Pesan Imam al-Ghazali untuk Saudara Miftah (Gus)

pesan-imam-al-ghazali-untuk-saudara-miftah-gus

JAS HIJAU – Saya merasa prihatin, malu, dan sedih melihat potongan ceramah Saudara Miftah, yang lebih dikenal sebagai Gus Miftah. Dalam video tersebut, tampak seorang pedagang minuman yang sepertinya berharap dagangannya diborong. Namun, alih-alih mendapatkan perlakuan baik, pedagang itu justru mendapat hinaan dengan disebut “goblok” di hadapan jamaah, disertai tawa puas dari Miftah.

Tindakan tersebut mengejutkan banyak orang, terutama mengingat status Miftah sebagai seorang Gus dari kalangan pesantren (santri) dengan latar belakang Nahdlatul Ulama (NU), yang selama ini dikenal dengan kesantunan, keramahan, dan kehati-hatian dalam bertutur kata.

Sebagai santri, terlebih lagi sebagai seorang kiai, perilaku seperti itu tidaklah pantas. Dalam hal ini, nasihat Imam al-Ghazali seharusnya menjadi pedoman:

آداب العالم: لزوم العلم، والعمل بالعلم، ودوام الوقار، ومنع التكبر وترك الدعاء به، والرفق بالمتعلم، والتأنى بالمتعجرف، وإصلاح المسألة للبليد، وبرك الأنفة من قول لا أدري، وتكون همته عندالسؤال خلاصة من السائل لإخلاص السائل، وترك التكلف، واستماع الحجة والقبول لها وإن كانت من الخصم

Adab seorang ulama: Memiliki komitmen terhadap ilmu, mengamalkan ilmu, senantiasa menjaga kewibawaan, menghindari kesombongan dalam memerintah atau memanggil seseorang, bersikap lembut terhadap pelajar, tidak membanggakan diri, mengajukan pertanyaan yang bisa dipahami orang yang lamban berpikirnya, merendah dengan mengatakan, saya tidak tahu, bersedia menjawab secara ringkas pertanyaan yang diajukan penanya yang kemampuan berpikirnya masih terbatas, menghindari sikap yang tak wajar, mendengar dan menerima argumentasi dari orang lain meskipun ia seorang lawan.

Dari salah satu pesan al-Ghazali terdapat frasa ومنع التكبر yang kalau di-‘ibarah-kan seperti ini:

 عبارة ومنع التكبر: الامتناع عن الكبر والغرور، والتواضع في القول والفعل

Mencegah kesombongan: Menahan diri dari sifat sombong atau merasa lebih tinggi dari orang lain, serta bersikap rendah hati dalam ucapan maupun perbuatan.

Dalam konteks ini, seorang ulama (ustaz, gus, kiai, dll) atau pelajar diingatkan untuk menjaga kerendahan hati dan tidak menggunakan perkataan atau tindakan yang menunjukkan sikap merendahkan atau merasa lebih baik dari orang lain.

Apabila pesan ini dijalankan dengan baik, tindakan seperti merendahkan pedagang minuman tidak akan terjadi. Seorang ulama, termasuk penceramah seperti Gus, semestinya senantiasa menjaga ucapan dan perilakunya agar sesuai dengan adab yang seharusnya dimiliki oleh seorang alim. [DR]


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *