Nyai Maftuhah: Contoh Doa dan Usaha yang Sungguh-sungguh

nyai-maftuhah-contoh-doa-dan-usaha-yang-sungguh-sungguh

JAS HIJAU – Sebaiknya perawatan jenazah (memandikan, mengkafani, mensalati, menguburkan) ditangani oleh keluarga terdekat, semisal anak dan saudaranya. Begitulah selayaknya. Cuma biasanya mayoritas masyarakat sering kali memasrahkan kepada para tokoh atau pihak berwenang dari desa.

Pada perawatan Nyai Maftuhah Khozin, genap sudah jasad Dewan Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Ganjaran, Gondanglegi, Malang itu diurus oleh tangan-tangan putera-puteranya. Ning Habibah (ikut memandikan), Gus Nasihuddin (persaksian), Gus Ma’ruf (imam salat) dan 2 putera + Gus Ghozali (mengebumikan).

Apa yang diabdikan anak-anak almarhumah itu cukup menuju sempurna. Kenapa? Di antara alasan yang paling tepat seperti diungkap sendiri oleh Nyai Maftuhah ketika meminta agar pihak yang mempersaksikan dirinya kelak saat wafat adalah putera-puteranya. Kata beliau: “Sebab yang paling tahu tentang aku adalah anak-anakku.”

Alasan lain adalah acap kali pengabdian tak berujung pada kesungguhan kecuali dari anak kepada kedua orang tuanya. Contohnya mensalati mayit. Secara bahasa, salat merupakan doa, berarti mensalati jenazah sama halnya mendoakannya. Sangat lumrah doa hanya berbentuk setengah hati, gara-gara yang didoakan merupakan orang lain.

Betapa dahsyat doa yang dipanjatkan buah hati dari jasad kaku yang telah melahirkannya, pasti terbesit kesungguhan yang kuat ketika memohon. Dalam peristiwa Nyai Maftuhah, hal yang ideal telah menjadi fakta.

Baca juga: Sepotong Jejak Rihlah Ritual: Mengenang Kiai Khozin Yahya


Selain pesan-pesan yang disebutkan dalam sambutan atas nama keluarga oleh Gus Nasih, ternyata kakak dari Ustaz Nawawi Bulupitu itu telah melakukan persiapan-persiapan menyambut alam barzakh.

Tanda-tanda tersebut bisa dicermati dari beberapa hal yang dilakukan Nyai Maftuhah, antara lain:

  1. Beliau investasikan sebagian harta untuk kurban melalui putera-puteranya, dalam hal ini dipercayakan pada Gus Nasih. Dengan lugunya beliau menyatakan ingin hewan segagah yang dikurbankan Bupati Malang, kemudian keinginan itu mengundang tawa putera-puteranya karena ongkos yang dipunyai tidak sebanding.
  2. Beliau juga mengabadikan keuangannya lewat umroh. Konon, dana itu telah disalurkan melalui salah satu puteranya, dengan perkataan: “Siapa pun dari anak-anakku yang umroh, aku ikut.”

Anak mana yang tega mengesampingkan niat manasik orang tua sementara ajal telah menjemput? Pasti akan dihajikan/diumrohkan sekali pun tanpa biaya. Nah, kala masih hidup, Nyai Maftuhah masih menitipkan dana untuk niat tersebut disaat putera-puteranya telah mapan.

  • Konon, beliau masih sempat menitipkan “biaya selametan saat wafat.”
  • Saat berobat yang terakhir, putera yang mengantar beliau hanya mendengar suara “Alhamdulillah,” sebelum tak sadarkan diri yang selanjutnya menghembuskan nafas terakhirnya.

Pantas, dalam statusnya Gus Hasbullah Huda berkomentar: “Nyai Maftuhah adalah contoh doa dan usaha yang sungguh-sungguh. Semenjak alm. K.H. Mudjtaba masih ada, beliau sering bersilaturahmi sambil mengharap agar kelak ketika wafat bisa berdampingan dengan sang suami tercinta, alm. K.H. Khozin Yahya. Kini keinginan beliau terkabul, berjumpa dan berdampingan.” [DR]


One comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *