanggil isterinya dan berwasiat:

“Titip anak-anak dan santri, saya mau pergi jauh.”

“Mau pergi ke mana?” tanya Mimi Nyai.

“Saya sudah tidak kuat lagi,” pungkas Kiai Asmawi.

Suasana kamar Kiai Asmawi malam itu menjadi hening, Mimi Nyai hanya tertunduk merenung, mengingat mimpinya beberapa malam yang lalu saat didatangi Almaghfurlah pamannya, K.H. Sadzili. Dalam mimpi tersebut Kiai Sadzili berpesan padanya:

“Nanti Asmawi jangan jauh-jauh, di sampingku saja (makbaroh Tholibin).”

Pecah air mata Mimi Nyai malam itu, namun beliau harus pasrah pada takdir, pasrah pada kehendak Tuhan.

Jumat, 6 Desember 2024, Kiai Asmawi semakin kritis dan segera dilarikan ke rumah sakit Mitra Prapatan untuk mendapatkan perawatan medis sebagai bentuk ikhtiar keluarga untuk kesehatan Kiai Asmawi.

Sabtu, 7 Desember 2024 ba’da Isyak, Kiai kelahiran 13 April 1951 tersebut dinyatakan wafat dalam usia 73 tahun.

Kiai Asmawi telah berpulang, purna bakti sebagai kiai sesepuh Pesantren Babakan, sebagai pengasuh Pondok Pesantren Azziyadah, sebagai suami, sebagai ayah dan sebagai seorang kakek. Kiai yang menganggap dirinya sebagai khodim (pelayan) santri tersebut dimakamkan di makbaroh Tholibin pada hari Ahad, 8 Desember 2024.

Selamat jalan, Kiai, kitab-kitab yang kau tulis, santri-santri yang kau didik, serta masyarakat awam yang kau ayomi bersaksi bahwa engkau adalah orang saleh, tiyang sae (orang baik), kiai sejati. Surga tempatmu, Kiai. Amin. [DR]


Agus Salim, Babakan 08 Desember 2024

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *