Soal Ziarah Makam Nabi dan Wali, Ulama Berbeda Pendapat

Soal Ziarah Makam Nabi dan Wali, Ulama Berbeda Pendapat

JAS HIJAU – Hukum mempersiapkan bekal untuk ziarah kubur Nabi, syuhada atau aulia berputar antara mubah dan sunah bukan maksiat apalagi syirik.

Para ulama berbeda pendapat terkait hukum permasalahan ini. Pertama, ulama mazhab Syafi’i dan mazhab Hanbali menyatakan, ziarah wali hukumnya sunah, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Salah seorang ulama bermazhab Syafi’i, Syekh Khatib as-Syarbini menyebutkan: 

 يُنْدَبُ لَهُنَّ زِيَارَةُ قَبْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّهَا مِنْ أَعْظَمِ الْقُرُبَاتِ، وَيَنْبَغِي أَنْ يُلْحَقَ بِذَلِكَ بَقِيَّةُ الْأَنْبِيَاءِ وَالصَّالِحِينَ  

“Disunahkan bagi perempuan menziarahi makam Rasulullah Saw, karena hal itu merupakan sarana terbesar untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan sepatutnya, makam-makam para Nabi dan orang-orang saleh disamakan dengan makam Rasulullah Saw.” Muhammad bin Muhammad al-Khatib as-Syarbini, al-Iqna’ fi Halli al-Fadzi Abi Syuja’ (423)

Senada dengan as-Syarbini, Syekh Zakaria al-Anshari, Zakaria bin Muhammad al-Anshari, Asnal Mathalib fi Syarhi Raudhit Thalib (Juz 1, hlm. 331) menuturkan:

(إلَّا قَبْرَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) فَلَا تُكْرَهُ لَهَا زِيَارَتُهُ، بَلْ تُنْدَبُ. وَيَنْبَغِي – كَمَا قَالَ ابْنُ الرِّفْعَةِ وَالْقَمُولِيُّ – أَنْ تَكُونَ قُبُورُ سَائِرِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْأَوْلِيَاءِ كَذَلِكَ

“Kecuali makam Nabi Saw. Maka tidak dimakruhkan bagi perempuan menziarahinya, bahkan disunahkan. Dan sebaiknya, sebagaimana diutarakan oleh Ibnur Rif’ah dan al-Qamuli, makam-makam para Nabi dan para wali disamakan dengan makam Nabi Saw.” Zakaria bin Muhammad al-Anshari, Asnal Mathalib fi Syarhi Raudhit Thalib (Juz 1, hlm. 331)

Sedangkan seorang ulama bermazhab Hambali, Syekh ar-Rahyabani dalam Mathalibu Ulinnuha fi Syarhi Ghayatil Muntaha (Juz 1, hlm. 932) menjelaskan:  

(إلَّا لِقَبْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَبْرَيْ صَاحِبَيْهِ) أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، (فَتُسَنُّ) زِيَارَتُهُمَا لِلرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ (وَكَذَا) تُسَنُّ لِلرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ زِيَارَةُ (قَبْرِ نَبِيٍّ غَيْرِهِ)

“Kecuali ke makam Nabi Saw dan makam kedua sahabatnya, yaitu Abu Bakar dan Umar. Maka disunahkan menziarahi keduanya bagi laki-laki dan perempuan. Begitu pula disunahkan bagi laki-laki dan perempuan menziarahi makam Nabi lain.” Musthafa bin Sa’ad ar-Rahyabani, Mathalibu Ulinnuha fi Syarhi Ghayatil Muntaha (Juz 1, hlm. 932)

Senada dengan ar-Rahyabani, Syekh al-Bahuti dalam Kasysyaful Qina’an Matnil Iqna’ (Juz 4, hlm. 437) menjelaskan:

(وَتُكْرَهُ) زِيَارَةُ الْقُبُورِ (لِلنِّسَاءِ) (غَيْرَ قَبْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَبْرِ صَاحِبَيْهِ) أَبِي بَكْر وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا (فَيُسَنُّ) زِيَارَتُهَا لِلرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ.

