Napak Tilas Perjalanan Intelektual Kiai Sahal, Bendo dan Sarang

napak-tilas-perjalanan-intelektual-kiai-sahal-bendo-dan-sarang

JAS HIJAU – Bendo dan Sarang merupakan 2 kata kunci penting, untuk membaca perjalanan intelektual Kiai Sahal sebagai seorang santri yang memiliki sanad keilmuan yang kuat dengan guru-gurunya. Dua kata tersebut yang notabene nama sebuah wilayah, menjadi sebuah tempat yang penting dalam perjalanan intelektual beliau setelah menamatkan pendidikan dari Perguruan Islam Mathali’ul Falah, Kajen, Pati.

Tulisan ini disajikan berdasarkan pembacaan langsung penulis atas tulisan beliau sendiri dalam kitab-kitab karangannya. Maka dalam tulisan ini, penulis murni mencoba menggali informasi dan pengetahuan itu dari sumber utama yang kami yakini paling valid dan bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Dalam kitab karangan beliau seperti kitab Fayd al-Hija, Kiai Sahal dengan jelas menuliskan bahwa pernah nyantri kepada K.H. Muhajir (Paman dari Syekh Ihsan Jampes) Bendo, Pare, Kediri, Jawa Timur selama 4 tahun.

Dalam kurun waktu tersebut Kiai Sahal mengaji beberapa kitab, di antaranya adalah Syarh Muqaddimah al-Hadramiyyah, Fath al-Mu’in, Syarh Safinah al-Naja, Sullam Taufiq, awal-awal kitab Fath al-Wahhab, Ihya’ Ulum al-Din, Tafsir Jalalayn, dan kitab-kitab lain. Bahkan di dalam kitab al-Tsamarat al-Hajaniyyah Kiai Sahal dengan jelas mengatakan bahwa beliau khatam ngaos Ihya’ Ulumuddin karya Imam Ghazali dari awal hingga akhir kepada K.H. Muhajir.

Dalam khotimah kitab tersebut juga beliau menegaskan bahwa, selama nyantri dengan K.H. Muhajir, Mbah Yai sangat bersungguh-sungguh. Dan kenapa penulis bisa mengatakan Kiai Sahal ngajinya sungguh-sungguh?  

Mari amati kalimat yang ditulis Yai: (أني قد تفقهت على). Pertama, beliau memakai kata أني yang memiliki faidah: للتوكيد. Kedua, beliu pakai kata قد bertemu fi’il madli (تفقه) yang memiliki maka: للتحقيق.

Baca juga: Apa Pentingnya Fikih Sosial?


Hemat penulis, seakan-akan Yai kui ingin ngendikan: “Aku kui ngaji mbi Yai Muhajir tenanan. (Saya itu ngaji sama Kiai Muhajir sungguh-sungguh).” 

(أني قد تفقهت على يد شيخنا الكبير العلامة الشهير العارف بالله الشيخ مهاجر البندوى)

Dalam kitab juga tertulis, ثم على يد شيخنا العلامة وقدوتنا الفهامة الفقيه الشيخ زبير بن دحلان السارانى (Kiai Sahal menggunakan lafaz ثم, sebagai lafaz penghubung) yang bila kita pahami berarti ada jeda waktu setelah beliau nyantri kepada K.H. Muhajir, baru kemudian Kiai Sahal melanjutkan perjalanan intelektualnya dengan nyantri kepada K.H. Zubair Dahlan, Sarang, Rembang, Jawa Tengah selama 5 (lima) tahun.

Beliau, K.H. Zubair Dahlan (Ayah dari K.H. Maimun Zubair) mengajarkan kepada Kiai Sahal beberapa kitab, di antaranya adalah Fath al-Wahhab, al-Iqna’, Kanz al-Raghibin karya dari al-Mahally, al-Ashbah wa al-Nadzair karya dari al-Suyuthi (yang dari pengajian kitab al-Ashbah wa al-Nazair ini Kiai Sahal melahirkan karya ta’liqan berjudul Anwar al-Bashair), Syarh al-Jam’ al-Jawami’, Tafsir al-Baydlawy, permulaan enam kitab hadis induk, dan kitab-kitab lain.

Tidak hanya mengaji, Kiai Sahal diberikan ijazah khusus oleh K.H. Zubair Dahlan atas kitab-kitab tersebut dan ijazah ‘amdari semua kitab yang pernah diijazahkan dan dibaca oleh K.H. Zubair. 

Beberapa ulasan cerita singkat yang dipaparkan Kiai Sahal sendiri dalam beberapa karyanya. Penulis menyimpulkan bahwa Kiai Sahal sebelum mempunyai gagasan Fikih Sosial, Pengembangan Masyarakat, menjadi Rais Aam di PBNU selama 2 priode, menjadi Rektor UNISNU, menjadi Direktur Perguruan Islam Mathali’ul Falah telah melakukan Rihlah Ilmiyyah dari satu pondok ke pondok lain untuk Tafaqquh fi al-Din. Empat tahun di Bendo dengan K.H. Muhajir dan lima tahun di Sarang dengan K.H. Zubair menjadikan kuatnya sanad pada mereka bedua.

Di sela-sela mengaji dan nyantri kepada guru-gurunya, Kiai Sahal juga diminta oleh teman-temannya untuk mengajar kitab (terlebih ketika di Sarang 1380 H – 1381 H). Dalam pengajarannya beliau juga menulis penjelasan-penjelasan atas kitab yang dikaji hingga akhirnya menjadi sebuah karya, seperti Thariqah al-Husul, Fayd al-Hija, al-Bayan al-Mulamma’ dan lain-lain.

Baca juga: Mbah Fadhol, Ulama Besar yang Sederhana


Hal ini dapat diketahui ketika membaca pendahuluan kitab-kitab karangannya. Kiai Sahal memulai kalam dengan kalimat: سألني بعض الإخوان. (Sebagian teman meminta kepadaku).

Semoga dengan membaca sirah Kiai Sahal dalam menuntut ilmu dari satu pondok lain menjadi motivasi bagi para santri untuk tekun dan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. [DR]


CATATAN:
Diambil dari utas Suluk Kiai Sahal (@mbahyaiku) yang dibuatnya pada 17 November 2020 dan ditulis oleh M. Islahuddin, Mutakharijin Pesantren Maslakul Huda 2013-2014. 

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *