Membumikan Gus Dur Pada Generasi Milenial

JAS HIJAU – Merujuk biografi singkat beliau di http://GusDur.net, nama lengkap Gus Dur adalah K.H. Abdurrahman Wahid. Beliau lahir di Jombang, 4 Agustus 1940. Beliau masih satu keturunan dengan K.H. Hasyim Asy’ari, yang juga pendiri Nahdlatul Ulama (NU), ormas umat Islam terbesar di Indonesia.

K.H. Wahid Hasyim, ayah Gus Dur ditunjuk jadi menteri agama pada tahun 1949. Di tahun yang sama kemudian Gus Dur juga pindah ke Jakarta. Beliau sempat belajar ke SD Kristen sebelum akhirnya pindah ke SD Matraman Perwari.

Gus Dur mulai menempuh pendidikan dari pondok pesantren Krapyak milik K.H. Ali Maksum pada tahun 1954 hingga pindah ke pondok pesantren Tambakberas di Jombang pada taun 1959. Gus Dur juga pernah dipekerjakan sebagai jurnalis majalah Horizon dan majalah Budaya Jaya.

Tahun 1963, Gus Dur menerima beasiswa dari kementerian agama untuk belajar di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Beliau berangkat ke sana pada November tahun 1963. Selama di Mesir, Gus Dur tergabung dalam Asosiasi Pelajar Indonesia dan menjadi jurnalis majalah asosiasi tersebut.

Karena kejadian G-30S/PKI meletus tahun 1965, Kedutaan Besar Mesir saat itu diperintahkan melakukan investigasi kedudukan politik pelajar Indonesia. Gus Dur tidak sependapat dengan kejadian itu. Hingga pada tahun 1966, dia dinyatakan harus mengulang studinya dan memilih pindah ke Irak.

Setelah berkelana melanjutkan studinya ke Eropa, akhirnya Gus Dur kembali ke Jakarta pada tahun 1971. Gus Dur kemudian bergabung dengan LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial). Organisasi kaum intelektual Muslim progresif dan sosial demokrat.

Singkat cerita, tiba saatnya untuk Gus Dur terlibat aktif dalam NU. Meskipun sempat menolak dua kali jadi Dewan Penasihat Agama NU dan lebih nyaman jadi intelektual publik, namun beliau akhirnya menerima tawaran tersebut dari kakeknya, Kiai Bisri Syansuri, pada taun 1982.

Pada tahun yang sama, Gus Dur juga mendapat pengalaman politiknya. Saat itu beliau berkampanye untuk PPP (Partai Persatuan Pembangunan), sebuah partai gabungan 4 partai Islam termasuk NU. namun dalam praktiknya, pemerintah saat itu mengganggu kampanye partai dengan menangkap tokoh-tokoh PPP.

Tahun 1983, Soeharto terpilih kembali menjadi Presiden periode keempat oleh MPR dan berniat menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara. Selama Juni-Oktober 1983, Gus Dur mengkaji itu berdasar Qur’an dan sunah dan akhirnya menyimpulkan NU harus menerima Pancasila sebagai dasar negara.

Singkat cerita, Soeharto jatuh dan mulai bermunculan partai politik, seperti PAN dan PKB, misalnya. Hanya itu cara untuk melawan dominasi Golkar.

Pada tahun 1999, Amien Rais dan bentukan poros tengahnya, secara resmi menyatakan Gus Dur sebagai calon presiden dan terpilih dengan 373 suara. Karena kalah, pendukung Megawati saat itu mengamuk dan tidak terima. Karena tidak bisa dalam situasi chaos lebih lama, Gus Dur kemudian menjadikan Megawati sebagai wakil presidennya setelah melakukan lobi dengan Wiranto agar tidak ikut maju wapres dan menang atas Hamzah Haz calon dari PPP.

Setelah resmi menjabat, Gus Dur melakukan dua reformasi besar di pemerintahan. (1) Membubarkan Departemen Penerangan, yang saat itu jadi senjata rezim Soeharto menguasai media. (2) Membubarkan Departemen Sosial yang saat itu dinilai sebagai ladang korupsi.

Gus Dur mencabut Inpres Nomor 14 tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China yang dibuat rezim Orde Baru. Lalu menerbitkan Keppres nomor 6/2000. Keppres itu yang akhirnya membuat rakyat etnis Tionghoa bisa merayakan Imlek secara terbuka dan menjadi hari libur nasional.

Dengan dicabutnya Inpres tahun 1967 tadi dan munculnya Keppres nomor 6/2000, negara akhirnya mengakui Kong Hu Cu sebagai salah satu agama resmi yang diakui. Gus Dur tidak ingin ada sikap diskriminatif terhadap minoritas dari etnis Tionghoa dan menganggap mereka sebagai warga negara Indonesia yang setara.

Sifat humanisme yang dimiliki Gus Dur memang luar biasa. Meski mendapat banyak hujatan dan tentangan, beliau tetap mengusulkan untuk mencabut Ketetapan MPRS No. 25 tahun 1966, yang jadi dasar sikap diskriminatif terhadap mereka yang masih terafiliasi dengan PKI.

Selama masa jabatan pertamanya sebagai ketua PBNU, Gus Dur fokus membenahi sistem pendidikan pondok pesantren agar bisa setara dengan sekolah sekuler. Maklum, dari dulu stigma soal pesantren selalu kalah bagus dibanding sekolah reguler. Dan, Gus Dur mencoba mengubah itu.

Tahun 1989, Gus Dur terpilih lagi sebagai ketua PBNU dan saat itu Soeharto lagi konflik internal sama ABRI. Soeharto ingin menarik simpati Muslim dengan membentuk Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) tahun 1990. Di sini lah nama Amien Rais pertama kali muncul.

Gus Dur menolak NU join ICMI karena beliau melihat itu hanya akan memperkuat posisi Soeharto dan membentuk Forum Demokrasi (Fordem) yang terdiri dari 45 intelektual komunitas lintas agama dan latar belakang sosial. Ini membuat Soeharto geram dan kemudian sentimen sama NU. Gak takut ya

Gara-gara Fordem ini, tahun 1994, ketika Gus Dur diwacanakan kembali terpilih menjadi ketua PBNU, Soeharto tidak sudi; tidak mau Gus Dur terpilih lagi. Sampai belain menyuruh Pak Habibie dan Harmoko kampanye melawan Gus Dur dan coba menyuap petinggi NU lain. Eh, tapi tetep kepilih aja.

Ada dua orang yang tidak bisa sembarangan disenggol Soeharto. (1) Gus Dur, karena pengaruhnya yang sangat besar di kalangan para kiai. Menyenggol beliau, bisa gede efeknya di kalangan sipil. (2) Megawati, karena dilindungi loyalis garis keras Soekarno. Maka mereka mulai beraliansi.

Ada artikel menarik yang ditulis di http://nu.or.id/post/read/26284/gus-dur-mengabdi tentang bagaimana pengabdian Gus Dur pada NU dan bangsa Indonesia. Bagaimana sifat humanis dan keadilan beliau menembus sekat batas perbedaan agama, sosial, dan budaya.

Al Fatihah buat Almarhum K.H. Abdurrahman Wahid. Negeri ini rindu sosok beliau.

Tulisan ini diambil dari Thread yang dibuat oleh Widas Satyo (@WidasSatyo)

3 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *