Mendorong Kader-kader Muhammadiyah untuk Ziarah

mendorong-kader-kader-muhammadiyah-untuk-ziarah

JAS HIJAU – K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy’ari adalah dua tokoh penting dalam menanamkan jangkar ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an di Nusantara ini.

Hari ini saya diundang kader-kader Muhammadiyah untuk membincang sosok Hadratussyekh Hasyim Asy’ari. “Mas, ada waktu gak untuk diskusi bareng teman-teman HMI, IPM dan KMNU.”

“Hmm, soal apa, ya? tanyaku.

“Soal merawat keindonesiaan,” kata panitia.

“Gak capek po kalian mendiskusikan itu terus-terusan?” tanyaku lagi.

“Gak Mas, kita lagi krisis tokoh teladan,” jawab mereka mantap.

“Baik, aku usahakan, ya, tapi gak janji,” jawabku.

Tiga hari sebelum hari ini saya coba ‘ulak-alik’ buku. Kira-kira apa yang pas disampaikan nanti, ada bebebrapa gambaran tapi belum ‘sreg’. Akhirnya saya minta Syekh Yaser Muhammad Arafat untuk menemani ziarah ke makam K.H. Ahmad Dahlan di Karangkajen, Jogja.

Di sana akhirnya tidak hanya ziarah ke makam Mbah Kiai Dahlan tapi juga salah satu pendiri HMI dan IMM, Prof. Lafran Pane dan Muhammad Djazman al-Kindi.

“Wah, Alhamdulillah bisa sowan ke para pendiri HMI dan IMM juga di sini Syekh,” sahutku gembira. Karena besok akan mengisi acara yang diinisiasi oleh HMI Cabang Sleman.

Baca juga: Jelaskan Islam Nusantara, Kiai Said; Budaya Kita Lebih Bermartabat dari Bangsa Arab


Makam Prof. Lafran Pane ini relatif paling susah ditemukan. Karena nisannya telah berubah dari gambar yang kami searching di Google. Kami berempat menyisir baris perbaris makam dari shaf paling awal sampai akhir tidak ketemu. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya salah satu dari kami menemukannya.

“Ini bukan Lik, makamnya?” tanya ponakanku yang lagi liburan di Jogja.

“Waah, iya Jib ternyata sudah beda nisannya dengan foto yang ada di Google,” jawabku.

Tadi aku coba iseng tanya sama adinda DL, Sekretaris PW IPM D.I.Y yang menjadi moderator. “Hmm, aku ingin tahu kira-kira kader-kader muda Muhammadiyah Jogja ini sudah pernah ziarah ke makam endiri Muhammadiyah belum?”

Ya, kalau tidak ziarah, wisata religi deh polesku. “Hihihi… belum mas,” jawab sekretaris IPM DIY itu malu-malu.

Nah kan, “jangan sampai kasus tidak ditemukannya makam Ki Bagus Hadikusumo terulang lagi loh,” godaku.

Di tengah perjalanan pulang kami berempat mampir beli es degan, siang itu udaranya panas sekali. Panas entang-entang. Di tengah ngobrol ngalor-ngidul itu akhirnya “mak tuwing” dapat ide juga untuk membahas Hadratussyekh, yakni dari sisi intelektual, organisatoris, dan pengusaha.

Yang bagian pertama dan kedua itu saya dapat sumber alternatif yang menarik untuk disampaikan. Kitab Al-Allamatu Hadratusayekh Hasyim Asy’ari, Wadiu Labnati Istiqlal Indonesia. Kitab itu saya download di Google. Saya dengar pernah dibacakan Gus Baha saat Haul Gus Dur di Tebuireng. Dibantu oleh TG Ahmad Fathan Aniq dan Ajengan Mahfud untuk memahami kitab itu. FYI, kabarnya kitab itu sudah ada versi terjemahannya juga.

Baca juga: Perihal Mencintai dan Menghormati Habaib


“Kok pakai kitab, Cak?” tanya TG Aniq.

Gak popo, ben ketok pantes wae dadi santrine mbah Hasyim, (Tidak apa-apa, biar kelihatan pantas jadi santrinya Mbah Hasyim,” jawabku kemlinthi.

Dari semalam saya coba ulak-alik kitab itu ternyata rekoso juga sudah lama tidak baca kitab. Sambil baca riset-risetnya Aboebakar, Nur Khalik Ridwan, Greag Fealy, dan Andree Feillard. Akhirnya, jadi juga materi Hadratussyekh Hasyim Asy’ari.

Semoga ada manfaatnya buat kader-kader muda Muhammadiyah dan KMNU UGM. Paling tidak saya bisa bersilaturahmi kembali setelah lama tidak bersua dengan saudara tua Dr. Ridho Al-Hamdi dan Gus Bachtiar Dwi Kurniawan yang sudah lama mengabdikan diri di Perserikatan Muhammadiyah ini.

Wallahul Muwafiq ila Aqwamit Thariq, Kauman, 28 Agustus 2021. [DR]


One comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *