JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Sekilas Kisah di Balik Sukses Putera K.H. Bukhori Ismail
Home » Sekilas Kisah di Balik Sukses Putera K.H. Bukhori Ismail

JAS HIJAU – Dari sembilan bersaudara, keturunan K.H. Bukhori Ismail tinggal dua yang masih hidup. Beliau berdua adalah: Nyai Hj Mamnunah Yahya dan K.H. Mujtaba Bukhori.
Secara lengkap anak-anak tokoh yang dikenal dengan sebutan “Kiai Masjid” itu ialah: K.H. Zainullah Bukhori; Nyai Hj. Mamnunah Bukhori; K.H. Fudloli Bukhori; K.H. Shonhaji/Abu Abbas Bukhori; K.H. Ismail Bukhori; K.H. Muhammad Amin Bukhori; K.H. Dumyati Bukhori; K.H. Qosim Bukhori dan K.H. Mujtaba Bukhori.
Hampir seluruh dari delapan putera dan satu puteri Kiai Bukhori itu, merupakan pemangku pesantren. Kalau pun sebagian mereka tidak memiliki lembaga pendidikan, tetapi keberadaannya di tengah-tengah masyarakat terbilang diperhitungkan peran-perannya.
Ambil contoh, Kiai Ismail Bukhori misalnya. Beliau memang tidak mendirikan sebuah pesantren, beliau lebih banyak menyibukkan diri di madrasah Raudlatul Ulum. Sekalipun beliau tidak memperluas peran di dunia pesantren, namun cara mengajar sosok yang berbadan kurus ini pasti menyisakan pengaman berkesan bagi setiap alumni sekolah di desa Ganjaran itu.
Pasalnya, teknik penyampaian materi senantiasa terselip dalam cerita-cerita yang sangat jenaka. Sehingga para murid kala itu, tanpa terasa dibawa ke dalam lautan hikmah-hikmah dari kitab gundul dibalik joke-joke yang menghibur.
Hampir-hampir sama dengan Kiai Ismail Bukhori ialah Kiai Fudloli Bukhori. Tokoh satu ini juga tidak berkenan mendirikan sebuah pesantren. Tetapi beliau lebih dikenal sebagai pribadi yang mempunyai spesifikasi pembacan al-Qur’an yang tepat dan benar (fasih).
Di saat metode membaca ayat-ayat Tuhan belum menjamur seperti sekarang, eksistensi beliau yang begitu ketat dalam membaca huruf-huruf firman Allah merupakan guru yang langka. Dalam sebuah cerita, beliau sangat berhati-hati dan selalu mewanti-wanti muridnya agar benar-benar memperhatikan betul pelafalan huruf “ض” (Dho) dan huruf “ظ” (Dzo). Bagi alumni yang pernah mengenyam cara mengajar beliau tentang pembacaan al-Qur’an, pasti merasakan sikap “garang” beliau tatkala mereka belum mampu membedakan suara makhraj dua huruf tersebut.
Putera K.H. Bukhori Ismail yang juga tidak mendirikan pesantren ialah Kiai Dumyati Bukhori. Kendati waktu-waktu sosok satu ini tidak banyak terkuras oleh kegiatan mengajar, namun hampir mayoritas masyarakat merasa takut dengan tokoh yang berdomisili di Kampunganyar, Dampit, Malang itu. Sebab, ucapan-ucapan beliau terbukti nyaris tak pernah luput dari kenyataan. Oleh karenanya, masyarakat berupaya menghindar dari kata-kata “kutukan” yang sewaktu-waktu keluar dari lisan beliau.
Baca juga: Memungut Jejak K.H. Qosim Bukhori
Selebihnya dari putera pasangan K.H. Bukhori Ismail dan Nyai Hj. Fatma merupakan pendiri pondok pesantren. Bahkan empat orang putera dari ulama sepuh desa Ganjaran itu tidak saja sebagai pengasuh pesantren, tetapi beliau-beliau juga memikul tanggung jawab sebagai Mursyid Thariqah Naqsyabandiyah.
Mereka adalah: Kiai Zainullah Bukhori; Kiai Shonhaji/Abu Abbas Bukhori; Kiai Qosim Bukhori; (dan) Kiai Mujtaba Bukhori.
Sedangkan Nyai Hj. Mamnunah Yahya, sebagai puteri semata wayang, cukup disegani bukan saja oleh adik-adiknya, namun juga dijadikan rujukan nyaris oleh semua keluarga besar kiai-kiai di desa yang di daulat sebagai “Desa Santri” itu.
Pertanyaan yang mungkin mengusik di benak sebagian kita ialah; kenapa K.H. Bukhori Ismail dapat melahirkan putera-puteri yang begitu terpandang di tengah-tengah masyarakat? Jawabannya tentu beragam. Tetapi yang pasti, sebagian besar kita tentu berdalih, “buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya”.
Alasan klasik itu tidak terlalu salah, namun bila dalih tersebut dibuat tameng dari rasa malas kita untuk mempelajari sekaligus meniru jejak beliau, tentu hal demikian merupakan sikap yang kurang bijaksana.
Perlu diketahui kutipan cerita Kiai Qosim Bukhori bahwa abahnya tidak pernah lupa membacakan “Fatihah” untuk masing-masing putera-puterinya setiap hari sebanyak 111.
Apabila dijumlahkan dengan sembilan orang putera, maka praktis setiap hari beliau membaca “Ummul Kitab” 999 kali yang dihadiahkan sebagai pengantar doa buat buah hatinya. Maka, pantas jika keturunan beliau dikaruniai peran-peran hebat di dalam kehidupan bermasyarakat. [DR]

One comment
[…] dirinya menghafalkan nazam 1000 bait itu dengan cara melakukan hafalan di makam K.H. Bukhori Ismail (maqbarah dekat Masjid Asy-Syafi’iyah Ganjaran) setiap […]