JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Membayangkan Relasi Transformatif NU-PKB: Dua Pendekatan
Home » Membayangkan Relasi Transformatif NU-PKB: Dua Pendekatan

JAS HIJAU – Saat ini muncul dua arus yang saling bertabrakan. Arus pertama ingin mendorong Muktamar Luar Biasa (MLB) PKB, arus kedua ingin mendorong MLB PBNU. Keduanya belum ada yang menyatakan dibatalkan. MLB PKB belum sempat terlaksana dan oleh para pendorongnya hanya dinyatakan ditunda. MLB PBNU sedang proses dan terus melakukan konsolidasi di berbagai daerah.
Tulisan ini berangkat dari asumsi bahwa benturan kedua entitas sosial-agama dan politik tersebut bukanlah hal yang produktif jika diterus-teruskan, bahkan bisa kontraporoduktif.
Pertanyaannya adalah, bagaimana merekonstruksi atau tepatnya membayangkan relasi yang transformatif antara keduanya?
PKB merupakan partai yang didirikan pada tahun 1998, setelah jatuhnya Orde Baru. Pendirian partai ini merupakan respons terhadap pergeseran geopolitik global yang menciptakan arus liberalisasi di tingkat nasional. Tidak dapat dipungkiri bahwa partai ini merupakan inisiatif dari para pemimpin dan anggota NU saat itu, sehingga kelahirannya difasilitasi oleh tim yang dibentuk secara resmi oleh PBNU.
Oleh karenanya, narasi yang ingin memisahkan PKB dengan NU secara historis atau tidak ada kaitan apa pun dengan NU merupakan narasi yang menyesatkan. Namun tulisan ini tidak ingin masuk dalam debat sejarah terkait detail kelahiran PKB. Karena, konon, ada versi Rembang, versi PBNU (GD), versi Purwokerto, atau versi Bandung (MDZ).
Baca juga: NU dan Benturan Pemikiran
Tulisan ini hanya ingin membayangkan terbangunnya relasi yang transformatif antara NU-PKB, dan bukan relasi yang fungsional apalagi konfliktual. Relasi antara NU dan PKB memang memiliki sejarah panjang dan dimensi yang kompleks, dengan beberapa ketegangan yang sering muncul karena perbedaan kepentingan taktis antara keduanya.
Relasi transformatif antara NU dan PKB bukan hanya tentang bagaimana dua organisasi besar ini saling mendukung, tetapi bagaimana mereka menciptakan perubahan positif yang berkelanjutan dalam masyarakat. Kerja sama strategis yang didasarkan pada nilai-nilai ke-Aswajaan yang trasnformatif, kepemimpinan kolaboratif, dan inovasi dalam menghadapi tantangan zaman akan menjadikan relasi ini tidak hanya simbolis tetapi transformatif untuk masa depan Indonesia dan global yang lebih sejahtera dan berkeadilan.
Relasi transformatif antara NU dan PKB mengacu pada perubahan mendasar dalam cara keduanya berinteraksi, di mana hubungannya tidak hanya bersifat fungsional, tetapi membawa dampak yang signifikan dalam memajukan kepentingan rakyat Indonesia, terutama warga Nahdliyyin. Relasi ini diharapkan dapat menciptakan sinergi yang lebih produktif dalam menghadapi tantangan sosial, politik, budaya, sains, teknologi, dan keagamaan di masa depan.
Dengan paradigma transformatif ini, relasi NU dan PKB dapat menjadi lebih relevan dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat Indonesia yang terus berkembang. Tidak seperti sekarang, yang seolah justru menguras energi keprihatinan para kiai, aktivis, Nahdliyyin, bahkan banyak anak bangsa. Jika trasnformatif, maka keduanya bukan hanya menjadi pelindung nilai-nilai ke-Aswajaan, tetapi juga menjadi agen perubahan yang mampu mendorong inovasi dan kemajuan menuju masyarakat maju yang berkeadilan sosial.
Baca juga: Sejarah Berdirinya NU, Kesaksian Langsung Kiai As’ad Syamsul Arifin
Tantangan-tantangan tersebut memerlukan pendekatan yang matang dan terukur dalam mengelola hubungan antara NU dan PKB, dengan memastikan bahwa keduanya tetap fokus pada tujuan utama mereka masing-masing sambil tetap mempertahankan kerja sama strategis yang produktif dan menghormati prinsip-prinsip kebebasan program organisasi dan “manuver”.
Tulisan ini menawarkan dua pendekatan utama untuk merekonstruksi relasi transformatif antara NU dan PKB. Pendekatan tersebut adalah pendekatan teknokrasi dan spiritual. Apa itu? Selanjutnya, baca: Membayangkan Relasi Transformatif NU-PKB: Sembilan Pendekatan Teknokrasi. [DR]

One comment
[…] Baca juga: Membayangkan Relasi Transformatif NU-PKB: Dua Pendekatan […]