Pondok Pesantren MUDI Mesra Aceh

pondok-pesantren-mudi-mesra-aceh

JAS HIJAU – Pondok Pesantren MUDI Mesra Aceh didirikan sekitar abad 17-an oleh Tgk. Faqeh Abdul Ghani. Pesantren dengan nama Lembaga Pendidikan Islam Ma‘hadal Ulum Diniyah Islamiyah Mesjid Raya (MUDI Mesra) berlokasi di desa Mideun Jok, Kemukiman Mesjid Raya, kecamatan Samalanga, kabupaten Bireuen, Aceh.

Dayah MUDI Mesra ini telah didirikan seiring dengan pembangunan Mesjid Raya Poe Teumeureuhom yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636 Masehi). Pimpinan dayah ini yang pertama dikenal dengan nama Faqeh Abdul Ghani. Namun sayang khazanah ini tidak tercatat, berapa lama beliau memimpin lembaga ini, dan siapa penggantinya kemudian.

Barulah pada tahun 1927, dijumpai secara jelas catatan tentang kepemimpinan dayah ini. Mulai dari tahun tersebut Dayah MUDI dipimpin oleh Tgk. H. Syihabuddin bin Idris dengan para santri masa itu berjumlah 100 orang putera dan 50 orang puteri. Mareka diasuh oleh lima orang tenaga pengajar lelaki dan dua orang guru puteri. Sesuai dengan kondisi zaman pada masa itu, bangunan asrama hunian para santri merupakan barak-barak darurat yang dibangun dari bambu dan rumbia.

Setelah Tgk. H. Syihabuddin bin Idris wafat, pada tahun 1935, Dayah  MUDI dipimpin oleh adik ipar beliau,Tgk. Hanafiah bin Abbas atau lebih dikenal dangan gelar Tgk. Abi. Jumlah pelajar pada masa kepemimpinan beliau sedikit meningkat menjadi 150 orang putera dan 50 orang puteri.

Kondisi fisik bangunan asrama dan balai pengajian tidak berbeda dengan yang ada pada masa kepemimpinan Tgk. H. Syihabuddin bin Idris, masih berbentuk barak-barak darurat. Dalam masa kepemimpinan beliau, tugas memimpin dayah sempat diperbantukan kepada Tgk. M. Shaleh selama dua tahun, yaitu ketika beliau berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji dan memperdalam keilmuan beliau.

Setelah Tgk. H. Hanafiah wafat (1964), pesantren tersebut dipimpin oleh salah seorang menantu beliau, yaitu Tgk. H. Abdul Aziz bin M. Shaleh—yang kerap disapa dengan panggilan Abon ini digelar “Al-Mantiqi” karena spesialisasi beliau dalam bidang logika.

Semenjak kepemimpinan beliau, pesantren tersebut terus bertambah muridnya terutama dari Aceh dan Sumatera. Dari segi sarana dan prasarana pun sudah mengalami perkembangan. Pembangunan tempat penginapan mulai diadakan perubahan dari barak-barak darurat kepada asrama semi permanen berlantai dua dan asrama permanen berlantai tiga. Untuk pelajar putri dibangun asrama berlantai dua yang dapat menampung 150 orang santri di lantai dua, sedangkan lantai dasar digunakan untuk musala.

Setelah Tgk. H. Abdul Aziz wafat pada tahun 1989, pergantian kepemimpinan dayah ini ditetapkan melalui kesepakatan para alumni dan masyarakat. Setelah melalui permusyawaratan, para alumni mempercayakan kepemimpinan dayah kepada salah seorang menantu Abon, yaitu Tgk. H. Hasanoel Bashry. Beliau adalah murid senior lulusan dayah itu sendiri yang sudah berpengalaman mengelola kepemimpinan dayah semenjak Abon mulai sakit-sakitan.

Di masa kepemimpinan Abu MUDI, dayah tersebut mengalami kemajuan yang pesat. Jumlah pelajar yang menuntut ilmu pada dayah tesebut semakin bertambah. Para pelajar ini datang dari berbagai daerah baik dari dalam maupun dari luar Provinsi Aceh.

Pesantren yang berdiri sejak abad 17-an ini beralamatkan di  Komplek Dayah MUDI, Mesjid Raya Samalanga, Bireuen, Aceh. [DR]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *