Menilik Hubungan Agama dan Politik

menilik-hubungan-agama-dan-politik

JAS HIJAU – Agama memang tidak boleh dipisahkan dari politik. Keduanya harus berjalan seiring serta saling-berkait secara mutualistik satu sama lain. Agama tanpa politik akan sulit berkembang. Politik tanpa agama akan gersang dan liar.

Namun, dalam konteks relasi tersebut, agama yang dimaksud adalah agama sebagai “landasan etik”, bukan sebagai “alat”, bagi politik.

Sebagai “landasan etik”, agama menuntun etika perilaku politik (akhlaq fis-siyasah), sekaligus mengarahkan tujuan akhir dari politik berdasarkan tujuan universal agama (maqashid syari’ah).

Berbeda halnya jika agama dijadikan sebagai “alat” politik, di mana agama dipolitisasi untuk meraih tujuan politik, yakni kekuasaan. Pada praktiknya, politisasi agama justru menjauhkan politik dari agama, meskipun menyebut-nyebut agama.

Tujuan berpolitik berdasarkan nilai-nilai universal agama pun menjadi kabur. Begitu juga, perilaku politik menjadi terasing dari nilai-nilai adiluhung agama.

Politisiasi agama inilah yang harus kita hindari. Selain tidak mendukung upaya pendidikan kedewasaan berpolitik, politisasi agama juga berpotensi memantik konflik sosial. Dalam bahasa agama, politisasi agama memuat sisi negatif pada dirinya sendiri (dharar) serta membawa dampak negatif terhadap kehidupan sosial (dhiraar).

Baca juga: Identitas dan Politik Identitas, Apa yang Sebenarnya Terjadi?


Itulah sebabnya, adalah sangat relevan, ketika Kiai Afifuddin Muhajir dari Situbondo (25/12/2017) mengatakan:

“Politisasi agama itu haram hukumnya, sementara mengawal politik dengan nilai-nilai agama itu wajib hukumnya,” [DR]


2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *