JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyiin Pacul Gowang
Home » Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyiin Pacul Gowang

JAS HIJAU – Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyiin Pacul Gowang didirikan sekitar tahun 1880-an oleh K.H. Alwi. Pesantren ini bermula dari musala kecil yang dipergunakan sebagai tempat ibadah dan mengajar ilmu agama pada penduduk setempat. Setelah beberapa saat berselang, kemudian ada beberapa penduduk setempat yang menitipkan anaknya kepada Kiai, bahkan ada yang berasal dari Jawa Tengah.
Setelah dirasa jumlah santri cukup banyak maka dibangunlah sebuah bangunan yang sangat sederhana di sebelah selatan musala (sekarang masjid) untuk dijadikan asrama santri. Semakin hari semakin banyak sehingga asrama tidak dapat memadai, maka pada tahun 1900 Masehi dibangunlah sebuah bangunan besar yang terletak di sebelah selatan musala. Bangunan tersebut sekarang dikenal dengan nama komplek Al Hidayah. Untuk mengenang dan mengharap nilai barokahnya, komplek tersebut sengaja dipertahankan bentuk bangunannya yang berarsitek Jawa Kuno.
Setelah tahun 1991 Masehi, Kiai Alwi wafat, Kiai Anwar kemudian menggantikan kedudukannya sebagai pengasuh pesantren. Beliau adalah santri dari K.H. Kholil Shohibul Fadhilah yang telah menyelesaikan pendidikan di Tanah Suci. Beliau adalah sahabat dekat K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri Pondok Peasntren Tebuireng Jombang yang juga kawan akrab K.H. Abdul Karim, pendiri Pondok Pesantren Lirboyo Kediri.
Kiai Anwar tidak melakukan perubahan-perubahan besar, kecuali mengembangkan kitab kuning, baik pengajian tahunan atau pun pengajian kilatan bulan Ramadan. Pada masa inilah Tafsir Jalalain mulai dijadikan wiridan yang dibaca setiap setelah salat Ashar. Tradisi menjadikan kitab Tafsir Jalalain sebagai wiridan, juga dilakukan di pesantren lain. Kitab Syarah Hikam juga merupakan yang sering beliau baca. Kegiatan beliau sehari-hari dihabiskan dengan duduk bersila membaca kitab kuning untuk santri-santrinya maupun putera-puterinya. Selain itu Beliau sangat rajin muthola’ah kitab.
Pada masa Kiai Anwar, jumlah santrinya tercatat lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya, baik yang bermukim maupun yang “nduduk” (santri kalong). Santri-santri tersebut tidak saja datang dari Jombang dan sekitarnya tetapi juga datang dari daerah lain.
Setelah Kiai Anwar wafat pada tanggal 9 Jumadil Awal 1348 Hijriah atau 1929 Masehi, pesantren dipimpin oleh putera ketiganya; K.H. Manshoer. Beliau terkenal sebagai seorang kiai yang sabar, tekun dan telaten sekali serta sengat disiplin dalam mendidik santri-santrinya maupun putera-puterinya. Beliau adalah putera menantu K.H. Abdul Karim Lirboyo.
Pada masa kepemimpiannya inilah Pondok Pesantren Pacul Gowang mempunyai nama resmi “Tarbiyyatun Nasyiin”. Nama tersebut merupakan ide dari beliau, selain meneruskan sistem pengajaran yang telah digariskan oleh ayahandanya, juga menyelenggarakan pendidikan dengan sistim sekolah. Beliau mendirikan Madrasah Salafiyah yang sama keberadaannya dengan Madrasah tingkat Ibtidaiyyah.
Meskipun jenjang pendidikannya hanya untuk belajar ditingkat permulaan, tapi Madrasah ini merupakan Madrasah yang pertama kali didirikan di Pacul Gowang dan termasuk salah satu Madrasah tertua di Jombang selain Tebuireng, Tambakberas dan Denanyar. Madrasah tersebut sekarang ini kita kenal dengan Madrasah Ibtidaiyyah Salafiyyah Pacul Gowang, berdiri 1 Januari 1931 Masehi.
Berbeda dengan Kiai Anwar, Kiai Manshoer dalam perjuangannya lebih menonjol dalam bidang organisasi. Meskipun demikian, kegiatan pendidikan di pesantren tidak pernah diabaikan. Tak ada yang menyangkal bahwa Kiai Manshoer lah salah satu tokoh yang membentuk dan mengkoordinasi pengajian umum yang diselenggarakan oleh jamiyyah NU di kecamatan Diwek. Serta Beliau seorang pejuang yang mempertahankan kemerdekaan. Beliau memimpin perjuangan kelompok Mujahidin Hizbullah di daerah Surabaya selatan.
Di samping itu juga, Kiai Manshoer mengajarkan kitab-kitab kuning dengan sistem bandongan, wetonan dan sorongan serta mengajarkan membaca Al-Qur’an pada anak-anak Pacul Gowang dan santri-santri pondok yang belum dewasa serta belum bisa membaca kitab suci Al-Qur’an. Pada zaman Kiai Manshoer ini jumlah santri tidak mengalami pelonjakan, jumlah santri ketika itu berkisar antara 30 sampai 50 orang. Keadaan semacam ini berlangsung hingga beliau wafat.
Pertumbuhan Pondok Pesantren Tarbiyyatun Nasyiin Pacul Gowang, Diwek, Jombang dengan bertambahnya waktu, mengalami dinamika yang pesat ketika diasuh oleh K.H. M. Aziz Manshoer, hal ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
Pertama, sistem yang diterapkan berupa Madrasah Diniyah yang berkelas dan berjenjang yang disesuaikan dengan Madrasah Hidayatul Mubtadi’in Lirboyo, Kediri. Kedua, bertambah waktu pengajian baik yang ditangani olehnya atau pun para pembantunya. Ketiga, sitem kepengurusan mengacu pada tatanan dan aturan organisasi, serta pengembangan open management yang dipantau langsung olehnya. Keempat, semakin nampaknya karakter (Maziyzah) pesantren sebagai lembaga Tafaqquh fi al-Diin.
Akibat dari sebab-sebab itulah perkembangan kemajuan Pondok Pesantren Tarbiyyatun Nasyiin Pacul Gowang semakin nyata yang ditandai dengan munculnya lembaga-lembaga baru di bawah naungan Yayasan Tarbiyyatun Nasyiin (YAMTAS). [DR]
