JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Menyongsong Abad Ke-2 NU, Menilik Persamaan Kiai Said dan Kiai Yahya
Home » Menyongsong Abad Ke-2 NU, Menilik Persamaan Kiai Said dan Kiai Yahya

JAS HIJAU – Muktamar NU ke-34 di Lampung menjadi momen sejarah satu abad NU. Tak heran, jika Muktamar kali ini disambut dengan riuh dan bahagia oleh kaum Nahdliyyin, bahkan masyarakat Indonesia secara luas.
Namun, yang menjadi sentral perbincangan justru hadirnya dua kandidat ketua umum; yakni K.H. Said Aqil Siradj dan K.H. Yahya Cholil Staquf. Kedua kader terbaik NU itu pun menjadi magnet Muktamar tersendiri kali ini, tentu saja selain hal-hal penting lain laiknya Muktamar-muktamar sebelumnya.
Hadirnya kader terbaik tersebut membuat isu-isu Muktamar kali ini menjadi seputar bagaimana loyalis menampilkan kelemahan (yang dinarasikan dengan kejelakan) bagi lawannya. Tentu saja ini bukan iklim yang baik, apalagi sampai menganggap Muktamar hanyalah momentun unutk menentukan nahkoda NU.
Tidak, Muktamar NU tidak sekadar memilih nahkoda. Itu hanyalah sekelumit, ada banyak hal lain yang menjadi fokus Muktamar menjalani abad keduanya ini.
Misal, bagaimana NU menghadapi arus digital yang kian tak terbendung. Era disrupsi yang sudah memasuki web generasi 4. Dan, bahkan hadirnya kehidupan kedua dalam kecanggihan teknologi (dunia virtual 3D) yang akhir-akhir ini kita kenal dengan istilah metaverse. Mau tidak mau, warga NU akan menjadi dari bagian dari kecanggihan ini. Kami kira, kesiapan-kesiapan ini penting untuk dibahas dalam Muktamar NU kali ini.
Kembali ke dua kader terbaik NU, Kiai Said dan Kiai Yahya. Jika kedua calon ini sudah final, tentu saja para kiai-kiai sepuh sudah tahu cara menyikapinya. Artinya, selama pemilihan dilakukan sesaui dengan AD/ART, keduanya layak menjadi nahkoda NU. Kalau soal keduanya punya kelemahan itu hal yang lumrah.
Karenaya, mari kita tilik kesamaan kader terbaik ini, tidak ada salahnya bukan. Toh, semisal yang kita kejar kelemahan beliau berdua tentu tidak akan pernah habis dan hanya akan memperuncing isu yang tidak sedap didengar publik; NU gegeran, padahal NU itu sejatinya kan gergeran.
Berikut kesamaan K.H. Said Aqil Siradj dan K.H. Yahya Cholil Staquf yang coba kami rangkum:
Mengenal NU dari Sang Ayah
Ayah Kiai Said adalah Rosi Syuriah Cabang Cirebon, sedang ayah Kiai Yahya adalah Ketua Cabang Ansor. Dan, dari situlah beliau-beliau dikenalkan kepada NU. Jadi, baik Kiai Said maupun Kiai Yahya pertama kali dikenalkan NU oleh ayahnya.
Dipengaruhi K.H. Ali Maksum Krapyak
Dalam sebuah wawancara yang diunggah oleh NU Online, keduanya mengaku bahwa sosok K.H. Ali Maksum Krapyak yang telah memengaruhinya.
Terinspirasi dari Gus Dur
Kiai Said dengan tegas mengatakan bahwa Gus Dur adalah gurunya dalam ilmu al-hal. Kiai Said berguru bagaimana memahami dan menyikapi kondisi dan mengembangkan diri di tengah masyarakat yang global.
Hal senada disampaikan Kiai Yahya, katanya, secara wawasan Kiai Yahya diubah oleh Gus Dur. Bagi Gus Yahya, Gus Dur adalah sosok yang luar biasa dan komplit; Gus dur bicara fikih, qawaid, ushul fikih, politik, intelegen, perang dan sebagainya.
Suka Menonton Film
Laiknya Gus Dur, ternyata Kiai Said dan Kiai Yahya ketika masih muda sama-sama gemar menonton film. Bagi Kiai Said menonton film karena memang mencintai film bukan karena hal-hal lain. Sedang Kiai Yahya mengaku sudah banyak film yang ditontonnya, salah satunya adalah film Got faher yang baginya itu film sangat luar biasa.
Sorogan
Kiai Said dan Kiai Yahya sama-sama meilih sistem sorogan dibandingkan bandongan. Sorogan dalam dunia pesantren adalah mengaji secara langsung (tatap muka) dan berinteraksi langsung dengan kiai, ini bisa dilakukan secara kelompok atau sendiri.
Itulah persamaan Kiai Said dan Kiai Yahya yang coba kami rangkum, kalau dari kalian menemukan kesamaan-kesamaan lain silakan tulis di kolom komentar. Ingat ya, persmaan bukan perbedaan. [DR]

One comment
[…] Baca juga: Menyongsong Abad Kedua Nahdlatul Ulama […]