JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Biografi K.H. Yahya Syabrawi, Pendiri Pesantren Raudlatul Ulum 1 Ganjaran Malang
Home » Biografi K.H. Yahya Syabrawi, Pendiri Pesantren Raudlatul Ulum 1 Ganjaran Malang

JAS HIJAU – Jika saat ini Desa Ganjaran, Gondanglegi, Malang dipadati dengan masyarakatnya yang ramah, suara-suara merdu santri mengaji, pondok-pondok pesantren yang terlihat eksis mengkaji kitab kuning, maka suasana tersebut tidak terlepas dari jasa sosok seorang kiai yang tawadhu, cinta akan ilmu, sekaligus mukasyif.
Sebuah bait di dalam kitab Sofwatus Zubad, dengan redaksi:
والأولياء ذوو كرامات رتب # و ما انتهولولد من غير أب
“Para wali (orang-orang yang dicintai oleh Allah karena ketaatan mereka dan jauhnya mereka dari perbuatan maksiat) itu mempunyai karamah (keistimewaan) yang bertingkat, (tetapi setinggi apapun karomah tersebut) tidak akan sampai pada tingkatan (yang dapat) menjadikan anak tanpa ayah.”
Seorang wali Allah diberi keistimewaan yang bertingkat, salah satu dari keistimewaan tersebut adalah kasyaf (terbukanya hijab atau tabir pemisah antara hamba dan Tuhan. Allah membukakan tabir bagi kekasihNya untuk melihat, mendengar, merasakan, dan mengetahui hal-hal gaib).
Sepercik kisah unik dari seorang kiai yang berjasa besar bagi umat Muslim dan Desa Ganjaran khususnya; kala itu Kiai Romli (Madura) ketika ia masih menjadi santri di Ganjaran, Sang Kiai pernah menyuruhnya untuk meminta uang kepada Kepala Desa. Sambil berjalan menuju gerbang pesantren sebelah selatan, santri gemuk ini bergumam dalam hati: “Katanya uang negara haram. Tapi saya disuruh minta.”
Spontan kiai memanggilnya: ”Heh, itu bukan uang negara. Itu uang tebuku yang ada di Bapak Kepala Desa!” hardik kiai dengan keras.
Kiai dalam kisah mukasyafah tersebut merupakan pendiri Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1, seorang ulama yang tawadhu, cinta akan ilmu sekaligus gigih memperjuangkan Islam, beliau adalah K.H. Yahya Syabrawi.
Enam kilometer sebelah barat dari Kota Sampang, Madura terdapat Perkampungan Tattat Sampang. Kampung inilah tempat kelahiran K.H. Yahya Syabrawi. Beliau lahir pada tahun 1907 Masehi.
K.H. Yahya Syabrawi merupakan salah satu cucu dari seorang yang wara’ dikenal sebagai ‘Adek’ dari kampung Tattat Sampang. Ibu beliau (Nyai Latifah) adalah salah satu puteri K.H. Ismail Ombul, Sampang, Madura, yang merupakan salah satu keturunan dari Syekh Sulaiman Mojo Agung, pendiri Pondok Pesantren Sidogiri. Tidak heran jika K.H. Yahya Syabrawi memiliki kepribadian yang haibah (kewibawaan) dan istikamah dalam aplikasi kehidupan beliau.
Pendidikan awal yang diserap oleh K.H. Yahya Syabrawi adalah hasil dari didikan orang tuanya sendiri, Kiai Syabrawi. Dari beliaulah K.H. Yahya Syabrawi menuntut dasar-dasar ilmu agama dan kehidupan. Setelah menginjak dewasa beliau melanjutkan studinya kepada Kiai Makki Sampang selama delapan tahun. Berkat prestasi dan kepandaian beliau, K.H. Yahya Syabrawi diperintahkan membantu mengajar di pondok pesantren tersebut.
Baca juga: Mengenal Kiai Qoffal Syabrawi, Sosok Tegas dan Konsisten
Setelah itu pengembaraan ilmu beliau dilanjutkan ke Pondok Pesantren Panji Sidoarjo yang diasuh oleh K.H. Khozin. Sebagai tafa’ulan terhadap guru, putera pertama beliau diberi nama yang sama dengan gurunya, yaitu Khozin. Di pondok pesantren tersebut, beliau juga mendapat kepercayaan mewakili kiai untuk mengajarkan kitab kuning.
Setelah nyantri kepada Kiai Kholil Bangkalan dan mendapat bisyaroh dari gurunya, K.H. Bukhori membatalkan niat untuk berdakwah ke Jawa Tengah, melainkan pergi menuju Malang untuk berdakwah. Pada tahun 1937 sampailah beliau di Desa Ganjaran bersama keponakannya, K.H. Yahya Syabrawi.
Sesampainya K.H. Yahya Syabrawi di Ganjaran, beliau dinikahkan oleh Kiai Bukhori dengan puterinya sendiri. Namun setelah meniti hidup baru dengan berkeluarga, kegigihan beliau dalam menuntut ilmu tidak luntur sedikit pun, bahkan semakin bersemangat. Ini terbukti dengan seringnya mengikuti pengajian kilatan di bulan puasa kepada gurunya di Sidoarjo.
Setelah kurang lebih sepuluh tahun bermukim di Desa Ganjaran, beliau mulai merintis Madrasah Miftahussyibyan yang kini berubah nama dan kita kenal sebagai Raudlatul Ulum pada tahun 1949 Masehi. Perubahan nama itu atas istikharah K.H. Khozin Yahya, putera K.H. Yahya Syabrawi sendiri.
Perintisan dan pembangunan pondok pesantren ini merupakan perintah dari paman sekaligus mertua beliau sendiri, Kiai Bukhori Ismail, dengan bantuan ulama serta para tokoh masyarakat kala itu, di antaranya; K.H. As’ad (pendiri Pesantren Miftahul Ulum), K.H. Qoffal Muhammad (mertua K.H. Qoffal Syabrawi), Hafidz Abdurrozak (seorang alumni Gontor), Bapak Dumyati dari Jombang dan lainnya.
Sebagai kiai karismatik, kontribusi beliau terhadap umat sangat besar. Pondok Pesantren Raudlatul Ulum salah satu bukti nyatanya. Bermula dari pondok pesantren itu muncullah berbagai pondok pesantren di sekitar Raudlatul Ulum, bahkan hingga kini tercatat 17 lebih pondok pesantren di Desa Ganjaran.
Selain pendidikan agama, lembaga formal demi mengimbangi perkembangan zaman juga beliau dirikan di bawah naungan pesantren. Mulai dari MI, MTs, MA, bahkan pada tahun 1985, Kiai Yahya bekerja sama dengan salah satu pendiri UNISMA Malang, membuka Fakultas Syari’ah UNISMA di desa Putat Lor. Saat ini perguruan tinggi itu tetap eksis dengan nama Universitas Al-Qolam. Terlepas dari dunia pendidikan, beliau juga berperan di bidang sosial kemasyarakatan, hal ini terbukti dengan peran beliau sebagai salah satu penggagas Rumah Sakit Islam (RSI) Gondanglegi, Malang.
Perjuangan mengemban estafet Nabi Muhammad saw tidaklah mudah, butuh kesabaran ekstra yang harus ditanamkan dalam diri sang da’i. Asam garam perjuangan juga telah dirasakan oleh K.H. Yahya Syabrawi dalam mengembangkan pondok pesantren yang didirikannya.
Pada awalnya, kegiatan pendidikan Pondok Pesantren Raudlatul Ulum dilaksanakan di rumah penduduk dan rumah ibadah. Di antara lokasi yang dijadikan tempat proses pembelajaran itu adalah rumah Nyai Zakariya dan musala K.H. Ahmad Hambali. Hingga pada akhirnya Kepala Desa Ganjaran saat itu, H. Abdurrahman ikut serta dalam membantu perjuangan kiai dengan mengupayakan tanah wakaf untuk lahan gedung madrasah.
K.H. Yahya Syabrawi sehari-harinya mengajarkan kitab Tafsir al-Jalalain, kitab hadis Riyadh al-Sholihin dan kitab hahwu-shorof (Ibnu Aqiel) dan rutin diulang tatkala sudah khatam. Ketiga kitab klasik ini dibaca usai salat Maghrib hingga menjelang Isyak. Sehabis salat Zuhur, beliau membaca al-Iqna’ dan ditambah kitab kecil lainnya dengan metode sorogan.
Perhatian beliau terhadap santri tidak hanya dalam kedisiplinan belaka, memang, setiap hari beliau sendiri yang mengontrol para santri untuk melaksanakan kegiatan bahkan langsung terjun ke kamar-kamar santri. Beliau lebih perhatian kepada santri dalam hal birrul walidain, bahkan dimulai dari perkataan santri terhadap orang tuanya.
K.H. Yahya Syabrawi pernah berkata: ”Tenimbeng tang santreh tak abesah ke oreng tuanah, ango’ tak abesah ke sengko’ (ketimbang santri saya tidak berbahasa halus kepada orang tuanya, lebih baik tidak usah berbahasa halus kepada saya).”
K.H. Yahya Syabrawi dikaruniai 15 anak, yang kemudian melanjutkan kepemimpinan beliau dalam mengasuh pondok pesantren setelah beliau wafat adalah Kiai Khozin Yahya. Saat ini, setelah wafatnya Kiai Khozin Yahya pada tahun 2000, pondok pesantren diasuh oleh adiknya yang terkenal tawadhu dan wara’, beliau adalah K.H. Mukhlis Yahya.
Beliau K.H. Yahya Syabrawi dikenal sebagai sosok kiai yang sangat istikamah dalam menjaga salat berjamaah. Bahkan beliau akan mengajak salat anak kecil sekali pun, jika ketinggalan berjamaah. Terlebih lagi istikamah beliau dalam bangun malam, sangat beliau perhatikan dalam kehidupan beliau. Konsep dalam kitab Bidayatul Hidayah diterapkan dalam keseharian beliau, hal ini terbukti dengan tidak terlepasnya beliau dari doa-doa. Mulai dari doa mau tidur, bangun tidur, masuk kamar kecil, doa setelah wudlu, hingga doa naik kendaraan beliau baca. Bahkan jika turun hujan pertama dari musim kemarau, beliau mandi berhujan-hujan sebagaimana disunahkan.
Baca juga: K.H. Dumyathi Bukhori, Pengentas Buta Huruf yang Dekat dengan Masyarakat
Keistikamahan yang beliau tekuni menjadi nilai lebih bagi pribadinya sehingga mendapatkan derajat yang tinggi di sisi Allah swt. Sebagai kiai yang tawadhu dan mukasyif.
Sebuah kisah yang dialami oleh Ustaz Ismail Fathulloh (Boro), ustaz berperawakan kurus ini berniat membeli TV untuk keluarganya. Sesampainya di gerbang timur pesantren, Kiai Yahya memanggil dan memegang pundaknya sambil berkata: “Kalau mau jadi anakku, jangan beli TV!” Padahal ia belum mengucapkan sepatah kata pun.
Itulah kemuliaan yang diberikan bagi makhluk-makhluk yang dicintai oleh Allah swt. K.H. Yahya Syabrawi menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit yang beliau rintis, Rumah Sakit Islam (RSI) Gondanglegi, Malang pada tahun 1987.
Putera-Puteri K.H. Yahya Syabrawi
Adapun nama-nama putera-puteri K.H. Yahya Syabrawi ada 15 orang, sebagaimana yang tertera dalam manuskrip yang ditulis oleh K.H. Khozin Yahya. manuskrip ini ditemukan oleh K.H. Ma’ruf Khozin dalam selipan salah satu kitab K.H. Khozin Yahya setelah beliau wafat. Adapun nama-namanya sebagai berikut:
- Khozin; lahir malam Kamis (pukul 2) 16 Jumadal Akhir 1358/1939;
- Rasyidah; meninggal ketika berusia 9 tahun;
- Aisyah; Ahad, 22 Syawal 1362 H/1943 (menikah hari Jumat, 19 Syawal 1379 H/1960 M);
- Munifah; Kamis, 20 Muharram 1365 H/1946 M (menikah Jumat, 14 Dzulhijjah 1381/1962);
- Ahmad; malam Kamis Pahing, 23 Muharram 1368 H/1948;
- Hamimah; malam Kamis Legi, 20 Dzulhijjah 1367 H/1953 M;
- Sa’id, yang satu lagi meninggal keguguran berkelamin laki-laki;
- Muhammad Syakir; Sabtu Wage Pagi, 24 Dzul Hijjah 1375 H/13 Agustus 1955;
- Mahmudah; Malam Rabu Wage, 14 Sya’ban 1377/5 Februari 1958 (meninggal pada saat usia 7 hari);
- Qoshidah; malam Senin Kliwon, 6 Ramadan 1378 H/16 Maret 1959 (meninggal Jumat Wage Rajab, 1385 H/29 Oktober 1965;
- Ghoniyah, malam Senin Kliwon, 16 Jumadal Akhir 1380 H/5 Desember 1960
- Khasyi’ah; Rabu pagi, Syawal 1382 H/Februari 1963;
- Jazilah; malam Selasa Wage, 25 Dzulhijjah 1384 H/27 April 1965 (meninggal ketika kecil);
- Mukhlis; malam Jumat Legi, 25 Robi’ul Akhir 1386 H/12 Agustus 1966;
- Madarik; Senin Wage, 23 Shofar 1392 H/10 April 1972. [DR]
CATATAN:
Ariktel ini diambil dari situs ppru1.net sebagai portal website Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Ganjaran, Gondanglegi, Malang, Jawa Timur.

12 Comments
[…] Baca juga: Mengenal Kiai Yahya Syabrowi, Pendiri Pesantren Raudlatul Ulum 1 Ganjaran Malang […]
[…] Baca juga: Mengenal Kiai Yahya Syabrowi, Pendiri Pesantren Raudlatul Ulum 1 Ganjaran Malang […]
[…] Baca juga: Mengenal Kiai Yahya Syabrowi, Pendiri Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Ganjaran (Malang) […]
[…] Baca juga: Mengenal Kiai Yahya Syabrawi, Pendiri Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Ganjaran (Malang) […]
[…] Baca juga: Mengenal Kiai Yahya Syabrowi, Pendiri Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Ganjanran, Gondanglegi, Mala… […]
[…] HIJAU – K.H. Khozin Yahya adalah putera pertama pasangan K.H. Yahya Syabrawi dan Nyai Hj. Mamnunah Bukhari. Beliau pula yang menjadi pengasuh kedua di PP. Raudlatul Ulum 1 […]
[…] menjadi yatim piatu, beliau pun tinggal bersama dengan saudara-saudaranya. Beliau menimba ilmu pada K.H. Yahya Syabrawi. Kemudian menginjak dewasa, beliau nyantri di Peterongan, Jombang dan Bangkalan, Madura pada K.H. […]
[…] Baca juga: Biografi K.H. Yahya Syabrawi, Pendiri Pondok Pesantren Raudaltul Ulum 1 Ganjaran Malang […]
[…] di desa Ganjaran. Bahkan juga punya hubungan guru-murid. Pertama, K.H. Khozin Yahya, putera pertama K.H. Yahya Syabrawi. Beliau adalah pengasuh kedua di Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Ganjaran. Kiai Khozin dikenal […]
[…] Baca juga: Biografi K.H. Yahya Syabrawi, Pendiri Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Ganjaran, Gondanglegi, Malan… […]
[…] Baca juga: Biografi K.H. Yahya Syabrawi, Pendiri Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Ganjaran, Gondanglegi, Malan… […]
[…] pembangunan Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 2 Putukrejo dihadiri oleh para ulama, antara lain: K.H. Yahya Syabrawi, K.H. Zainulloh Bukhori, K.H. Fudloli Bukhori, K.H. Abu Abbas Bukhori dan K.H. Ismail Bukhori. […]