“Dan ziarah kubur dimakruhkan bagi perempuan, kecuali makam Nabi Saw dan makam kedua sahabatnya, yaitu Abu Bakar dan Umar, maka menziarahinya disunahkan bagi laki-laki dan perempuan.” Mansur al-Bahuti, Kasysyaful Qina’an Matnil Iqna’ (Juz 4, hlm. 437)

Kedua, ulama mazhab Hanafi dan ulama mazhab Maliki menegaskan, hukum ziarah wali adalah mubah. Imam Badruddin al-Aini dari mazhab Hanafi memberikan contoh ibadah-ibadah yang pahalanya dapat dihadiahkan kepada orang yang sudah mati:   

كَالْحَجِّ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ وَالْأَذْكَارِ، وَزِيَارَةِ قُبُوْرِ الْأَنْبِيَاءِ وَالشُّهَدَاءِ وَالْأَوْلِيَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ

“Seperti berhaji, membaca Al-Qur’an, berdzikir, menziarahi makam-makam para Nabi, syuhada, para wali, dan orang-orang saleh.” Mahmud bin Ahmad al-Aini, al-Binayah fi Syarhil Hidayah (Juz 4, hlm. 422)

Sedangkan Syekh Ibnu Abidin dalam Raddul Muhtar Alad Durril Mukhtar (Juz 3, hlm. 151) juga menyebutkan:

وَالتَّبَرُّكُ بِزِيَارَةِ قُبُورِ الصَّالِحِينَ فَلَا بَأْسَ إذَا كُنَّ عَجَائِزَ

“Memohon berkah dengan menziarahi makam orang-orang saleh hukumnya tidak apa-apa, jika para peziarah (perempuan) tersebut sudah tua.” Muhammad Amin Ibnu Abidin, Raddul Muhtar Alad Durril Mukhtar (Juz 3, hlm. 151)

Tidak jauh dari kedua ulama mazhab Hanafi di atas, salah satu ulama mazhab Maliki, Syekh Ibnul Haj al-Maliki dalam al-Madkhal (Juz 1, hlm. 255) menerangkan: 

إنَّ زِيَارَةَ قُبُورِ الصَّالِحِينَ مَحْبُوبَةٌ لِأَجْلِ التَّبَرُّكِ مَعَ الِاعْتِبَارِ، فَإِنَّ بَرَكَةَ الصَّالِحِينَ جَارِيَةٌ بَعْدَ مَمَاتِهِمْ كَمَا كَانَتْ فِي حَيَاتِهِمْ

“Sesungguhnya menziarahi makam orang-orang saleh dianjurkan, guna memperoleh keberkahan dan pelajaran. Sebab, berkah orang-orang saleh senantiasa masih mengalir setelah mereka wafat, sebagaimana ketika mereka masih hidup.” Ibnul Haj al-Maliki, al-Madkhal (Juz 1, hlm. 255)

Dalam kitabnya an-Nawadir wa Azziyadat (Juz 1, hlm. 656), Syekh Abu Zaid al-Qairuwani juga menuliskan:

  وَتُؤْتَى قُبُوْرُ الشُّهَدَاءِ بِأُحُدٍ، وَيُسَلَّمُ عَلَيْهِمْ، وَيُؤْتَى قَبْرُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَيُسَلَّمُ عَلَيْهِ، وَعَلَى ضَجِيْعَيْهِ  

“Dan makam-makam syuhada perang uhud dikunjungi, lalu diucapkan salam atas mereka. Dan makam Nabi Saw dikunjungi, lalu diucapkan salam atasnya, dan kedua sahabat yang menyertainya.” Abu Zaid al-Qairuwani, an-Nawadir wa Azziyadat (Juz 1, hlm. 656)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ulama berbeda pendapat tentang hukum berziarah ke makam para wali, baik bagi laki-laki maupun perempuan.

Ulama mazhab Syafi’i dan mazhab Hanbali menghukuminya sunah, sedangkan ulama mazhab Hanafi dan Maliki menghukuminya mubah. Artinya, para ulama tersebut sepakat akan kebolehan ziarah wali, baik dengan status sunah atau pun mubah.

Adapun pengkhusus kata “perempuan” dalam redaksi teks-teks di atas mengandung makna bahwa perempuan saja disunahkan atau dibolehkan menziarahi makam wali, apalagi laki-laki.

Semoga tulisan ini mampu memberikan pencerahan, baik bagi umat Islam yang meyakini kebolehan ziarah wali, maupun bagi yang tidak meyakininya. Bagi mereka yang melakukan ziarah wali, semoga tulisan ini semakin memantapkan hatinya akan disyariatkannya amaliah tersebut. Sedangkan bagi yang tidak melakukannya, semoga dengan membaca karya ini mereka bisa berlapang dada atas apa yang menjadi tradisi saudaranya. [DR]

One comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *