JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Sifat Chalim, Sifat Khas Para Kiai Tambakberas
Home » Sifat Chalim, Sifat Khas Para Kiai Tambakberas

JAS HIJAU – Sifat chalim bermakna penyayang. Aris, begitu kiai Jawa memaknainya. Paduan antara bijak, kalem, penuh perhatian, dan berpikir keras dalam diam. Demi menemukan hal terbaik yang harus dilakukan.
Kiai Tambakberas terkenal penyayang kepada para santrinya. Santri diperhatikan layaknya anak kandung sendiri. Dikenal satu per satunya. Karakter ini sudah genetis turunan dari sifat Kiai Hasbullah.
Kiai Tambakberas mengusahakan yang terbaik yang untuk para santrinya. Hingga ujung maksimal kemampuan kiai. Mengantarkan santri hingga sejauh mungkin yang dimampui. Mendorong santri untuk memaksimalkan potensi. Menempuh pendidikan hingga strata paling tinggi.
Tanah pribadi dibangun untuk pesantren. Menyediakan bangunan kamar untuk para santri. Tentang rumah untuk anak sendiri, itu urusan nanti. “Wes ta lah, kapan niat apik, bakal ditoto Gusti Allah. (Sudahlah, asal niat baik, pasti ditata oleh Allah).” Begitu kata Kiai Nasrullah. Kiai Nasrullah kerap berpesan, jadilah santri yang alim dan juga chalim.
Kiai Masruri Mughni, pernah mengenang kedekatannya dengan Kiai Fattah. Kiai Fattah di waktu liburan pondok, sering berkeliling ke daerah-daerah. Menyambangi santri-santri. Bisa dibayangkan betapa bahagianya santri yang di-rawuhi kiainya.
Dalam perjalanan, naik turun bus, Kiai Masruri lah yang mendampingi Kiai Fattah. Makan nasi bungkus berdua. Kenang Kiai Masruri. Bahkan ketika manten (pengantin) baru, kamar depan di nDalem Kiai Fattah, disediakan khusus untuk pasangan muda ini. Kenang Kiai Masruri penuh haru.
Di zaman Gus Dur mesantren (nyantri) di Tambakberas, Kiai Fattah juga pernah dilapori oleh pengurus keamanan pondok, adanya santri yang perlu dikeluarkan dari pondok. Akibat pelanggaran berat yang dilakukan. Kiai Fattah mengatakan pada pengurus, silakan aturan ditegakkan. Keluar dari pondok. Namun setelah itu, Kiai Fattah menyediakan ruang khusus di nDalem beliau untuk santri ini. Biar nderek (ikut) beliau saja.
Aturan pondok tetap berjalan, nasib santri ke depan juga dipikirkan. Paduan yang indah antara penegakan aturan, kedisiplinan, keteladanan dan kemanusiaan.
Kiai Ahmad Hasan, salah seorang kiai majelis pengasuh saat ini, mengenang Kiai Soleh dan Kiai Nasrullah, mengantarkan sendiri Kiai Hasan hingga ke Bondowoso. Tempat penempatan Kiai Hasan pertama kali menjadi PNS.
Kiai Tambakberas lebih memikirkan masa depan santri, ketimbang kepentingan sendiri. Walau santri tersebut amat dibutuhkan di pesantren. Baik untuk mengajar atau pun urusan teknis lainnya. Karena di pondok bukan hanya sekadar ngaji. Banyak urusan lain yang perlu diurusi. Kiai Tambakberas tidak pernah melarang santri yang ingin kuliah di universitas bergengsi. Walau di lubuk hati para kiai, sebenarnya santri ini amat dibutuhkan di pesantren. Untuk mengajar atau pun tugas lainnya.
Ibu Nur Fadlilah Bangkalan, santri lulusan tahun 1979 mengenang, pernah di-sambangi (dikunjungi) Kiai Nasrullah dan Kiai Amanullah. Saat keduanya ziarah ke Syaikhona Kholil. Kebetulan kediaman Bu Nur Fadlilah, yang sekarang menjadi dosen Ushuluddin UINSA yang terkenal disiplin, dekat dengan maqbaroh.
Kiai Tambakberas datangi santri untuk sambang. Bukan minta sumbangan. Santri yang masih menempuh pendidikan di pondok, akan semakin termotivasi belajarnya. Santri alumni yang dikunjungi, merasakan betapa perhatian kiai bukan hanya ketika di pondok saja. Namun juga ketika sudah lulus dari pesantren. Tidak ada kata putus hubungan guru dan murid. Tidak ada mantan guru. Tidak ada pula mantan murid.
Kiai Tambakberas amat senang ketika santri maupun alumni, mampu berprestasi dan berkiprah di masyarakat. Di lubuk hati kiai yang terdalam, kiai berharap agar santri mau untuk melanjutkan perjuangan Islam. Apa pun profesi yang dipilih saat sudah boyong.
Kiai Nadjib Wahab kerap mendatangi lokasi baksos santri yang biasanya di daerah terpencil. Kiai Soleh Hamid ajeg mengimami jamaah di masjid Pesantren Tambakberas. Sesuai titah Mbah Wahab pamannya. Kiai Yahya Hamid mengikhlaskan hewan ternak dan pohon kelapanya diambil dan dimakan oleh para santri. Yang saat itu keadaan ekonomi negara belum sebaik sekarang.
Kiai Nasrullah terkenal amat senang pada santri yang memiliki kemampuan akademik tinggi. Yang diharapkan kelak menjadi orang alim di masyarakatnya. Kiai Nasrullah kerap memberikan hadiah buku atau pun kitab pada mereka yang mumpuni. Profesor Kiai Ali Maschan pernah menceritakan hal ini pada Haul Kiai Nasrullah tahun 2022. Begitu pula Doktor Suqiyah, Dekan Fakultas Syari’ah UINSA.
Kiai Nasrullah mendorong santri untuk kuliah setinggi-tingginya. Beliau juga mengantarkan santri yang diminta menjadi pengajar di daerah-daerah yang masih minus dakwah Islamnya saat itu. Seperti ke Muara Tebo, Jambi dan Bali. Hingga berhasil mendirikan pesantren di daerah tersebut. Kiai Nasrul yang yatim sejak kecil, rajin menyantuni masyarakat sekitarnya. Paham dengan kesusahan orang lain.
Kiai Malik Hamid kerap mengajak santri berolahaga badminton yang digemarinya. Di halaman nDalem beliau yang luas. Mengaji butuh keseriusan. Sementara olahraga dan refreshing di kala senggang mampu membina keakraban kiai dan santri. Dengan tetap mengetahui aturan adabiyah tentunya.
Kiai Djamaluddin Ahmad terkenal amat menyantuni anak yatim dan anak-anak kecil yang mengaji TPQ. Mengadakan acara nikah massal untuk santri dan masyarakat. Kiai Nashir Fattah, disamping keistikamahannya mengajar santri, beliau menghabiskan sepuluh tahun terakhir hidupnya demi mengusahakan sekuat tenaga pembangunan gedung bagi siswa Muallimin yang semakin banyak jumlahnya. Agar para santri Pesantren Tambakberas mempunyai tempat yang layak untuk belajar.
Nyai Umdah memiliki jamaah para janda sepuh sekitaran Tambakberas. Yang rutin diajak ngaji, pemeriksaan kesehatan dan bakti sosial. Nyai Lili Choliq ajeg menyantuni para yatama. Bu Nyai lainnya pun welas kepada santri dan masyarakat sekitarnya.
Pesantren Tambakberas yang telah mencapai generasi kedelapan, memiliki puluhan kiai dan bu nyai, yang secara turun-temurun mewarisi sifat chalim ini. Penyayang terhadap para santri. Mengenal mereka satu per satu. Amat sedih bila santri tertimpa masalah. Amat berharap kesukesan santrinya. Sifat chalim kiai Tambakberas bersumber dari Nabi pembawa risalah. Azziun alaihi maa anittum, hariitsun, ro’uf dan rahim pada para santri. [DR]
