JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Pondok Pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti Klaten
Home » Pondok Pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti Klaten

JAS HIJAU – Pondok Pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti Klaten adalah sebuah wadah untuk menimba ilmu keagamaan Islam. Kultur dan budaya pesantren ini sangat berbeda dengan lainnya.
Pondok Pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti didirikan pada tahun 1974 oleh K.H. Muslim Rifai Imampuro, seorang tokoh ulama besar yang karib dengan panggilan Mbah Lim. Beliau menamai pesantren ini dengan “Pancasila” karena terinspirasi atas kegigihan para ulama dalam menegakkan eksistensi Pancasila dan untuk menunjukkan bahwa pesantren ini berusaha menggagas tentang nilai-nilai kebangsaan.
Pondok Pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti ini merupakan sebuah warisan dari Mbah Lim tentang Islam dan Pancasila yang paripurna. Karena Pancasila ini bagian dari pengamalan nilai-nilai Islam dalam masyarakat yang majemuk.
Mbah Lim merupakan sosok ulama yang akan terus dikenang oleh masyarakat Nahdliyyin dan Indonesia. Sebagai sosok kiai yang nyentrik dan bersahaja, Mbah Lim bercita-cita mewujudkan Indonesia aman dan damai.
Pemikiran Mbah Liem tentang Islam dan Pancasila tampak begitu sempurna nun paripurna. Melalui Pondok Pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti, Mbah Lim ingin menyelaraskan antara nilai-nilai Islam dan Pancasila dalam masyarakat Indonesia yang majemuk. Di mana di dalamnya terdapat sebuah doktrin kuat bahwa untuk menjadi seorang Muslim tidak perlu mendirikan sebuah negara Islam.
Doktrin yang digalakkan Mbah Lim lewat Pondok Pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti yang didirikannya ini menjadi sebuah bentuk perlawanan terhadap ideologi Islam transnasional yang berkembang di Indonesia, sebuah ideologi yang mempertanyakan relevansi bentuk dan dasar negara pada tahun 1980-an.
Selain dalam bentuk perlawanan ideologi, Mbah Lim juga menunjukkan ketidakselarasannya dengan kelompok radikal tersebut dalam banyak hal. Seperti penyebutan thagut atau berhala terhadap Pancasila, Bendera Merah-Putih, dan Lagu Indonesia Raya.
Oleh Mbah Lim, justru simbol-simbol kenegaraan tersebut senantiasa dilestarikan sebagai sebuah simbol nasionalisme. Satu lagi bentuk perjuangan Mbah Lim yang unik dalam menangkal radikalisme. Yaitu dengan diajarkannya materi tentang ke-Indonesiaan dan kebinekaan di Pondok Pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti. Bagi Mbah Lim, Islam mengajarkan cinta Tanah Air adalah bagian dari iman.
Dalam perkembangannya, Mbah Lim bersama dengan Pondok Pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti menghadirkan sebuah nafas baru Islam sebagai sebuah agama yang rahmatan lil alamin. Sebagai agama mayoritas di Indonesia, sudah seyogyanya kaum Muslimin mampu mengayomi bagi kaum minoritas. Bukan malah sebaliknya. Di mana di dalamnya agama harus menjadi sebuah pelecut utama untuk memberikan manfaat bagi sesama dan mendorong persatuan bangsa Indonesia.
Dalam sepak terjang perjuangannya, Mbah Lim senantiasa mengajarkan toleransi antarumat. Mbah Lim mewariskan semangat persaudaraan antarmanusia, sekali pun berbeda agama dan kepercayaan. Karena, hakikatnya setiap manusia adalah ciptaan Allah, sama-sama anak Nabi Adam, dan sama-sama penghuni NKRI—sebagaimana pesan yang tertulis di Joglo Perdamaian pesantren ini.
Sejak 1998, Pondok Pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti kerap mengadakan pertemuan dengan para tokoh lintas iman. Karena itu, tidak salah jika kita menyematkan julukan jembatan penghubung bagi Mbah Lim dan Pondok Pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti atas dedikasinya dalam meruwat dan merawat nilai moderasi dan wawasan kebangsaan dalam bingkai Pancasila.
Dalam kesaksian Habib Luthfi bin Yahya, sebagaimana ditulis dalam buku Fragmen Sejarah NU karya Abdul Mu’im DZ (2017), Mbah Lim adalah pelopor sekaligus pencetus slogan “NKRI Harga Mati”.
Pondok Pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti atau dikenal dengan Pondok Pesantren ALPANSA ini berlamatkan di Dusun Sumberejo, Desa Troso, Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten, Jawa Tengan. [DR]

One comment
[…] Salah satu murid beliau adalah K.H. Muslim Rifa’i Imam Puro (Mbah Liem, wafat 2012), pengasuh Pondok Pesantren al-Muttaqin Pancasila Sakti […]