Pondok Pesantren Darussalam Kencong Kediri

pondok-pesantren-darussalam-kencong-kediri

JAS HIJAU – Pondok Pesantren Darussalam Kencong, Kediri didirikan beberapa tahun setelah Indonesia merdeka, tepatnya 13 Maret 1948 M/02 Jumadil Ula 1367 H. Pesantren yang dikenal dengan MIDA-MAHISD (Madrasrah Islamiyah Darussalamah dan Pondok Pesantren Darussalam) ini didirikan oleh K.H. Imam Faqih Asy’ari.

Pada awalnya, setelah K.H. Imam Faqih Asy’ari pulang dari Pondok Pesantren Lirboyo dan menikah dengan Nyai Hj. Munifah, puteri Kiai Abu Amar yang juga pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Ulum Jombangan, Tertek, Pare, Kediri, dan juga merupakan cucu dari Kiai Nur Aliman (pembabat Desa Sumbersari), beliau membantu pelaksanaan pendidikan di pesantren yang diasuh oleh mertuanya tersebut.

Setelah empat setengah tahun membantu di Jombangan, K.H. Imam Faqih Asy’ari menginginkan untuk nasyrul ‘ilmi wa al-ddin di daerah lain. Maka dengan pertimbangan dan arahan dari mertuanya, dipilihlah sebuah dusun yang masih sepi yaitu Sumbersari.

Sewaktu beliau datang ke Sumbersari, keadaan kampung tersebut sangatlah sepi dan hanya dihuni oleh dua keluarga saja, yaitu keluarga Kiai Nur Aliman dan Kiai Iskandar. Kepindahan beliau pada waktu itu, dihadiri oleh seorang ulama besar, yaitu Kiai Khozin dari Bendo, Pare, Kediri (ayah dari Kiai Hayat) yang ikut mendoakan dan merestuinya.

Kemudian beliau membangun sebuah rumah kecil berdinding bambu yang berada di tengah-tengah tegalan di selatan Masjid Baiturrohman, kepindahannya ini diikuti oleh dua belas santri dari Jombangan, di antaranya:

  1. Mukhtar berasal dari Bondo, Jajar, Wates, Kediri;
  2. Abdul Karim berasal dari Sumbersari, Badas, Badas, Kediri;
  3. Damamini/Dawami berasal dari Ngaglik Kandangan Kediri;
  4. Hamim berasal dari Bunut, Tunglur, Badas, Kediri;
  5. Sirojuddin berasal dari Sidomulyo, Puncu, Kediri;
  6. Baidlowi berasal dari Lamong, Badas, Kediri;
  7. Adzro’i berasal dari Semanding, Tertek, Pare, Kediri;
  8. Thoha berasal dari Tawang, Gedangsewu, Pare, Kediri;
  9. Abdul Shomad berasal dari Pujon, Malang;
  10. Rofi’i berasal dari Kemirahan, Damarwulan, Kepung, Kediri;
  11. Husni Waluyo berasal dari Klampisan, Kandangan, Kediri; dan
  12. Wajidi/H. Marzuqi berasal dari Pogar Tunglur Badas Kediri.

Dengan bekal sejumlah santri tersebut, K.H. Imam Faqih Asy’ari memulai sistem pendidikan klasikal, namun hanya membuka kelas empat dan lima Ibtidaiyyah, karena semua murid-muridnya sudah relatif besar. Dalam pelaksanaannya, pendidikan tersebut bertempat di bangunan yang tak berdinding di sebelah barat kediamannya. Melihat situasi yang seperti itu, para santri tidak tinggal diam dengan berusaha memperbaiki keadaan lokal pendidikan.

Baca juga: Profil dan Sejarah Singkat Pondok Pesantren Fathul Ulum Kwagean, Kediri 


Seiring dengan berjalannya waktu, sekitar kurang lebih lima bulan, telah didirikan bangunan baru yang dibilang baik. Setelah beberapa bulan madrasah berjalan, maka nama beliau mulai dikenal masyarakat sekitar, dan akhirnya banyak santri yang datang untuk menuntut ilmu. Dengan demikian beliau mengambil kebijaksanaan untuk mengelola adanya pendidikan supaya mengarah lebih maju, maka diusahakan tenaga dari murid yang sudah mampu untuk membantu kelas sebawahnya.

Pada tahun 1949, Pondok Pesantren Darussalam terkena imbas dari Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan para santri pulang ke kampung halamannya untuk membantu mengamankan daerahnya masing-masing, sehingga terpaksa istirahat selama 10 bulan. Kegiatan belajar mengajar aktif kembali pada hari Minggu tanggal 16 Oktober 1949 M. Setelah itu dibukalah madrasah untuk puteri, yang pada saat itu aktifitas belajar mengajar berpindah-pindah.

Karena belum ada tempat, sementara para santri puteri ditempatkan di nDalem Kiai Abdurrohman dan diasuh langsung oleh K.H. Imam Faqih Asy’ari. Kemudian pada tahun 1956 M, karena jumlah santrinya semakin bertambah banyak, maka dibangunlah dua kamar yang mana biaya pembangunannya berasal dari K. Abdurrohman dan sumbangan dari para santri.

Seiring berkembangnya waktu, pada bulan Maret 1976 M, bertepatan dengan bulan Robiul Awal 1396 H, dibuka Madrasah tingkat kanak-kanak. Sebelumnya jenjang pendidikan tingkat Tsanawiyah ditempuh selama 6 tahun, kemudian pada tahun 1980 M, dibentuklah tingkatan baru yaitu tingkat Aliyah, sehingga tingkat pendidikan Tsanawiyah dan Aliyah masing-masing ditempuh selama 3 tahun.

Pada tahun 1983 M, mulai dibuka Majelis Musyawaroh Darul Falah (MMD), yang mana pada waktu itu digunakan untuk mewadahi para santri yang telah tamat aliyah. Dan, tahun 1992 M, ditambah jenjang Madrasah Isti’dadiyah (MIs) sebagai jenjang persiapan bagi siswa baru.

Pada mulanya MIDA dan MAHISD merupakan lembaga yang berdiri sendiri-sendiri, kemudian pada tahun 2003 M, keduanya digabung dalam satu naungan di bawah MIDA-MAHISD, dan yang menjadi kepala pertama kalinya adalah K.H. Abdul Qahhar dari Malang.

Selain itu, tingkat Aliyah pada tahun 2008 dan tingkat Tsanawiyah pada tahun 2022, telah mendapatkan pengakuan kesetaraan dari Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia. Dengan adanya pengakuan kesetaraan tersebut, maka tamatan tingkat Tsanawiyah dan Aliyah Madrasah Islamiyah Darussalamah sama halnya dengan lulusan SMP dan SMA sederajat.

Baca juga: Profil dan Sejarah Singkat Pondok Pesantren Kedunglo, Kediri


Kemudian, untuk menunjang para santri dalam nasyrulilmi di kampung halamannya masing-masing, maka pada tahun 2013, didirikan Perguruan Tinggi STISFA (Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah Faqih Asy’ari) sesuai dengan keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI Nomor 779 Tahun 2013 tentang Persetujuan Pendirian Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta dan pada tanggal 22 Mei 2019 beralih status menjadi IAIFA (Institut Agama Islam Faqih Asy’ari).

Pondok Pesantren Darussalam berlamatkan di Jl. K.H. Imama Faqih Asy’ari, Dusun Sumbersari, Desa Kencong, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. [DR]


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *