JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Kiai Wahab Hasbullah, Sosok Kiai yang Enerjik
Home » Kiai Wahab Hasbullah, Sosok Kiai yang Enerjik

JAS HIJAU – Tadi pagi, Ustaz Hasyim Khan bercerita di rumah saya tentang peristiwa kehadiran Kiai Wahab Hasbullah (1888-1971) ke Raudlatul Ulum Ganjaran, Gondanglegi, Malang. Peristiwa itu terjadi kira-kira pada tahun 1966 atau 1967; Ustaz Hasyim tak begitu ingat tahun (apalagi bulan dan tanggal) yang pasti, karena beliau saat itu masih seusia kelas 6 MI. Yang jelas, menurutnya, peristiwa itu terjadi beberapa bulan setelah peristiwa Gestapu tahun 1965.
Kiai Wahab saat itu hadir untuk membuka sebuah acara yang bertempat di Raudlatul Ulum. “Selain kakak saya, Ustaz Asymuni, acara itu juga diikuti oleh banyak peserta dari luar Ganjaran,” kisah Ustaz Hasyim. Dalam bayangan saya, itu mungkin semacam kegiatan penataran bagi kalangan pengurus NU, minimal tingkat Cabang Kabupaten Malang.
“Saya tak tahu persis acara apa waktu itu,” lanjut Ustaz Hasyim. “Hanya saja, saya sempat membaca sekilas tulisan pada map yang dibawa kakak saya; sepertinya berbunyi ‘Upgrading Cost’, kalau tak salah”. (Spontan saya langsung konsultasi ke Mbah Google, tapi kayaknya si Mbah tak punya data tentang itu, hach).
“Saat itu,” lanjut Ustaz Hasyim, “Kiai Wahab sudah sepuh, tidak sehat, dan sudah rabun. Beliau harus dipapah kanan-kiri saat berjalan dan naik ke atas pentas (podium).” Tentang apa isi ceramah Kiai Wahab ketika itu, Ustaz Hasyim mengaku tidak tahu. “Selesai upacara dan acara hendak dibuka, semua siswa termasuk saya disuruh pulang,” sambungnya.
Selepas membuka acara itu, Kiai Wahab, menurut Ustaz Hasyim, tidak langsung pulang ke Tambakberas. Beliau juga mengisi pengajian kitab di Balai Desa Ganjaran; difasilitasi oleh H. Abdurrahman, Petinggi Ganjaran waktu itu. Acara pengajian itu diikuti oleh sejumlah kiai, guru, dan tokoh masyarakat Ganjaran dan sekitarnya.
Baca juga: Kiai Wahab Hasbullah, Penggagas Berdirinya GP Ansor
“Kiai Wahab memang sosok yang luar biasa,” kenang Ustaz Hasyim. “Beliau sama sekali tidak terkendala oleh rabunnya penglihatan. Saya lupa nama kitabnya, tapi saya ingat bahwa beliau ketika itu lancar-lancar saja dalam membaca kitab itu. Apa mungkin beliau hafal, ya?” ujarnya sambil menyeruput kopi dan menyulut rokoknya.
Setelah Ustaz Hasyim pulang, saya termenung memaknai peristiwa itu. “Sayang sekali,” batin saya. “Seandainya ada foto atau dokumen apa begitu terkait perstiwa itu, tentu tambah sip ini, hach.” Namun, minimal, ada dua hal penting yang terlintas dalam benak saya.
Pertama, peristiwa itu semakin mempertegas performa enerjik sosok Kiai Wahab Hasbullah. Usia sepuh (sekitar usia 78 tahun ketika itu) dan fisik yang sudah rapuh sama sekali tidak mengurangi semangat dan perasaan tanggung jawab beliau selaku Rais Aam PBNU (beliau jabat mulai tahun 1947 hingga wafat tahun 1971) untuk melakukan turba ke kantong-kantong terbawah basis NU.
Kehadiran beliau ke Raudlatul Ulum saat itu jelas adalah sebuah peristiwa dan anugerah besar. Kiai Wahab adalah sosok paling penting nomor dua di bawah Hadratussyekh Kiai Hasyim Asy’ari selaku “the founding fathers” organisasi NU.
Bahkan, Kiai Wahab lah sebetulnya sosok yang paling berperan di balik proses pendirian dan penataan organisasi NU pada masa awal. Kehadiran sosok penting seperti Kiai Wahab jelas menularkan “energi aktif” tersendiri bagi “the founding fathers” Raudlatul Ulum ketika itu.
Baca juga: Kiai Wahab Hasbullah, Boneknya Para Kiai NU
Kedua, peristiwa ini juga menguatkan fakta adanya jalinan komunikasi tokoh-tokoh Raudlatul Ulum pada era dulu dengan tokoh-tokoh besar NU. Tokoh yang diundang pun tidak tanggung-tanggung; sekelas Rais Aam dan Ketua Umum PBNU, mulai dari Kiai Wahab Hasbullah (Rais Aam PBNU) pada tahun 1966/67, Kiai Idham Chalid (Ketua Umum PBNU) pada tahun 1975, hingga Kiai Achmad Siddiq (Rais Aam PBNU) pada tahun 1987. Deretan nama ini bisa terus bertambah, seiring dengan bertambahnya cerita dan data baru.
Pertanyaannya, “lalu apa yang telah dan bisa kita lakukan untuk meneruskan cita-cita dan perjuangan seluruh beliau itu?” Sampai pada pertanyaan ini, saya jadi tertunduk malu sendiri dan “speechless” alias “terdiam, clep.” [DR]
KETERANGAN:
Artikel ini diunggah di akun Facebook penulis pada hari Minggu, 03 Oktober 2016 (pukul 13.10 WIB), judul dalam tulisan dari Redaksi karena penulis tidak memberikan judul dalam unggahannya.

2 Comments
[…] Baca juga: Kiai Wahab Chasbullah, Sosok Kiai yang Enerjik […]
[…] Baca juga: Kiai Wahab Habullah, Sosok Kiai yang Enerjik […]