Menjawab Tuduhan “Saya NU ala Mbah Hasyim bukan NU ala Gus Dur yang Liberal”

Menjawab Tuduhan “Saya NU ala Mbah Hasyim bukan NU ala Gus Dur yang Liberal”

JAS HIJAU – Sekarang masalah Gus Dur, kalau ada yang bilang Gus Dur liberal, Gus Dur antek asing, itu pasti orang yang belum naympek pikirannya. Gus Dur kontroversi, betul. Tapi kontroversi tersebut adalah siasat, tak-tik, strategi untuk mencapai tujuan kemaslahatan dan mengurangi kemadharatan. Lha, kok tidak seperti Mbah Hasyim? Karena situasi dan zaman yang berbeda, maka butuh tak-tik dan strategi yang berbeda pula.

Misalnya, Gus Dur berpelukan dengan Romo Mangun Jogja Selatan, seorang misionaris handal. Menurut Kiai Mahfudz Jogja, rangkulan Gus Dur dengan Romo Mangun adalah untuk mengurangi gerakan Kristenisasi di Jogja. Lha, kok bisa? Ya, bisa saja. 

Kalau Gus Dur akrab dan dekat dengan Romo Mangun, pastilah saat kegiatan sosial, bagi-bagi sembako, pengobatan, pastilah Sang Romo mengajak Gus Dur. Lha, saat kegiatan bareng Gus Dur, Sang Romo Mangun tidak berani melakukan dan menjalankan misi Kristenisasi seperti biasa. Inilah cerdasnya Gus Dur.

Terus masalah Gus Dur meresmikan Kong Hu Cu dan Tahun Baru Imlek sebagai agama sah orang China serta Imlek sebagai hari libur nasional. Sesungguhnya, ini adalah tak-tik dan strategi Gus Dur untuk membebaskan Muslim di China untuk bebas menjalankan agama Islam dan bisa melaksanakan Haji ke Baitullah. Karena sebelumnya, seluruh Muslim yang ada di China ditekan dan diawasi serta dilarang menjalankan kegiatan beragama, termasuk larangan berhaji.

Baca juga: Menjawab Tuduhan “Saya NU ala Mbah Hasyim bukan NU ala Gus Dur yang Liberal”

Alhamdulillah, Marzuki menjadi saksi pada tahun 2000 untuk pertama kali ada jamaah haji dari China, setelah Gus Dur melakukan lobi dan negoisasi dengan Perdana Menteri China saat Gus Dur menjabat Presiden RI.

“Jelas tidak?” tanya Kiai Marzuki kepada para hadirin yang disambut tepuk tangan dan salawat Nabi.

Gus Dur itu kalau bulan Rmadan ngaji kitab Hikam, Fath al-Mu’in ya nglontok, tariqatnya Syadziliyah, wiridannya rutin, tirakatnya luar biasa, Ahlussunnah wal Jamaah Asy’ariyah wal Maturidiyah, hizibnya juga jos, NU 24 karat. Tidak ada bedanya dengan NU yang didirikan Mbah Hasyim Asy’ari.

Kalian dengarkan, Gus Dur itu cucu laki-laki pertama dari anak pertama. Kalian piker dan bayangkan “bagaimana cintanya Si Mbah kepada cucu laki-laki dari anak pertama yang juga pintar”. Saya yakin, Gus Dur pasti ada di hati kakeknya. Jadi, kalau ada yang berani menghina Gus Dur, itu sama dengan menghina Mbah Hasyim. 

“Paham, Blok? Blok utara, blok selatan,” tegas Kiai Marzuki Mustamar sambil manaikkan nada suaranya.

Baca juga: Salahkah Jika Saya Menjadi NU?

Lha, terus ada yang bilang “NU ala Mbah Hasyim bukan NU ala Gus Dur, bukan NU ala Kiai Said”. Ini sebenarnya adalah strategi kelompok di luar NU untuk memecah NU dan menghancurkan NU.

Makanya saudara, mari kita husnuzan kepada kiai kita. Kalai Anda bingung, tanya. Kalau tidak bisa, ya diam, tidak usah banyak bicara. Ingat cerita Nabi Musa yang banyak bertanya saat mengikuti Nabi Khidir untuk belajar kepada Nabi Khidir. Gara-gara kebanyakan bertanya, Nabi Musa harus berpisah dengan Nabi Khidir.

Kalau ditanyakan bagaimana cara meyakini kebenaran pendapat para kiai kita, caranya adalah dengan menghormati dan mengikuti dawuh-dawuhnya. Jangan sampai ada cerita; warga NU lebih percaya dengan orang di luar NU. Jangan pula orang NU justru separuh Wahabi atau ISIS.

Siapa itu Wahabi? Di dalam kitab An-Nushus al-Islamiah al-Rad ‘ala Madzhabil Wahabiyyah karya Kiai Faqih bin Abdul Jabbar Maskumambang Gresik, Wakil Rais Akbar dan Pendiri NU. Dalam kitab ini juga ada tulisan Mbah Maimun Zubair dan Kiai Aziz Mashuri Denanyar, Jombang. 

Baca juga: Kiai Wahab Hasbullah, Boneknya Para Kiai NU

Di sana dijelaskan siapa itu Wahabi: “وقد اعد هذه الفرقة اعداء الاسلام واطلقوا عليها الحركه السلفيه لتحارب الاسلام باسم الاسلام. اما شيخهممحمد ابن عبد الهاب فقد تخرج على يد جاسوس المستعمرات البريطانيه، جيفري همفر”.

“Dan musuh-musuh Islam telah mempersiapkan sebuah sekte/firqah yang diberi nama gerakan kelompok Salafi dengan maksud dan tujuan untuk memerangi dan menghancurkan Islam menggunakan nama Islam. Adapun pendiri Wahabi yang juga disebut Salafi adalah Muhammad bin Abdul Wahab yang telah berlutut di bawah kendali inteljen tentara Britania (CIA) yang bernama Jefri Hampher.”

Jadi, musuh-musuh Islam sengaja menghancurkan Islam dengan nama dan sebutan Islam juga. Sama dengan ingin menghancurkan NU dengan nama NU juga, makanya ada NU garis-garisan itu (baca; NU Garis Lurus dll,) yang ke mana-mana menggaris temannnya.

Kadang juga, banyak orang NU yang tertipu dengan pakaian yang dipakainya. Surbannya besar, pakai gamis yang klimis, kalau bicara dikit-dikit “kher-kher Alhamdulillah”, ternyata akhir-akhirnya mengajak memusuhi NU, ragu dengan amaliah NU, ragu dengan kiai karena kiai tidak “kearab-araban” sama sekali, panampilannya cuma pakai sarung, hidungnya juga tidak mancung, bajunya pakai kemeja dan kopiahnya hitam.

Baca juga: Gus Dur, Kebudayaan dan Khittah NU

Kalian ingat-ingat: “ابغض العبد الى الله ثوبه الانبياء و عمله جبالين”.

“Hamba yang paling dibenci oleh Allah adalah hamba yang berpenampilan ala Nabi tapi amalnya katrok kayak orang pelosok pegunungan (jauh dari peradaban).”

Hormat babib iya, takzim kiai juga harus. Walaupun namanya Paijo kalau memang alim dan nglontok kitab kuningnya, akhlaknya luhur terpuji, itu wajib dihormati daripada yang Namanya di KTP tercantum Hadratussyekh bin Syekh as-Syekh tapi tidak bisa baca kitab kuning dan tidak mau ngaji serta tidak mau mengamalkan ajarannya Kanjeng Nabi Muhammad Saw. [DR]


Tulisan ini merupakan ceramah KIAI MARZUKI MUSTAMAR yang dirangkum oleh IBNU JA’FAR dalam bahasa Jawa. Tim Redaksi Jas Hijau berinisiatif menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kemudian mengunggahnya kembali agar tulisan ini lebih bisa dibaca dan dinikmati oleh khalayak luas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *