JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Pondok Pesantren Jamsaren Solo
Home » Pondok Pesantren Jamsaren Solo

JAS HIJAU – Pondok Pesantren Jamsaren Solo pertama berdiri sekitar tahun 1750 Masehi. Dalam sejarahnya, pondok ini melewati dua periode, setelah mengalami kevakuman hampir 50 tahun, antara 1830 sampai 1878 Masehi. Semula, pesantren yang didirikan pada masa pemerintahan Pakubuwono IV ini hanya berupa surau kecil. Kala itu, PB IV mendatangkan para ulama, di antaranya Kiai Jamsari (Banyumas). Nama Jamsaren itu juga diambil dari nama kediaman Kiai Jamsari yang kemudian diabadikan hingga sekarang.
Vakumnya pesantren pada 1830 disebabkan terjadinya operasi tentara Belanda. Operasi itu dimulai lantaran Belanda kalah perang dengan Pangeran Diponegoro pada 1825 di Yogyakarta. Karena kalah, Belanda melancarkan serangkaian tipu muslihat dan selanjutnya berhasil menjebak Pangeran Diponegoro.
Karenanya pada 1830, para kiai, pembantu Pangeran Diponegoro di Surakarta dan PB VI bersembunyi dan keluar dari Surakarta menuju daerah lain, termasuk Kiai Jamsari II (putera Kiai Jamsari) dan santrinya. Setelah sekitar 50 tahun kosong, seorang kiai alim dari Klaten yang merupakan keturunan pembantu Pangeran Diponegoro, Kiai Idris membangun kembali surau tersebut.
Tentu lebih lengkap dan diperluas dari kondisi semula. Di tangan Kiai Idris inilah Jamsaren mencapai puncaknya. Selain mengelola Pondok Pesantren Jamsaren, Kiai Idris saat itu juga mengelola Madrasah Mamba’ul Ulum yang didirikan Keraton Surakarta.
Sejumlah tokoh pergerakan nasional dari berbagai daerah tercatat pernah belajar di madrasah tersebut. Sedangkan di Jamsaren, ribuan santri dari berbagai penjuru Asia Tenggara datang berguru kepada Kiai Idris yang dikenal sangat alim dan juga menjadi mursyid Thariqah Naqsyabandiyah tersebut.
Bahkan, setelah Kiai Idris wafat pada tahun 1923 Masehi, nama besar Jamsaren masih menjadi rujukan bagi para orang tua untuk mengirim anaknya nyantri. Banyak tokoh besar tanah air merupakan lulusan atau pernah belajar agama secara intens di Jamsaren generasi berikutnya.
Bila Pondok Pesantren Jamsaren diklaim sebagai pesantren tertua di Pulau Jawa, barang kali memang ada benarnya. Sebab, pesantren yang berlokasi di Jalan Veteran 263 Serengan Solo ini sudah berdiri sekitar tahun 1750 Masehi.
Pada masa Paku Buwono IV memerintah Keraton Surakarta, dia mendatangkan beberapa ulama untuk mengajarkan Islam kepada rakyat Surakarta. Salah satu yang didatangkan adalah Kiai Jamsari dari Banyumas. Kiai ini tinggal sebuah kampung, sekitar tiga kilometer barat daya keraton.
Kharisma dan pengaruh Kiai Jamsari saat itu segera dirasakan oleh banyak orang. Kampung tempat tinggalnya kemudian diberi nama Jamsaren, yang artinya tempat Kiai Jamsari tinggal. Demikian juga pesanyren sederhana yang didirikannya, diberi nama Pondok Pesantren Jamsaren.
Setelah Kiai Jamsari wafat, perannya sebagai ulama dan pengasuh pesantren digantikan oleh Kiai Jamsari II, anak kandungnya. Akhir hidup kiai ini tidak jelas, karena sebagai pendukung aktif Perang Diponegoro, dia beserta seluruh santrinya memilih meninggalkan pesantren untuk menyelamatkan diri setelah Diponegoro ditangkap.
Laiknya pesantren-pesantren lain, Pondok Pesantren Jamsaren saat ini sudah memadukan pendikan formal dan non formal dalam kegiatan belajar mengajar santri. Pesantren ini beralamatkan di Jl. Veteran No. 263, Serengan, Kota Surakarta, Jawa Tengah. [DR]
