JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta
Home » Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta

JAS HIJAU – Pondok Pesantren Krapyak merupakan pesantren tertua yang ada di Yogyakarta. Pesantren ini didirikan oleh K.H. M. Munawwir pada tahun 1911 Masehi. Beliau belajar di Makkah selama 21 tahun. Sepulangnya dari Makkah, beliau membuka pengajian di rumahnya, di kampung Kauman yang berada di belakang Masjid Agung Alun-Alun Yogyakarta.
Hari demi hari santri terus bertambah, rumah K.H. M. Munawwir pun tak mampu lagi menampung para santrinya. Maka, pengajian itu kemudian dipindah ke desa Krapyak Kulon. Beberapa bangunan pondok yang dibangun di tempat baru inilah yang kemudian dikenal sebagai kompleks Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta.
Pada awal berdirinya, pesantren ini menekankan pengajaran al-Qur’an, baik secara binnadhar degan membaca langsung atau bilghaib dengan cara hafalan. Kemudian dari pelajaran bilghaib ini dilanjutkan dengan pelajaran qira’at as-sab’ah (tujuh macam bacaan al-Qur’an). Melengkapi pelajaran al-Qur’an, diberikan pula pelajaran berbagai kitab fikih, tafsir dan kitab-kitab agama lainnya.
Dalam khidmatnya, K.H. M. Munawwir berhasil membentuk kader-kader ahli Qur’an di berbagai daerah. Mereka antara lain, K.H. Umar Magkuyudan Solo, K.H. Arwani Amin Kudus, K.H. Umar Cirebon, K.H. Muntaha Wonosobo, K.H. Murtadlo Cirebon, K.H. Yusuf Agus Indramayu, K.H. Aminuddin Bumiayu, K.H. Zuhdi Kertosono, K.H. Abu Amar Kroya, K.H. Hasan Tholabi Kulonprogo, K.H. Dimyathi Bumiayu, K.H. Fathoni Brebes, K.H. Basyir Kauman Yogyakarta, dan masih banyak lagi. Setelah pulang dari Krapyak, umumnya mereka mendirikan pesantren Tahfizul Qur’an dan menjadi ahli-ahli dalam bidang Ulumul Qur’an.
Pada masa pendudukan Jepang, seperti halnya pesantren lain pada umumnya, Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta mengalami cobaan sangat berat, hampir gulung tikar, karena selama 2 tahun santrinya pulang kampung akibat politik Jepang yang menyebabkan bangsa Indonesia mengalami susah sandang, susah pangan (susah pakaian dan susah makan).
Pada saat itu, Pondok Pesantren Krapyak berada dalam masa berkabung karena ditinggal K.H. M. Munawwir yang wafat pada hari Jumat, 11 Jumadil Akhir 1361 H (1942 M). Sementara itu, putera dan puterinya masih terlalu muda untuk diberi tanggung jawab mengelola pesantren.
Akhirnya pihak keluarga memutuskan untuk memboyong K.H. Ali Maksum (menantu K.H. M. Munawwir yang dinikahkan dengan Nyai Hasyimah) dari Pondok Pesantren Al-Hidayat Lasem yang sedang dibenahi karena juga menghadapi problem akibat politik Jepang. Setelah tiga kali diminta keluarga Krapyak, meskipun dengan berat hati, K.H. Ali Maksum pun menerima ajakan itu. Demikain juga Kiai Maksum (ayahanda K.H. Ali Maksum) dan semua keluarga Lasem akhirnya merelakan putera terbaiknya untuk diboyong ke Krapyak, Yogyakarta.
Setelah itu, kepemimpinan Pondok Pesantren Krapyak dipegang oleh tiga orang, masing-masing adalah K.H. Abdullah Affandi, K.H. Abdul Qadir (keduanya putera K.H. M. Munawwir) dan K.H. Ali Maksum (menantu K.H. M. Munawwir, putera Kiai Maksum dari Lasem).
Baca juga: Biografi K.H. M. Munawwir, Pendiri Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta
Tiga serangkai inilah yang kemudian mengembangkan Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak dengan pembagian tugas: K.H. Abdullah Affandi sebagai Ketua Umum, K.H. Abdul Qadir sebagai penanggung jawab pengajian al-Qur’an dan K.H. Ali Maksum sebagai penanggung jawab pengajian kitab-kitab.
Di Krapyak, K.H. Ali Maksum langsung mengambil langkah strategis, yaitu menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai upaya mencetak kader, sebelum mencetak santri-santri lainnya. K.H. Ali Maksum pun fokus mendidik para putera dan cucu serta menantu K.H. M. Munawwir. Mereka adalah Abdul Qadir, Mufid Mas’ud, Nawawi Abdul Aziz, Dalhar, Zainal Abidin, Abdullah Affandi, Ahmad dan Warson. Beberapa orang tetangga yang diikutkan adalah Wardan Joned dari Kauman, Zuhdi Dahlan dan Abdul Hamid.
Selama 2 tahun (terhitung dari tahun 1943 hingga 1944), K.H. Ali Maksum menggembleng mereka secara marathon hingga akhirnya mereka menjadi para kiai yang secara bersama-sama membesarkan Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Beriringan dengan itu, Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Pesantren Al-Munawir Karpyak, diambilkan dari nama pendirinya; K.H. M. Munawwir. [DR]
