JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Pondok Pesantren Gedongan Cirebon
Home » Pondok Pesantren Gedongan Cirebon

JAS HIJAU – Pondok Pesantren Gedongan merupakan salah satu pondok pesantren tertua di Cirebon. Pesantren ini didirikan pada tahun 1800-an oleh K.H. Muhammad Said. Kiai Said adalah ulama yang disegani, khususnya di Jawa Barat pada zamannya.
Nama Gedongan sendiri diyakini karena awalnya di tempat tersebut terdapat “gedong” atau gedung dalam bahasa Indonesia, yang menjadi tempat peninggalan benda-benda antik peninggalan para wali. Benda-benda tersebut merupakan pusaka-pusaka senjata yang terkubur di dekat sumur Gedongan. Sejumlah benda tesebut tersimpan dalam gedung yang berdiri di atas tanah seluas sekitar 50 bata atau 700 meter persegi.
Dulu, di kawasan yang sekarang bernama desa Ender terdapat tiga pedukuhan yakni Gedongan, Rakit, dan Kubang Bango. Dan, Gedongan dulu tergolong daerah terpencil karena berada di tengah pesawahan yang hanya dihuni oleh beberapa kepala keluarga.
Penamaan pesantren diambil dari nama pedukuhan tersebut, yaitu; Pondok Pesantren Gedongan. Hal ini menunjukan bahwa kehadiran pondok pesantren lebih awal menjadi sebab berdirinya pedukuhan Gedongan.
Pondok Pesantren Gedongan didirikan Kiai Said karena memilih mengasingkan diri atau ‘uzlah ke wilayah timur. Pengasingan dilakukan dari tanah kelahirannya, desa Pesawahan wilayah Sindanglaut, Cirebon. Desa ini juga merupakan tempat pendiri Pesantren Buntet, saat Mbah Muqayyim melakukan pengasingan.
Pasawahan sendiri memiliki arti pembibitan yang bermakna ladang ilmu, sebab di tempat tersebut Kiai Ismail Sembirit, Mbah Muqayyim, dan Ki Ardisela mengajar bebagai macam ilmu kepada para santrinya, termasuk kepada putera Sultan Kanoman, Pangeran Santri atau Muhammad Khaeruddin II yang kemudian menjadi penguasa Keraton Kacirebonan.
Sebelum pengasingan, Kai Said telah berdiskusi dan izin terlebih dulu kepada Sultan Kasepuhan Cirebon. Terlebih, tanah yang akan dijadikan tempat pengasingan tersebut milik ayahnya dari hadiah sultan. Sebagai kerabat keraton, Kiai Said diizinkan menempati lokasi yang saat itu masih tergolong hutan.
Kiai Said memilih ‘uzlah karena didorong oleh kebingungannya dalam mencari sasaran dakwah (mad’u). Terlintas di benaknya, jika ia berdakwah dan mengajarkan ajaran agama Islam di pesantren ayahnya atau tempat kelahirannya, merasa su’ul adab dan kurang leluasa.
Hingga sekarang, Gedongan masih dipimpin oleh generasi ketiga, yaitu cucu Kiai Said; K.H. Amin Siroj. Di mana beliau adalah cucu termuda dari putera Kiai Said yang bungsu, yaitu K.H. Siroj.
Pada mulanya, Kiai Said hanya memiliki beberapa santri sebagai cikal bakal pendirian pesantren tersebut. Hingga beberapa tahun kemudian, Gedongan mulai dikenal oleh masyarakat umum. Hal ini terbukti dengan banyaknya santri yang semakin berdaatangan dari segala penjuru. Bahkan bukan hanya dari Cirebon, melainkan dari berbagai daerah yang ada di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan lain sebagainya.
Seiring dengan berjalannya waktu, pesantren Gedongan selalu menyesuaikan diri dengan tuntutan masyarakat dengan mendirikan pendidikan formal maupun non formal. Keduanya disinergikan demi terbentuknya alumni yang bisa menguasai dua bidang keilmuan secara umum yaitu ilmu agama dan ilmu umum.
Maka dibentuklah beberapa lembaga pendidikan yang menekuni bidang keilmuan agama dengan Madrasah Diniyyah an-Nidzamiyyah serta pendidikan formal dengan Yayasan Manbaul Hikmah serta yang lainnya.
Pondok Pesantren Gedongan beralamatkan di Dusun IV, Ender, Pangenan, 45182, Cirebon, Jawa Barat. [DR]
