JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Nabi Muahmmad dan Interaksi Sosialnya; Keluarga, Sahabat, Non-Muslim dan Tradisi
Home » Nabi Muahmmad dan Interaksi Sosialnya; Keluarga, Sahabat, Non-Muslim dan Tradisi

JAS HIJAU – Rasulullah saw (Nabi Muhammad) juga hadir dalam kehidupan bermasyarakat. Berikut saya urutkan mulai interaksi terkecil dalam keluarga hingga masyarakat luas:
ISTERI
Kepada isterinya, Rasulullah saw tidak pernah melakukan kekerasan, tidak mudah memukul, tidak ringan tangan dalam hal menyakiti. Sebagaimana dalam hadis:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ مَا ضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا قَطُّ بِيَدِهِ وَلَا امْرَأَةً وَلَا خَادِمًا
“Dari Aisyah dia berkata: Rasulullah saw sama sekali tidak pernah memukul dengan tangannya pelayan beliau atau pun seorang wanita pun.” (HR. Muslim, No. 4296)
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap para isterinya.” (HR. Tirmidzi, No. 1082)
ANAK
Kasih sayang Nabi kepada putera-puterinya tergambar dalam hadis berikut:
ﻛﺎﻧﺖ ﻓﺎﻃﻤﺔ ﻛﺮﻡ اﻟﻠﻪ ﻭﺟﻬﻬﺎ « ﺇﺫا ﺩﺧﻠﺖ ﻋﻠﻴﻪ ﻗﺎﻡ ﺇﻟﻴﻬﺎ ﻓﺄﺧﺬ ﺑﻴﺪﻫﺎ، ﻭﻗﺒﻠﻬﺎ، ﻭﺃﺟﻠﺴﻬﺎ ﻓﻲ ﻣﺠﻠﺴﻪ، ﻭﻛﺎﻥ ﺇﺫا ﺩﺧﻞ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻗﺎﻣﺖ ﺇﻟﻴﻪ، ﻓﺄﺧﺬﺕ ﺑﻴﺪﻩ ﻓﻘﺒﻠﺘﻪ، ﻭﺃﺟﻠﺴﺘﻪ ﻓﻲ ﻣﺠﻠﺴها
“Jika Fatimah datang kepada Nabi maka Nabi berdiri, menyambut tangannya, menciumnya dan duduk di tempatnya. Demikian pula saat Nabi datang ke tempat Fatimah.” (HR. Abu Dawud)
PARA SAHABAT
Di lingkungan para Sahabat yang selalu bersama Nabi, perangai lemah lembutnya diabadikan dalam firman Allah:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka…” (Ali Imran, 159)
NON-MUSLIM
Selama di Makkah dan Madinah warganya tidak Muslim semua, tetapi ada Yahudi, Nasrani, Majusi, Watsani dan lainnya. Namun Islam memperkenankan untuk berbuat baik dengan mereka di ranah sosial:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِين
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi-mu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Mumtahanah)
Non-Muslim di negara kita sudah memenuhi kriteria ini, mereka berteman, bertetangga, bekerja di tempat yang sama, jual beli dan lainnya, serta mereka tidak memer4ngi kaum Muslimin dan tidak mengusir umat Islam dari Tanah Air.
TRADISI
Sebelum Nabi diutus sebagai Nabi yang terakhir, di tanah Arab sudah memiliki tradisi. Sementara jika tradisi tersebut tidak sampai berkaitan dengan akidah dan tidak melanggar aturan agama maka Nabi cenderung mentolerir. Hal ini berdasarkan hadis dan istimbath ulama:
ﻳﺎ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﻟﻮﻻ ﺣﺪﺛﺎﻥ ﻗﻮﻣﻚ ﺑﺎﻟﻜﻔﺮ ﻟﻨﻘﻀﺖ اﻟﺒﻴﺖ ﺣﺘﻰ ﺃﺯﻳﺪ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ اﻟﺤﺠﺮ، ﻓﺈﻥ ﻗﻮﻣﻚ ﻗﺼﺮﻭا ﻓﻲ اﻟﺒﻨﺎء
“Wahai Aisyah, andaikan tidak karena kaum Quraisy baru meninggalkan kekufuran maka akan aku betulkan kabah hingga aku tambahkan batu. Sebab kaum Quraisy saat membetulkan kabah tidak sesuai pondasi Nabi Ibrahim.” (HR. Muslim)
Dari hadis ini:
ﻭﻗﺎﻝ اﺑﻦ ﻋﻘﻴﻞ ﻓﻲ اﻟﻔﻨﻮﻥ ﻻ ﻳﻨﺒﻐﻲ اﻟﺨﺮﻭﺝ ﻣﻦ ﻋﺎﺩاﺕ اﻟﻨﺎﺱ ﺇﻻ ﻓﻲ اﻟﺤﺮاﻡ
“Ibnu Aqil berkata bahwa tidak dianjurkan keluar dari tradisi masyarakat kecuali dalam hal yang diharamkan.” (Al-Adab Syar’iyah, 43) [DR]
