Menelusuri Sejarah Nu Bersama Kiai As’ad Syamsul Arifin

menelusuri-sejarah-nu-bersama-kiai-asad-syamsul-arifin

JAS HIJAU – “Saya ikut NU tidak sama dengan yang lain. Sebab saya menerima NU dari guru saya, lewat sejarah. Tidak lewat talqin atau ucapan. Kamu santri saya, jadi kamu harus ikut saya! Saya ini NU maka kamu pun harus NU juga!” begitu pesan Kiai As’ad kepada para santri, sebagaimana dalam buku Wejangan Kiai As’ad dan Kiai Fawaid.

Dalam setiap langkahnya, Kiai As’ad selalu menegaskan bahwa keputusannya untuk bergabung dengan Nahdlatul Ulama (NU) adalah sebuah perjalanan yang istimewa. Bukan karena perintah atau paksaan, melainkan sebuah penghayatan mendalam yang berakar dari sejarah.

Pesan Kiai As’ad tersebut, mengalir seperti sungai yang membawa beningnya pemahaman dan kedalaman makna. Kiai As’ad memilih jalur yang berbeda, jalur yang tidak dipenuhi oleh perintah dan tekanan, tetapi oleh sejarah yang hidup dan bernapas. Sejarah itu ia pelajari dari gurunya, yang menanamkan nilai-nilai NU dengan penuh kelembutan dan kebijaksanaan.

Keputusan Kiai As’ad tidak muncul dari kekosongan, tetapi dari perenungan yang dalam. Ia menyadari bahwa bergabung dengan NU adalah sebuah pilihan yang harus berakar pada pemahaman yang mendalam, bukan sekadar ikut-ikutan. Ia tidak terpengaruh oleh tekanan sosial, melainkan oleh nilai-nilai yang ia pelajari dan alami sendiri.

Dalam perjalanan sejarahnya, Kiai As’ad memainkan peran sebagai mediator NU yang unik. Bukan sekadar penghubung biasa, tetapi seorang yang membawa kedalaman spiritual dan pengetahuan historis yang luar biasa. Ia menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan, menyampaikan pesan dengan makna yang begitu mendalam.

Peran Kiai As’ad sebagai mediator dalam berdirinya NU adalah sebuah bukti bahwa pengaruh yang mendalam berasal dari pemahaman dan pengalaman. Ia menunjukkan bahwa kekuatan sejati datang dari nilai-nilai dan sejarah yang melekat pada diri seseorang. Dengan pemahaman ini, Kiai As’ad memberikan makna baru pada konsep loyalitas dan keanggotaan dalam sebuah organisasi.

Dengan cara yang tenang dan penuh refleksi, Kiai As’ad mengajarkan kepada santri bahwa bergabung dengan NU bukanlah sekadar mengikuti arus. Itu adalah perjalanan yang harus dipahami dan dihayati, sebuah keputusan yang diambil dengan penuh kesadaran dan penghormatan terhadap sejarah.

Baca juga: Sejarah Berdirinya Nahdlatul Ulama (NU), Kesaksian Langsung K.H. As’ad Syamsul Arifin Sukorejo


Dalam kisahnya, kita menemukan pelajaran tentang pentingnya memahami sejarah sebelum mengambil keputusan besar. Dengan membangun visi bersama melalui narasi sejarah, Kiai As’ad menciptakan keterlibatan emosional dan spiritual yang mendalam. Ia menunjukkan bahwa pengambilan keputusan yang baik memerlukan refleksi mendalam terhadap nilai dan pengalaman, bukan sekadar reaksi impulsif.

Melalui kepemimpinan yang transformasional, Kiai As’ad menginspirasi para santri untuk tidak hanya memahami, tetapi juga menghayati nilai-nilai NU. Ia mendorong mereka untuk menggali makna di balik setiap langkah, sehingga keikutsertaan mereka dalam NU menjadi lebih otentik dan bermakna.

Kisah Kiai As’ad adalah pengingat yang indah bahwa dalam setiap keputusan besar, ada sejarah yang berbicara. Ada nilai-nilai yang harus dipahami dan dihargai. Dengan menyusuri sejarah, kita menemukan arah dan makna yang sejati. Dan dalam perjalanan itu, seperti Kiai As’ad, kita menemukan diri kita yang sesungguhnya.

Selamat Harlah ke-102 Nahdlatul Ulama (NU)! [DR]


One comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *