Syekh Ihsan Jampes, Ulama Nusantara yang Diminta Raja Mesir untuk Mengajar di Al-Azhar

syekh-ihsan-jampes-ulama-nusantara-yang-diminta-raja-mesir-untuk-mengajar-di-al-azhar

JAS HIJAU – Syekh Ihsan Jampes lahir di Dusun Jampes, Kediri sekitar tahun 1901, dan wafat tanggal 15 September 1952. Selain berguru kepada ayahnya, beliau berguru juga kepada ulama-ulama Nusantara seperti Kiai Soleh Darat (Semarang), Hadratussyekh K.H. Hasyim Asy’ari Jombang serta Syaikhona Kholil Bangkalan.

Beliau menguasai berbagai cabang ilmu dan memiliki banyak karya tulis, di antara yang paling terkenal adalah kitab Sirajut Thalibin, kitab bermuatan tasawuf yang merupakan syarah (penjelasan) dari kitab Minhajul Abidin karya Imam al-Ghazali.

Karena kitab tersebut pula beliau terkenal hingga mancanegara. Raja Mesir kala itu, Faruk bin Fuad amat terkesan dengan kitab Sirajut Thalibin, hingga pada tahun 1934 ia mengirim utusan ke Dusun Jampes untuk meminta Syekh Ihsan mengajar di Al-Azhar asy-Syarif. Namun ulama yang juga seorang sufi ini menolak dengan halus tawaran sang raja.

Beliau beralasan ingin mengabdikan hidupnya untuk pendidikan agama di Indonesia. Terbukti hingga kini warisan kitab dan dakwah beliau masih lestari dan dipelajari umat Islam, tidak hanya di Indonesia, bahkan di berbagai penjuru dunia, diantaranya Al-Azhar, negeri-negeri Melayu serta beberapa negara di Afrika.

Penyarah kitab Sirajut Thalibin milik Imam Ghazali, suatu kebanggan bagi Indonesia yang di kenal seantero Arabia.

Sejak muda, Syekh Ihsan Jampes terkenal dengan sosok ulama yang suka membaca. Beliau memiliki motto (semboyan hidup): “Tiada Hari tanpa Membaca”. Buku-buku yang dibaca beraneka ragam, mulai dari ilmu agama hingga yang lainnya, dari yang berbahasa Arab hingga bahasa Indonesia.

Selain itu, Syekh Ihsan Jampes mempunyai hobi menulis (mengarang). Waktu-waktu beliau bilamana tidak digunakan untuk membaca atau muthala’ah, maka digunakan untuk menulis. Sudah barang tentu yang selalu beliau tulis adalah naskah-naskah yang bertema keagamaan, sesuai dengan kedudukan beliau sebagai kiai pengasuh pondok pesantren.

Baca juga: Biografi Syekh Ihsan Jampes, Ulama Nusantara yang Karyanya Mendunia


Seiring kesukaannya menyantap aneka bacaan, tumbuh pula hobi menulis dalam dirinya. Di waktu senggang, jika tidak dimanfaatkan untuk membaca, diisi dengan menulis atau mengarang. Naskah yang beliau tulis adalah naskah-naskah yang berisi ilmu-ilmu agama atau yang bersangkutan dengan kedudukannya sebagai pengasuh pondok pesantren.

  1. Pada tahun 1930, Syekh Ihsan Jampes menulis sebuah kitab di bidang ilmu falak (astronomi) yang berjudul Tashrih al-Ibarat, penjabaran dari kitab Natijat al-Miqat karangan K.H. Ahmad Dahlan, Semarang.
  2. Selanjutnya, pada 1932, Syekh Ihsan Jmapes mengarang sebuah kitab tasawuf berjudul Sirajut Thalibin. Kitab tersebut merupakan syarah atas kitab Minhaj al-Abidin karya Imam Ghazali. Kitab Sirajut Thalibin ini di kemudian hari mengharumkan nama Pondok Pesantren Jampes dan juga bangsa Indonesia, karena kitab tersebut menjadi kitab yang cukup populer di Mesir.

Ada kisah menarik di saat Syekh Ihsan Jampes me-nyowan-kan kitab Sirajut Thalibin tersebut kepada Hadratussyekh K.H. Hasyim Asy’ari. Kisah ini kami dapat dari Kiai Said Ridwan di saat belajar Ibnu Aqil di Aliyah Tebuireng.

Suatu hari, Syekh Ihsan Jampes memohon kepada Hadratussyekh K.H. Hasyim Asy’ari untuk mengoreksi kitab yang baru ditulisnya. Syekh Ihsan melepaskan sandalnya di pintu gerbang Pondok Pesantren Tebuireng sebagai tata krama kepada Hadratussyekh.

Ketika Hadratussyekh menemuinya, Syekh Ihsan menyampaikan permohonannya untuk mengoreksi dan meminta sambutan atas kitab tersebut. Kitabnya yang masih tertulis tangan dan berupa lembaran diajukan kepada Hadratussyekh.

Dengan sengaja, Hadratussyekh mengambil beberapa lembar di tengah tanpa sepengetahuan Syekh Ihsan, dengan tujuan untuk menguji. Di hadapan Syekh Ihsan, Hadratussyekh membuka lembar demi selembar. Akhirnya, Hadratussyekh menunjukkan halaman yang hilang itu. Seketika itu, Hadratussyekh meminta Syekh Ihsan untuk menuliskan kembali beberapa halaman yang hilang itu di hadapan Hadratussyekh.

Syekh Ihsan pun menulisnya dengan lancar, seolah-olah hapal di luar kepala kitab yang ditulisnya. Setelah selesai, Hadratussyekh pun mengeluarkan lembaran yang disembunyikan dan mengoreksi hasil tulisan Syekh Ihsan.

Baca juga: Profil dan Sejarah Singkat Pondok Pesantren Al-Ihsan Jampes Kediri, Jawa Timur


Subhanallah, ternyata kedua tulisan ini sama persis. Akhirnya, Hadratussyekh mendoakan keberkahan untuk kitab Sirajut Thalibin. Hadratussyekh K.H. Hasyim Asy’ari pun takjub atas kecerdasan Syekh Ihsan. Hingga beliau menjuluki Syekh Ihsan dalam pengantarnya dengan:

العالم العلامة، الحبر البحر الفهامة، الأديب الألمعي، واللبيب اللوذعي الشيخ


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *