Pokok-pokok Pikiran dalam Dakwah K.H. Hasyim Asy’ari: Teladan Para Kiai dan Dai

pokok-pokok-pikiran-dalam-dakwah-kh-hasyim-asyari-teladan-para-kiai-dan-dai

JAS HIJAU – K.H. Hasyim Asy’ari adalah salah satu tokoh besar dalam sejarah Islam Indonesia yang namanya abadi sebagai pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Beliau tidak hanya dikenal sebagai ulama besar, tetapi juga sebagai seorang pemikir, pendidik, dan pejuang yang membangun fondasi keilmuan dan spiritualitas umat Islam di Indonesia. Beliau seorang ulama, penulis sekaligus muballigh. Cerdas dalam menulis buku, kitab dan di Koran. Juga tangkas dalam bercakap di panggung dakwah. Pemikiran-pemikiran pokok K.H. Hasyim Asy’ari menjadi pilar penting dalam perjuangannya mempertahankan dan memajukan Islam di Indonesia.

K.H. Hasyim Asy’ari adalah salah satu ulama yang konsisten memperjuangkan konsep Ahlussunnah wal Jamaah sebagai landasan keber-Islaman umat. Dalam pandangannya, Aswaja adalah akidah yang menjaga keseimbangan antara akidah, syariah, rasional dan tasawuf. Beliau menegaskan pentingnya mengikuti jalan yang telah ditempuh oleh Rasulullah saw dan para sahabat, serta menjaga ajaran Islam agar tidak terjerumus ke dalam ekstremisme baik dalam aspek doktrin maupun praktik. Aswaja dalam pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari menekankan keadilan.

Melalui karya beliau seperti Risalah Ahlissunnah wal Jama’ah, K.H. Hasyim Asy’ari memberikan panduan bagi umat Islam untuk tetap teguh pada ajaran Aswaja. Beliau juga mengkritik pandangan kaum modernis yang mencoba mereduksi aspek tradisional Islam, seperti bermazhab dan praktik-praktik keagamaan yang telah menjadi bagian dari tradisi Islam selama berabad-abad. Juga mengomentari firqah-firqah yang merusak persatuan umat seperti Syiah, Ibahiyyah, Sinkritisme, dan lain-lain.

Salah satu pemikiran penting K.H. Hasyim Asy’ari adalah mengenai otoritas mazhab dalam memahami dan mengamalkan Islam. Beliau menegaskan bahwa mengikuti salah satu dari empat mazhab yang mu’tabar (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) adalah cara terbaik untuk menjaga keutuhan dan kesatuan dalam beragama. K.H. Hasyim Asy’ari memandang bahwa bermazhab bukan hanya persoalan teknis fikih, tetapi juga bentuk penghormatan terhadap warisan dan otoritas keilmuan ulama terdahulu.

Dalam Risalah Ahlissunnah wal Jama’ah, K.H. Hasyim Asy’ari menulis: “Barang siapa meninggalkan mazhab, maka ia akan terjerumus ke dalam kebingungan dan penyimpangan.” Pernyataan ini menegaskan bahwa mazhab adalah metode yang teruji dalam memahami syariat Islam, sekaligus menjadi benteng dari pemikiran-pemikiran yang menyimpang. Dengan menjaga otoritas mazhab, K.H. Hasyim Asy’ari ingin memastikan bahwa umat Islam memiliki pedoman yang jelas dan terstruktur dalam menjalankan ajaran agama.

K.H. Hasyim Asy’ari memiliki komitmen kuat untuk melindungi agama dari penyelewengan, baik dalam bentuk pemahaman yang ekstrem maupun penyalahgunaan serti penyimpangan agama. Dalam konteks ini, beliau sering mengkritik kaum modernis yang menurutnya cenderung meremehkan tradisi ulama dan mengadopsi pemikiran Barat tanpa filter. Beliau juga mengingatkan bahaya pemikiran-pemikiran kolonialis yang memisahkan agama dari kehidupan sosial.

Baca juga: K.H. Abdul Wahid Hasyim, Pelopor Pendidikan Modern di Pondok Pesantren


Sebagai bentuk perlindungan terhadap agama, K.H. Hasyim Asy’ari menekankan pentingnya dakwah yang berdasarkan ilmu dan akhlak. Dalam banyak kesempatan, beliau mengingatkan bahwa dakwah bukan sekadar menyampaikan pesan agama, tetapi juga menjaga agar pesan tersebut tidak disalahartikan atau disalahgunakan. Hal ini sangat relevan dalam konteks Indonesia saat ini.

Keikhlasan adalah salah satu nilai yang selalu ditekankan oleh K.H. Hasyim Asy’ari dalam berdakwah. Beliau mengingatkan para ulama dan dai untuk selalu berdakwah semata-mata karena Allah swt, bukan untuk popularitas atau keuntungan duniawi. Dalam pandangannya, keikhlasan adalah syarat utama agar dakwah dapat membawa keberkahan dan diterima oleh masyarakat. Dalam salah satu pidatonya di hadapan para ulama dari berbagai ormas beliau menyampaikan pesan bahwa jika ada orang yang menghina al-Qur’an dan syariat, maka semuanya harus bersatu. Meninggalkan ego dan fanatisme golongannya masing-masing, untuk bersama-sama difa’an al-Qur’an (membela keagungan al-Qur’an).

K.H. Hasyim Asy’ari juga mencontohkan keikhlasan dalam perjuangannya mendirikan NU. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, beliau tetap konsisten menyuarakan pentingnya persatuan umat dan membangun organisasi yang tidak hanya bergerak di bidang agama, tetapi juga pendidikan, sosial, dan ekonomi. Keikhlasan juga beliau contohkan dalam membangun pesantren. Harta pribadi dikorbankan untuk kepentingan pendidikan pesantren yang beliau rintis. Semangat keikhlasan inilah yang membuat perjuangan beliau tetap relevan hingga hari ini.

Salah satu warisan terbesar K.H. Hasyim Asy’ari adalah sistem pendidikan pesantren yang beliau dirikan. Beliau meyakini bahwa pendidikan adalah alat utama untuk mencapai kemajuan. Dalam konteks ini, pesantren tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan agama, tetapi juga sebagai pusat pembentukan karakter. K.H. Hasyim Asy’ari sangat menekankan pentingnya pendidikan adab dan akidah dalam membentuk karakter umat Islam. Beliau percaya bahwa ilmu tanpa adab hanya akan melahirkan individu yang cerdas tetapi tidak bermoral. Oleh karena itu, dalam sistem pendidikan yang beliau bangun, adab selalu menjadi prioritas utama.

Dalam kitab Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim, K.H. Hasyim Asy’ari menjelaskan bahwa hubungan antara guru dan murid harus didasarkan pada penghormatan dan kasih sayang (ikhram wa syafaqah). Guru harus menjadi teladan dalam akhlak dan ilmu, sementara murid harus memiliki sikap tawadhu’ dan hormat kepada gurunya. Selain itu, akidah yang benar juga menjadi fondasi dalam pendidikan, karena tanpa akidah, ilmu yang dipelajari tidak akan membawa manfaat bagi kehidupan dunia maupun akhirat.

K.H. Hasyim Asy’ari adalah sosok yang gigih menjaga warisan tradisi ulama. Beliau percaya bahwa tradisi ulama adalah hasil ijtihad dan perjuangan yang harus dihormati dan dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Dalam banyak kesempatan, beliau mengingatkan pentingnya memelihara amalan-amalan yang telah menjadi bagian dari identitas Ahlussunnah wal Jamaah.

Baca juga: Satu Abad Hadratussyekh K.H. M. Hasyim Asy’ari Memperjuangkan Islam di Indonesia


Selain itu, K.H. Hasyim Asy’ari juga menekankan pentingnya ukhuwah Islamiyyah sebagai upaya menjaga persatuan umat. Beliau sering menyerukan agar perbedaan kecil di kalangan umat Islam tidak dijadikan alasan untuk saling bermusuhan. Dalam konteks Indonesia yang beragam, pesan ukhuwah Islamiyyah dari K.H. Hasyim Asy’ari menjadi sangat relevan untuk menjaga harmoni di tengah masyarakat. Pesan-pesan ukhuwah beberapa kali disampaikan beliau dalam forum MIAI maupun pertemuan NU. Pidato beliau jauh dari bahasa dan kalimat-kalimat kasar. Pidatonya penuh dengan ilmu, bahasanya tegas tetapi sopan.

Teladan perjuangan K.H. Hasyim Asy’ari adalah inspirasi besar bagi umat Islam, khususnya bagi para dai dan muballigh dalam menjaga dan mengembangkan ajaran Islam berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah. Pemikiran beliau tentang Aswaja, otoritas mazhab, perlindungan agama, keikhlasan berdakwah, pendidikan adab dan akidah, serta pentingnya menjaga tradisi ulama dan ukhuwah Islamiyyah menjadi landasan yang kokoh bagi umat Islam Indonesia. Dengan meneladani perjuangan dan dakwah beliau, umat Islam dapat menghadapi tantangan zaman dengan tetap berpegang pada nilai-nilai Islam yang autentik dan relevan. [DR]


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *