JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Kiai Soleh Darat dan Cinta Tanah Air
Home » Kiai Soleh Darat dan Cinta Tanah Air

JAS HIJAU – Kiai, santri dan pesantren sangat mencintai tanah kelahirannya. Dulu, pesantren-pesantren di Jawa banyak disebut atau memakai nama dengan nama daerah di mana pesantren tersebut berada.
Nama daerah, sebagai tanah kelahiran, juga disematkan pada nama-nama para kiai dan ulama Nusantara. Oleh karena itu, daerah Singkel, Bogor, Betawi, Banten, Rembang, Kudus, Bangkalan, Yogya, Mandar, untuk sekadar disebut sebagai contoh, demikian populer dalam teks keislaman Nusantara.
Mereka tak perlu diajari apa itu nasionalis dan apa itu cinta tanah air. Begitu cintanya pada tanah airnya, Kiai Soleh Darat, mahaguru dari dua tokoh nasionalis: Mbah Hasyim Asy’ari dan Kiai Ahmad Dahlan, misalnya, menolak memakai jas, topi, dan dasi. Karena pakaian ini bagian dari identitas kolonial Belanda. Hal ini bisa dibaca pada kitab karangan beliau Majmu’ah al-Syari’ah al-Kafiyah li al-‘Awam yang saya sertakan di sini [lihat gambar di ats]. Pandangannya ini tentu selaiknya dibaca dalam konteks ruang, sejarah, dan audiens masyarakat Jawa akhir abad 19 M.
Begitulah. Ketika tak ada senapan di tangan, apalagi mesiu atau meriam, beliau melakukan strategi perlawanan kebudayaan kepada Belanda.
Jadi, kalau ada pesantren di negeri ini tiba tiba menolak mencintai tanah airnya, hakikatnya dia sedang membuang kesadaran jati diri dan asal usulnya.
Kita sudah lama diingatkan oleh Pangeran Sambernyawa, pada akhir abad 18, tentang tri darma, yaitu: rumongso melu handarbeni, wajib melu hangrungkebi, dan mulat sariro hangroso wani. [DR]

2 Comments
[…] Baca juga: Kiai Soleh Darat dan Cinta Tanah Air […]
[…] Baca juga: K.H. Soleh Darat (Semarang) dan Cinta Tanah Air […]