Pondok Pesantren Lirboyo Kediri

pondok-pesantren-lirboyo-kediri

JAS HIJAU – Pondok Pesantren Lirboyo Kediri diambil dari nama sebuah desa “Lirboyo” yang digunakan oleh K.H. Abdul Karim menjadi nama pesantren. Terletak di barat sungai Brantas, di lembah gunung Wilis, Kota Kediri. Awal mula berdiri, Pondok Pesantren Lirboyo Kediri berkaitan erat dengan kepindahan dan menetapnya K.H. Abdul Karim ke desa Lirboyo pada tahun 1910 M.

Sebelum menetap di desa Lirboyo, K.H. Abdul Karim mengajar di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang asuhan Hadratussyekh Hadratussyekh K.H. M. Hasyim Asy’ari yang juga menjadi teman sebaya ketika berguru di Syaikhonan Kholil Bangkalan, Madura. Lalu, K.H. Abdul Karim menikah dengan Nyai Khodijah binti K.H. Sholeh dari Banjarmlati, Kediri.

Sejak pernikahan itulah, K.H. Abdul Karim menetap di desa Lirboyo. Berpindahnya K.H. Abdul Karim dari Tebuireng ke desa Lirboyo disebabkan oleh adanya dorongan dari mertuanya (K.H. Sholeh) dengan harapan agar syi’ar dan dakwah Islam menjadi lebih luas.

Kemudian atas keinginan dan inisiatif dari K.H. Abdul Karim, dengan didukung oleh mertuanya, maka beliau pun mendirikan sebuah pondok untuk mengajarkan dan menyebarkan ajaran Islam kepada siapapun yang ingin mencari ilmu. Santri pertamanya bernama Umar dari Madiun, Yusuf, Sahil, Somad dari Magelang dan Syamsudin dari Gurah, Kediri. Hari demi hari hingga tahun demi tahun, Pondok Pesantren Lirboyo Kediri semakin banyak memiliki santri dan mulai dikenal oleh warga, baik di Kediri maupun dari luar Kediri.

Pada tahun 1913, K.H. Abdul karim membangun sebuah masjid di dalam wilayah pondok dengan tujuan sebagai sarana beribadah. Hingga saat ini, masjid tersebut masih ada dengan tetap bernama Masjid Lawang Songo, sebab jumlah pintu (lawang) masjid itu berjumlah sembilan.

Hingga saat ini, Pondok Pesantren Lirboyo berkembang menjadi pusat studi Islam sejak puluhan tahun sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Bahkan, dalam peristiwa-peristiwa kemerdekaan, Pondok Pesantren Lirboyo Kediri ikut berperan dalam pergerakan perjuangan dengan mengirimkan santri-santrinya ke medan perang seperti peristiwa 10 November 1945 di Surabaya, kemudian kita sebagai Hari Pahlawan.

Sebagai pusat pendidikan Islam, Pondok Pesantren Lirboyo Kediri mencetak generasi bangsa yang cerdas ruhaniyah, juga smart-intelektual, mumpuni dalam keberagaman bidang, juga keberagamaan Islam yang otentik. Pesantren ini memadukan antara tradisi yang mampu mengisi kemodernitasan dan terbukti telah melahirkan banyak tokoh-tokoh yang saleh dalam bidang keagamaan, sekaligus saleh dalam sosial dan intelektual. [DR]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *