Pondok Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi

pondok-pesantren-darussalam-blokagung-banyuwangi

JAS HIJAU – Pondok Pesantren Darussalam Blokagung didirkan pada tahun 1951 oleh K.H. Mukhtar Syafa’at Abdul Ghofur. Beliau berasal dari desa Ploso, Klaten, Kediri. Kiai Mukhtar sendiri pernah santri selama 23 tahun di dua pesantren, Pondok Pesantren Tebuireng (Jombang) dan Pondok Pesantren Jalen (Banyuwangi).

Pada tahun 1949, Kiai Mukhtar menikah dengan seorang perempuan asal Yogyakarta, Maryam. Beliau adalah puteri dari Karto Diwiryo dari desa Margo Katon, Sayegan, Sleman.

Setelah 6 bulan berada di Blokagung, para sahabat yang dulu mengaji kepadanya pun berdatangan. Hal ini tidak terduga, namun menjadikan apa yang diperoleh selama nyantri di Tebuireng dan Jalen menjadi sangat berguna dan bermanfaat.

Di sisi lain, keadaan masyarakat sekitar kala itu masih buta akan agama. Bahkan, dari mereka pernah mengancam keberadaannya. Menghadapi kondisi yang demikian, Kiai Mukhtar tetap sabar dan dengan penuh kasih sayang beliau berdoa; “Ya Allah, Ya Tuhan Kami. Berilah petunjuk kau mini, karena sesungguhnya mereka itu belum tahu.”

Karena keadaan yang sangat mendesak itulah kemudian timbul kemauan yang kuat pula untuk mendorong mendirikan tempat pendidikan yang permanen, sebagai tempat untuk mendidik para sahabat dan masyarakat sekitarnya yang belum mengenal agama sama sekali.

Kemudian, pada tanggal 15 Januari 1951 Masehi, didirikanlah suatu bangunan berupa musala kecil berukuran 7×5 meter yang terbuat dari bambu dan beratap ilalang. Musala ini kemudian diberi nama “Darussalam” dengan harapan semoga akhirnya menjadi tempat pendidikan masyarakat sampai akhir zaman.

Pembangunan musala dikerjakan sendiri dengan dibantu para santrinya. Selama pembangunan, Kiai Mukhtar memberikan bimbingan dan praktik pertukangan secara langsung. Baginya, setiap pembangunan apa saja harus dikerjakan sendiri semampunya, keculai bila sudah tidak mampu lagi. Hal ini ditujukan agar menjadi bekal di masyarakat kelak.

Pada mulanya, musala kecil itu digunakan untuk mengaji dan tidur para santri bersama kiainya. Namun dalam perkembangan selanjutnya, kemasyhuran dan kealimannya semakin jelas sehingga timbul keinginan masyarakat luas untuk ikut serta menitipkan putera-puterinya untuk dididik di tempat ini.

Akhirnya, musala pun tidak muat untuk menampung para santri. Kemudian timbul gagasan dari Kiai Mukhtar untuk mengumpulkan wali santri dan diajak mendirikan bangunan yang baru, bergotong royong membangun tanpa ada tekanan dan paksaan.

Pelaksanaan pembangunan dipimpin oleh Kiai Mukhtar sendiri, sehingga dalam waktu yang relatif singkat, pembangunan itu pun selesai dan bisa digunakan untuk menampung para santri yang berdatangan. Santri pun terus berdatangan dari seluruh penjuru negeri, dari Sabang sampai Merauke.

Pada tahun 1978 Masehi, pesantren pun diresmikan dalam bentuk yasayan dengan nama “Yayasan Pondok Pesantren Darussalam”.

Akhirnya, Kiai Mukhtar pun wafat pada tahun 1991, tepatnya hari Jumat malam Sabtu, 02 Februari, pukul 02.00 WIB. Beliau wafat di usia 72 tahun. malam beliau pulang ke Rohmatullah dalam usia 72 tahun. Haul Kiai Mukhtar dilaksanakan setiap tanggal 17 Rajab, menggunakan tanggal wafatnya dari tahun Hijriah.

Selepas kepergian Kiai Mukhtar, kepemimpinan Pondok Pesantren Darussalam dilanjutkan oleh puteranya, K.H. Ahmad Hisyam Syafa’at dengan dibantu oleh adik-adiknya.

Pesantren ini beralamatkan di Jl. PP Darussalam Blokagung, Kaligesing, Karangbendo, Tegalsari, Banyuwangi, Jawa Timur. [DR]


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *