JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Pondok Pesantren Mambaus Sholihin Suci Gresik
Home » Pondok Pesantren Mambaus Sholihin Suci Gresik

JAS HIJAU – Pondok Pesantren Mambaus Sholihin dirintis oleh K.H. Abdullah Faqih Suci sekitar tahun 1969. Pesantren ini bermula dari sebuah surau kecil untuk mengaji al-Qur’an dan kitab kuning di lingkungan desa Suci dan sekitarnya.
Pada tahun 1976, putera pertamanya K.H. Masbuhin Faqih mendapatkan restu dari gurunya (K.H. Abdullah Faqih, Langitan) untuk berjuang di tengah masyarakat. Saat itu, meski semangatnya untuk mendirikan pesantren begitu besar, Kiai Masbuhin Faqih masih mempertimbangkan kembali untuk mendirikan pesantren.
Berkat dorongan dari guru-gurunya, di antarnya; K.H. Abdul Hadi Zahid, K.H. Abdullah Faqih Langitan, K.H. Abdul Hamid Pasuruan dan K.H. Usman al-Ishaqi disertai dengan keinginannya untuk menyebarluaskan ilmu, kemudian didirikan sebuah pesantren kecil-kecilan yang kelak bernama Pondok Pesantren Mambaus Sholihin.
Sebelum Pondok Pesantren Mambaus Sholihin didirikan, Kiai Abdullah Faqih Langitan sempat mengunjungi lokasi yang hendak digunakan untuk membangun pesantren. Setelah gurunya tersebut mengelilingi tanah yang hendak dijadikan pesantren, Kiai Abdullah Faqih pun berkata kepada Kiai Masbuhin Faqih:
“Yow wis, tanah iki pancen cocok kanggo pondok, mulo ending cepet bangunen. (Ya sudah, tanah ini memang cocok untuk membangun pondok, maka dari itu segera bangulah.”
Tak berselang lama, para Masyayikh dan Habib juga berkunjung ke lokasi tersebut. Di antaranya; K.H. Abdul Hamid Pasuruan, K.H. Usman al-Ishaqi Surabaya, K.H. Dimyati Rois Kaliwungu, Habib Al Idrus dan Habib Macan dari Pasuruan.
Pada tahun 1402 Hijriah atau 1983 Masehi, barulah dilakukan pembangunan musala Pondok Pesantren Mambaus Sholihin, sekarang merupakan Pondok Barat). Saat itu, Kiai Masbuhin Faqih sedang menunaikan ibadah haji yang pertama.
Modal awal pembangunan ini berasal dari materi yang dititipkan kepada adiknya, K.H. Asfihani Faqih yang tengah nyantri di pesantrennya K.H. Abdul Hamid Pasuruan. Pada saat itu, Kiai Asfihani Faqih turun dari tangga sehabis mengajar, tiba tiba ada seseorang yang tidak dikenal memberikan sekantung uang, kemudian beliau pergi dan menghilang.
Pada pagi harinya, Kiai Asfihani dipanggil oleh Kiai Abdul Hamid Pasuruan, beliau berkata: “Asfihani, saya ini pernah berjanji untuk menyumbang pembangunan rumah santri (jamaah) tapi hari ini saya tidak punya uang. Yai dipinjamkan uang dulu napa, Nak.”
Kemudian Kiai Asfihani menjawab: “Saya tadi malam setelah mengajar diberi orang sekantung uang dan saya tidak kenal orang tersebut.”
Kiai Abdul Hamid berkata: “Endi saiki dhuwite ndang ayo diitung. (Mana sekarang uangnya, ayo segera dihitung).”
Lalu, Kiai Asfihani mengambil uang tersebut dan dihitung sebanyak Rp750.000,- yang pada akhirnya Kiai Abdul Hamid Pasuruan memberi isyarat, bahwa yang memberikan uang tersebut adalah Nabi Khidir as (Abul Abbas Balya bin Malkan).
Kemudian Kiai Abdul Hamid Pasuruan berkata kepada Kiai Asfihani: “Nak, saiki muliyo. Dhuwit iki ke’no abahmu kongkon bangun mushola. (Nak, sekarang pulanglah. Uang ini kasihkan ke ayahmu suruh bangun musala.”
Suatu kisah yang tak kalah menarik, adalah saat pondok induk dalam taraf penyelesaian pembangunan, Kiai Abdul Hamid Pasuruan datang dan memberi sebuah lampu Neon 40 Watt 220 Volt untuk penerangan pesantren. Padahal saat itu listrik belum masuk desa Suci.
Mengingat yang memberi termasuk kekasih Allah, maka pengasuh pesantren yakin bahwasannya ini merupakan sebuah isyarat akan hadirnya sesuatu. Dan, tidak berselang lama, tepatnya pada tahun 1976, masuklah aliran listrik ke desa Suci. Rupanya lampu Neon itu merupakan isyarat akan tujuan Pondok Pesantren Mambaus Sholihin.
Pada pembangunan tahap selanjutnya, K.H. Agus Ali Masyhuri (Tulangan, Sidoarjo) membeli sepetak tanah yang baru dibelinya dari salah seorang anggota Darul Hadits. Tanah itu terletak di sebelah Masjid Jami’ Suci “Roudhotus Salam” itu menjadi bakal dari Pondok Pesantren Putra Mambaus Sholihin.
Nama “Mambaus Sholihin” merupakan pemberian dari K.H. Usman al-Ishaqi. Nama yang berti “sumber orang-orang saleh” itu adalah hasil sowan Kiai Abdullah Faqih saat meminta saran ke Kiai Usman al-Ishaqi.
Saat ini pesantren yang berlokasi di Jl. Kyai H. Syafi’I, Nomor 07, Suci, Manyar, Gresik, Jawa Timur itu dikenal sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam yang mampu menampung ribuan santri. [DR]
