JAS HIJAU | Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama
Syaikhona Kholil sebagai Seorang Lelaki, Suami dan Manusia
Home » Syaikhona Kholil sebagai Seorang Lelaki, Suami dan Manusia

JAS HIJAU – Tim Turots Syaikhona Kholil melakukan napak tilas dan penelusuran jejak sejarah Syaikhona Kholil di Telaga Biru, sebuah daerah di kawasan pantai utara Bangkalan yang dulu sering disinggahi oleh Syaikhona Kholil, di desa ini beliau bahkan memiliki sebuah rumah, langgar dan membangun sebuah masjid, di desa ini juga beliau menikah dengan Nyai Aminah (Nyai Asmuna) salah satu isteri Syaikhona (selain Nyai Nur Jati dan Nyai Meisi) seorang janda yang mendapat cinta dan perhatian luar biasa dari Syaikhona. Syaikhona bahkan memberi hadiah sebuah kapal besar untuk isterinya itu yang sampai sekarang diabadikan sebagai salah satu wisata religi bernama “Kapal Srimuna”.
Dalam napak tilas itu Tim Turots menemukan beberapa “harta karun”, selain manuskrip-manuskrip yang kebanyakan adalah surat-surat Syaikhona untuk Nyai Aminah, juga untuk pertama kalinya diberi nikmat untuk melihat peninggalan rambut mulia Syaikhona Kholil yang disimpan oleh Nyai Aminah dalam sebuah kantung (berisi rambut dan surat-surat dari Syaikhona).
Dari surat-surat yang Tim Turots temukan, bisa disimpulkan bahwa Nyai Aminah bukanlah seorang wanita biasa, beliau adalah seorang wanita berilmu, itu dibuktikan dengan 1 surat Syaikhona kepada beliau yang ditulis dalam bahasa Arab lengkap dengan salam dan muqoddimah-nya, Syaikhona bahkan banyak menuliskan untuk Nyai Aminah amalan-amalan seperti Ratib Haddad, doa buka puasa, doa masuk rumah untuk melancarkan rezeki dan lain-lain. Amalan-amalan ini yang sedang digarap Tim Turots untuk kemudian dikumpulkan dalam satu kitab.
Ada beberapa konten yang menarik dari surat-surat Syaikhona untuk Nyai Aminah, salah satunya adalah ketika beliau menulis dalam bahasa Madura halus:
“Tak bendhu dikah dek bhuleh. (Semoga kamu tidak marah kepada saya).”
Yang menunjukkan bahwa Syaikhona adalah seorang suami yang sangat peduli kepada perasaan isterinya, bahwa seorang suami sealim bahkan se-wali apa pun dia, tetap punya rasa resah, gelisah dan khawatir jika sang isteri marah, ngambek dan jengkel kepadanya.
Dalam surat yang lain Syaikhona mengirim pesan permintaan maaf kepada takmir masjid yang beliau dirikan di Telaga Biru karena tidak bisa menghadiri acara di masjid itu dengan alasan isteri tua beliau (Nyai Demangan) sedang bendhu (marah) dan tak memberikan izin, besar kemungkinan karena di desa itu terdapat Nyai Aminah isteri muda beliau.
Dalam surat lain Syaikhona juga menuliskan “sebaris” pesan: “Salam takzim dari Nyai Demangan kepada Nyai Telaga Biru.”
Dari surat-surat itu kita bisa melihat sosok Syaikhona sebagai seorang lelaki, suami dan manusia. Bahwa Syaikhona Kholil, seorang Maha Guru para ulama Nusantara, kepada isterinya tidak pernah menuntut untuk diperlakukan sebagai ulama besar atau bahkan seorang wali yang disegani, beliau malah rela menurunkan “level”-nya untuk mengalah dan menuruti apa yang diinginkan sang isteri, beliau juga tidak sungkan mengutarakan bahwa beliau masih “tidak bisa ke mana-mana” karena isteri beliau sedang marah dan tidak memberikan izin.
Baca juga: Jaringan Murid Syaikhona Kholil Bangkalan di Tatar Sunda, Pesantren Sukamiskin Bandung
Dan tentunya “ketaatan” kepada isteri seperti itu bukanlah suatu aib, kekurangan apalagi kelemahan. Bagi para kekasih Allah, tak apa mereka dianggap sebagai suami “sholehah” dan tidak gagah, karena sejatinya itu merupakan wujud ikhtiar dan upaya mereka dalam menteladani Baginda Nabi yang bisa mendatangkan ribuan berkah.
كانَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ رَجُلًا سَهْلًا، إذَا هَوِيَتِ الشَّيْءَ تَابَعَهَا عليه
“Rasulullah saw adalah orang yang ramah, jika Sayyidah Aisyah menginginkan sesuatu, beliau akan menurutinya.”
Kisah Syaikhona di atas kita bisa tahu bahwa itu membutuhkan manajemen konflik yang cerdas, mental sekuat baja, hati seluas lautan segara, bahkan kewalian tingkat tinggi seperti milik Syaikhona, sedangkan maqom kalian masih sebatas “omon-omon” Matsna di sosmed belaka.
Jadi jika ingin “aman”, maka tetaplah ada di batas itu, jika diterjang, maka segala konsekuensi, mara-bahaya, malapetaka, dan sebab-akibat silakan ditanggung sendiri. [DR]

3 Comments
[…] Baca juga: Syaikhona Kholil Bangkalan sebagai Seorang Lelaki, Suami dan Manusia […]
[…] Baca juga: Syaikhona Kholil sebagai Seorang Lelaki, Suami dan Manusia […]
[…] Baca juga: Syaikhona Kholil sebagai Seorang Lelaki, Suami dan Manusia […]